UU No.18 Tahun 2009 inilah, yang meluluh lantakkan usaha budidaya peternakan rakyat terutama unggas diseluruh Indonesia hingga kini. Peternakan Rakyat sudah tidak dapat berperan lagi secara utuh seperti semula. Hal ini bisa terjadi karena ada Pasal dalam UU ini yang membolehkan secara syah bahwa PMA dapat melakukan usaha budidaya peternakan unggas dan dapat pula menjual sepenuhnya hasil produksi mereka didalam pasar Indonesia termasuk pada pasar tradisional disamping PMA sudah lama memiliki usaha Breeding Farm dan pabrik pakan unggas. Sebagaimana tertuang pada UU No.6/1967,
"Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan" (Pasal 10 ayat 1) telah tercabut didalam UU No.18 Tahun 2009. Konspirasi ini diwujudkan disaat perputaran usaha perunggasan Nasional per tahun telah mencapai Rp. 130 Triliun saat itu. Menteri Pertanian ketika itu adalah
sdr. DR. Ir. Anton Apriyantono (kader politisi PKS). Sejak peluncuran UU No.18 Tahun 2009 hingga kini kekuasaan Presiden Jokowi, para perusahaan besar unggas terutama para perusahaan
PMA terintegrasi, telah mendominasi pangsa pasar unggas Nasional sebesar ±
80% dan perusahaan
PMDN ±
16% lalu
peternakan rakyat mandiri yang masih bertahan hanya tinggal ±
4% saja itupun tinggal menghitung hari menuju kebangkrutannya. Bisa dibayangkan berapa besarnya kerugian peternak rakyat serta pemerintah dalam sektor perunggasan ini. Pada kenyataannya, telah terjadi penciptaan pengangguran dari para peternak rakyat disamping kerugian modal yang dideritanya serta kerugian keterampilan budidaya unggas. Selanjutnya pemerintah telah menyia-nyiakan dana kumulatif ratusan triliun rupiah yang berasal dari rakyat sejak sosialisasi ayam ras hingga tahun 2009.
KEMBALI KE ARTIKEL