Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Budaya Tandingan Adalah Budaya Orang Bodoh

8 Desember 2014   15:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:48 50 0
Catatan seputar budaya tandingan :


  1. Jika budaya tandingan itu baik, maka dibolehkan bagi kelompok masyarakat tertentu atau partai politik tertentu untuk membuat negara tandingan dan atau presiden tandingan atau tentara tandingan.
  2. Jika budaya tandingan itu tidak baik , atau membahayakan keutuhan negara dan merusak moral generasi muda, mengapa tidak dibuatkan aturan tertulis yang tegas, jelas dan tidak bias.
  3. Partai politik adalah lembaga yang sah yang dijadikan tempat lahirnya pemimpin bangsa di eksekutif (Presiden sebagai Kepala pemerintahan, Kepala Negara, dan sebagai Panglima Tertinggi TNI)  dan di legeslatif (pimpinan DPR-RI). Jika di partai politik aturannya tidak jelas dan para oknumnya orang-orang bodoh maka akan berdampak pada lahirnya pemimpin bangsa yang bodoh. Bisa karena bodoh akal-pikirannya atau bodoh moral dan mentalnya. Ini sangat membahayakan eksistensi suatu negara dan bangsa beserta kedaulatannya.
  4. Jika partai politik diyakini tidak bisa dibenahi kinerjanya dan cara kerjanya, mengapa tidak memilih alternatif calon pimpinan nasional dari jalur independen?
  5. Bertanding itu boleh namun menggunakan cara dan etika yang telah disepakati secara tertulis dalam AD/ART.
  6. Secara umum, orang yang berpotensi untuk membentuk organisasi tandingan adalah para anggota yang tidak puas atas suatu kinerja atau keputusan atau keadaan organisasinya. Orang-orang seperti itulah yang harus diperhatikan dan diberikan jalan keluar yang jelas dan tegas "sejak dari awal masuk ke sebuah oraganisasi". Sekelumit contoh aturan tertulis yang bisa mencegah terjadinya budaya tandingan dalam satu parpol adalah sebagai berikut : (1) Ketua Umum Partai dipilih oleh ketua DPD tingkat satu propinsi (2) Ketua DPD tingkat satu propinsi dipilih oleh ketua DPD tingkat dua di kabupaten dan kota. (3) Calon anggota dewan ditandatangani oleh ketua, sekretaris dan bendahara (bendahara merupakan pengurus inti, maka harus dilibatkan) sesuai dengan levelnya (negara, propinsi, kabupaten atau kota) (4) Kenggotaan partai bisa diberhentikan karena alasan tidak suka secara pribadi dan atau karena terlibat perkara pidana. Jika ada pasal yang seperti ini, maka keuntungannya adalah peraturannya sudah jelas sejak di awal. Warna partai seperti ini adalah warna partai otoriter. Ini dibolehkan asalkan calon anggotanya telah bersedia, dan aturannya dijelaskan/ dicantum secara tertulis sejak dari awal rekrutmen. Partai seperti ini akan sedikit pengikutnya. (5) jika tidak suka seperti no empat maka bisa dituliskan: "Kenggotaan partai bisa diberhentikan hanya karena ada alasan terlibat perkara pidana yang sudah diputuskan oleh pengadilan dan punya kekuatan hukum yang tetap". Partai seperti ini pasti banyak pengikutnya, karena sangat sportif dan transparan. (6) Ketua bisa bebas memilih sekjen dan bendahara sesuai levelnya. (7) Yang berhak memberhentikan atas jabatan dan atau mengeluarkan keanggotaan partai bagi para anggotanya adalah melalui surat tertulis yang ditandatangani secara bulat oleh Ketua, Sekjen dan Bendahara sesuai levelnya. (8) Pemberhentian pengurus inti (Ketua, Sekjen, Bendahara) adalah karena telah habis masa jabatannya atau karena ada pelanggaran tindah pidana yang telah diputuskan oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat. (9) Jika tidak puas atas keadaan partai dibolehkan usul atau keluar dari keanggotaan partai, kemudian dibolehkan pula untuk membentuk partai baru yang tidak ada hubungannya dengan partai lama, dan dilarang membuat partai tandingan apapun alasannya. (10) Jika ada anggota atau pengurus inti yang terlibat tindak pidana, maka anggota partai boleh melaporkan secara tertulis kepada penegak hukum. (11) Tidak boleh ada rangkap jabatan politik apapun alasannya. Ini untuk pemerataan peran dan mencegah bias kepentingan kekuasaan.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun