Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature Artikel Utama

Menjadi Pemulung di Gunung Sibayak

15 Juni 2012   09:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:57 1594 8

"Because it's there…"

Sepenggal kalimat di atas tentu tidak begitu asing bagi pendaki gunung di Indonesia maupun manca negara. Jawaban dan juga pernyataan dari pendaki gunung kawakan, George Mallory ini begitu melegenda saat di tanya kenapa hendak naik Gunung Everest di tahun 1920-an.

Seperti yang di ketahui, jawaban Malorry tersebut bisa jadi retorik. Namun bagi kelompok mahasiswa pecinta alam, yakni KOMPAS USU jawaban Mallory menemukan tempatnya yang jelas. “Ada banyak sampah di sana, bang” kata Johan pada saya saat di tanya kenapa ke Gunung Sibayak. Johan sendiri adalah anggota KOMPAS USU yang di tunjuk sebagai ketua pelaksana kegiatan aksi bersih gunung sibayak baru-baru ini.

Gunung Sibayak yang berada di Kabupaten Tanah Karo dan tidak jauh dari kota wisata Berastagi kerap didatangi wisatawan lokal ataupun asing. Melihat kemudahan aksesnya maka peluang gunung yang tingginya ini 2.094 meter ini menjadi kotor cukup besar. Saya sendiri kerap melihat timbunan sampah plastik dan pecahan botol kaca di dekat kawah sibayak. Butuh banyak tenaga dan waktu yang cukup agar membuat kawasan puncak sibayak yang berkawah menjadi bersih kembali.

Sungguh, saya sangat mendukung, ketika mendengar sekelompok mahasiswa pecinta alam (KOMPAS USU) berniat melakukan aksi bersih di Gunung Sibayak. Maka tanpa basa-basi saya pun turut bergabung bersama sekitar 60-an mahasiswa USU (Universitas Sumatera Utara) bergerak ke Gunung Sibayak pada hari Minggu yang cerah itu (10/6).

***

Pukul 10.05 Wib, dua bus dari Medan baru saja tiba di desa Semangat Gunung. Hawa dingin langsung menyergap dan sesekali di terpa angin kencang. Disini memang sedang memasuki masa musim pancaroba (musim peralihan). Segera, koordinator lapangan yang bertanggung jawab selama proses aksi bersih memberikan pengarahan tentang teknis pelaksanaan dan keselamatan. Setelah di rasa cukup, relawan aksi bersih langsung saja mulai mengutipi sampah yang umumya berupa plastik di dekat gerbang kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi - Sibayak.

Pendakian Gunung Sibayak dari Desa Semangat Gunung ini di kenal dengan nama jalur tangga. Jalur ini jika di lalui dengan normal, waktu tempuhnya sampai puncak kira-kira 1,5 – 2 jam lamanya. Menjadi jalur favorit karena merupakan jalur terdekat dan di tambah adanya fasilitas pemandian air panas yang tersebar di beberapa tempat di Desa Semangat Gunung ini.

Belum lagi sejam berjalan mengutipi sampah, napas mulai tersengal-sengal. Jalur mulai menanjak. Beberapa mahasiswa yang memang belum pernah naik gunung langsung terduduk di tengah jalur. Walau nampak wajah yang kelelahan namun masih terlihat sekilas senyum. Seorang lainnya mengingatkan untuk tidak memaksakan diri. Segera istirahat jika sudah merasa capek.

“Kami sengaja mengajak beberapa kelompok mahasiswa USU untuk bergabung didalam aksi ini. Disamping mengenalkan tentang wisata gunung, juga mengajak untuk turut peduli terhadap kondisi alam sekitarnya, khususnya masalah kebersihan di gunung ini.” Begitu Johan menjelaskan tentang niat dari aksi ini.

Tidak terasa berjalan, pendakian sudah sampai di kawasan perdu. Disini tidak banyak di jumpai sampah anorganik namun begitu mata harus jeli untuk melihatnya dibalik dedaunan busuk. Pelan-pelan beberapa mahasiswa yang memanggul karung berisi sampah mulai berjalan di tanjakan yang cukup licin. Diantaranya saling tolong menolong untuk bisa melewati beberaparintangan.

Menjelang batas vegetasi, angin kencang sekejab berhembus. Tiba-tiba kabut tebal menyelimuti. Walau tidak diiringi hujan. Namun suhu udara semakin turun. Jarak pandang pun sekitar delapan meteran saja. Disini jalur pendakian semakin terjal dan tidak ada pepohonan. Hanya celah jalur yang berbentuk parit terlihat. Namun begitu, para relawan ini tetap saja memunguti sampah plastik dan kain yang terlihat di sepanjang jalur. Apalagi beberapa anggota Kompas USU selaku panitia pelaksana tetap militan untuk mengutipi sampah sembari tetap mengawasi peserta lainnya.

Kurang dari satu jam, akhirnya kabut tebal itu tersibak. Namun kini angin kencang yang menderu-deru menghantami tubuh para mahasiswa ini di jalur pendakian yang mulai mendekati puncak. Walau tak ada lagi awan kelabu dan kabut di jalur namun angin kencang ini cukup berbahaya. Salah seorang panitia yang memakai mitela berwarna kuning mengingatkan seorang peserta yang terlihat terlalu dekat di bibir jurang. Bukan apa-apa, saya yang berat badan hampir 70 kg saja tergeser di hempas angin.

Pukul 13.30 Wib, semua relawan aksi bersih akhirnya berkumpul di puncak sibayak. Setelah di pastikan semuanya dalam keadaan lengkap dan baik-baik saja. Kemudian para “pemulung” ini turun kearah kawah Gunung Sibayak laluberistirahat sejenak dan makan siang.

Gunung Sibayak masuk dalam jajaran gunung api yang aktif di Sumatera Utara. Pasca letusan Gunung Sinabung tahun 2010 di Tanah Karo. Gunung yang puncaknya porak poranda akibat letusan sebelumnya ini pun semakin intens untuk di awasi.

Dengan memiliki kaldera yang lebarnya sekitar 900 meter, di Kawah Sibayak sendiri masih terdapat beberapa lapangan solfatara dan fumarol yang masih aktif. Para wisatawan kadangkala memang sengaja naik kepuncak dan turun mendekati kawah untuk sekedar melihat aktifitas solfatara yang bergemuruh dengan uap belerangnya.

Setelah makan siang, kemudian memulai lagi memunguti sampah-sampah anorganik di seputaran puncak. Ada banyak sampah plastik dan pecahan botol kaca. Disamping itu juga ada sampah kaleng-kaleng kemasan minuman dan makanan yang terserak diantara bebatuan vulkanik.

Kantung sampah yang berukuran 50 kg seketika saja terisi penuh. Beberapa orang bekerja sama menenteng karung dan berkeliling memunguti sampah. Karung-karung yang sudah penuh itu pun kemudian di ikat dan di kumpulkan di tengah-tengah. Tidak sadar sudah belasan karung yang terkumpul di puncak ini. Dan memang di kawasan puncak ini sampah paling banyak terdapat. Bahkan stok karung yang di bawa sampai habis untuk mengutipi sampah, tetap saja belum bersih.

Keadaan ini membawa ingatan saya akan ucapan klasik seorang teman dipenghujung tahun 90-an, dimana saya mahasiswa baru. “Jika tak sanggup untuk membersihkan gunung dari sampah. Paling tidak jangan meninggalkan sampah di sana.” Ucapannya ini jika di ikuti bagi siapa pun yang mendaki gunung tentu akan membuat gunung tetap bersih dan terjaga kelestariaanya. Hingga tidak perlu mewarisi sampah yang berserak di gunung dan menuai caci maki anak cucu kita kelak. Betul tidak?

Memang, aksi yang merupakan satu rentetan dengan peringatan hari lingkungan hidup sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni ini tidak menargetkan puncak gunung ini bersih total. Namun setidaknya mampu mengajak kalangan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa untuk berperan nyata. Dengan ikut aksi ini mudah-mudahan akan timbul rasa peduli pada lingkungan dan cinta tanah air. Semoga.

Salam lestari!

Foto-foto & Teks: Dedy Zulkifli

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun