Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

“Prevoir” Bahasa Indonesia ditengah Arus Globalisasi

13 September 2012   15:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:31 332 0
Bicara mengenai bahasa tak lepas dengan isu nasionalisme. Bahasa acap kali dikaitkan dengan wujud nasionalisme bagi setiap masyarakat terhadap tanah air. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang lahir dengan penuh pemikiran didalamnya.Momen bersejarah  “Sumpah Pemuda” ditandai sebagai lahirnya bahasa Indonesia sebagai lingua franca(bahasa persatuan).

Era globalisasi menjadi momok tersendiri bagi negara-negara berkembang di dunia. Salah satu indikator dalam sikap partisipatif negara berkembang di dunia ditandai dengan penggunaan bahasa internasional sebagai bahasa global dan universal.

Penguasaan bahasa asing sangat lekat dengan kemajuan sebuah bangsa yang dapat mempengaruhi kiblat  negara-negara berkembang dalam menentukan jati dirinya sendiri.

Di zaman yang teknologi berkembang begitu pesat , peran bahasa begitu krusial dalam menentukan identitas sebuah bangsa.  Tantangan sekaligus ancaman tak urung mewarnai eksistensi bahasa indonesia di tanah air. Tanpa adanya penegasan  terhadap batas-batas bahasa asing dan bahasa indonesia bukan tidak mungkin bahasa nasional indonesia di masa yang akan datang adalah bahasa inggris atau bahasa asing lainnya.

Selain bahasa Inggris, bahasa asing lain yang banyak digunakan oleh dunia antara lain Bahasa Prancis, Bahasa Jerman, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Bahasa Arab dan yang paling terbaru Bahasa Korea. Mengingat penggunanya dan kegunaannya yang sangat banyak dibanding dengan bahasa lain. Muncul pertanyaan menggelitik “Dimanakah eksistensi Bahasa Indonesia yang konon sebagai lingua franca (bahasa persatuan) bangsa Indonesia yang hidup dalam lingkungan Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diverty)? Dan bagaimana peran pemuda untuk turut serta melestarikan bahasa indonesia?

Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia



Proses awal pembentukan Bahasa Indonesia dengan sekelumit pemikiran didalamnya tak lepas dari peran pemuda generasi kalangan pemuda dan kalangan tua. Keistemewaan Indonesia sebgai bangsa heterogen yang terdiir dari 33 propinsi didalamnya. Setiap propinsi terdiri dari berbagai macam daerah didalamnya. Setiap daerah memiliki bahasa dan budayanya tersendiri. Kelahiran Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu antar daerah. Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah masayarakat yang majemuk, memberikan nafas baru bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Kehadiran Bahasa Indonesia tidak menimbulkan rasa sentimientil antar suku, justru sebagai alat untuk menengahi diantara ego kesukuan bagi sebuah bangsa.

Bahasa indonesia dalam kedudukannnya sebagai bahasa nasional, berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial yang mewakili identitas Indonesia. Dengan adaanya bahasa nasional, Harga diri dan nilai-nilai budaya dapat bersanding secara harmonis dan serasi. Atas rasa kebangaan inilah yang melatarbelkangi setiap warganya untuk tutut serta dalam melestarikan eksistensi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.

Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa yang digunakan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat atau sebaliknya. Bahasa resmi juga dibedakan berdasarkan konteks yang digunakannya. Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan pemerintahan lainnya seperti surat-menyurat antar instansi pemerintahan dan lain-lain.

Kedudukan bahasa indonesia sebaga bahasa nasional dan bahasa resmi adalah kedudukan mutlak yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sepatutnyalah, setiap warga negara merasa bangga dengan turut serta mengembangkan bahasa indonesia namun tidak mengurangi sedikitpun esensi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.

Kekaguman berlebihan pada bahasa asing



Ironi negeri ini ketika masyarakatnya berbondong-bondong untuk menguasai bahasa Asing daripada bahasa sendiri. Hal ini dapat dibuktikan semakin maraknya pengguna bahasa indonesia yang lebih mengapresiasi  jika seseorang pandai dalam menggunakan bahasa asing, namun tak dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengedepankan rasa malu ketika tak pandai berbahasa asing bukanlah perkara yang salah, namun alangkah baiknya jika sebagai warga negara yang baik menyelaraskan kemampuan dalam menggunakan bahasa indonesia dengan bahasa asing.

Tanpa disadari,  masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan istilah-istilah dalam bahasa asing, dibandingkan menggunakan istilah-istilah dalam bahasa indonesia dengan baik dan benar. Padahal, istilah-istilah tersebut telah ada padanannya dalam kamus besar bahasa indonesia.  Hal ini menunjukkan bahwa istilah-istilah dalam bahasa indonesia tidak begitu populer dengan warganya sendiri. Salah satu yang menjadi faktor penyebabnya adalah minimnya koleksi kamus besar bahasa indonesia edisi terbaru. Dibandingkan dengan koleksi kamus-kamus bahasa asing yang jumlahnya mungkin tak terhitung. Dapat disimpulkan minat masyarakat dalam mempelajari bahasanya tersendiri sungguh memprihatinkan. Apabila hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin keberadaaan bahasa indonesia di tanah air sendiri dapat terancam punah.

Peran pemuda dalam melestarikan bahasa Indonesia

Menurut Garvin dan Mathiot, kesetiaan terhadap bahasa tertentu sangat dipengaruhi oleh faktor kebanggaan (pride) terhadap bahasanya. Militansi terhadap bahasa sendiri sangat ditentukan oleh prestise yang dimiliki.

Kecenderungan masyarakat lebih memilih untuk menggunakan bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia adalah salah satu bentuk penegasan lain bahwa masyarakatnya sendiri menganggap minimnya prestise bahasa Indonesia.

Di tengah-tengah mendunianya bahasa asing kedudukan bahasa Indonesia tidak boleh diabaikan begitu saja. Dengan segala kerumitan variasi bahasa Melayu/ Indonesia telah membakar semangat bangsa Indonesia pada masa pergerakan untuk merumuskan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ditengah-tengah masyarakat yang heterogen. Ditilik dari perjalanan sejarahnya maka bahasa Indonesia sangat identik dengan sikap nasionalisme bangsa Indonesai dari dahulu hingga sekarang.

Peran pemuda dalam melestarikan bahasa Indonesia menjadikan bahasa sebagai “benang merah”. Sebagai sarana pemersatu bagi bangsa Indonesia menghadapi dan hidup berdampingan dengan damai di lingkungan dunia yang penuh dengan globalisasi, dengan tetap berpegang teguh pada nasionalisme bahasa Indonesia. Jadi penggunaan Bahasa Asing yang identik dengan bahasa globlisasi dapat dipersatukan dengan Bahasa Indonesia sebagai perwakilan nasionalisme bangsa Indonesia. Karena bila dikaitkan antara keduanya ada hubungan saling keterkaitan dan saling menguntungkan

Di tengah derasnya arus globalisasi, eksistensi bahasa indonesia sebagai bahasa tanah air perlahan-lahan mulai terancam. Jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara indonesia. Hal ini sebagai,langkah preventif sejak dini. Pengaruh yang begitu besar yang diberikan oleh negar-negara lain dimana batas negara sudah tak dapat dipastikan.

Kecendrungan global harus dibalik menjadi kekuatan dan kecendrungan glokal. Globalisasi harus disikapi menjadi glokalisasi dalam konteks perkembangan dan pengmebangan bahasa. Sejatinya, banyak nilai lokal yang dapat digali dari kultur lokal.

Membangun sikap berbahasa yang baik iniliah yang menjadi fokus utama Tanpa sikap berbahasa yang baik dan benar dan rasa nasionalisme yang mengakar, mustahil bahasa Indonesia dapat bertahan dalam arus globalisasi. Bahasa Indonesia yang tidak baik, niscaya menjadi ancaman sekaligus prevoir (pengingat) bagi budaya dan masyarakat Indonesia yang tidak kukuh pula.



*Dina Fauziah

Aktivis Badan Perwakilan Mahasiswa Sampoerna School of Education

Humas KAMMI MADANI

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun