Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Siapa Perduli dengan Siapa (Kisah Kampus)

31 Mei 2012   14:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33 194 0
Lembaga kemahasiswaan adalah lembaga yang menaungi semua aspirasi mahasiswa. Ya, bisa dibilang lembaga kemahasiswaan itu sebuah institusi untuk para mahasiswa. Sebuah tempat dimana mahasiswa dapat menuangkan ide, gagasan, pemikiran, dan bahkan keresahannya terhadap kebijakan kampus yang membuat stres kepala dan segala situasi yang terjadi di lingkungan kampus, atas maupun bawah.

Kenapa saya bilang atas maupun bawah.

Arti dari atas adalah semua yang berkaitan dengan birokrasi dan kebijakan kampus. Khususnya FIKOM (Fakultas Ilmu Komunikasi). Dekan dan segala macam jajaranya, Tapi tidak dengan OB (office boy), tukang parkir, dan satpam.

Arti bawah adalah mahasiswa, mungkin OB dan teman-temannya itu juga bisa masuk disini, ”pejabat-pejabat” mahasiswa seperti MPM (Majelis Perwakilan Mahasiswa), DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), SENMA (Senat Mahasiswa), Dan semua aktivis mahasiswa yang bergerak di segala bidang yang berbeda seperti, aktivis pers mahasiswa MP (Media Publica), aktivis seni dan musik Teater fikom dan Kosmik, dan banyak lainnya. (kita berbicara dalam lingkup FIKOM).

Kenapa saya menyebutkan ”pejabat” mahasiswa berada di kalangan bawah. Karena status mereka tetap mahasiswa. Sekeras apapun mereka berteriak, sekencang apapun mereka menekan, dan segigih apapun mereka berjuang. Tetap semua keputusan akhir berada di tangan kalangan atas. Kecuali jika semua mahasiswa berpikiran sama dengan ”pejabat-pejabat” itu dan mau membantu para ”pejabat” ini. Mungkin akan berbalik keadaanya. Kalangan bawah yang akan memegang kendali dan kalangan atas akan tunduk pada semua tuntutan kalangan bawah. Entah dengan cara frontal ataupun birokratis.

Namun sayangnya, hanya sedikit mahasiswa yang mau membantu mereka. Atau lebih parahnya, hanya sedikit yang sadar akan apa yang mereka perjuangkan untuk mahasiswa. (namun itu jika benar perjuangannya untuk mahasiswa).

Esensi Yang Jelas

banyak keluhan yang masuk ke pintu DPM. Para aktivis mediapun gencar memberitakannya. Bisa dibilang bahwa aktivis pers mahasiswa ini hampir berperan sama dengan DPM kita. DPM menerima keluhan, media menyebarkan hasutan agar semua mahasiswa bisa memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka. Ingat bos, hak mahasiswa bukan hanya menerima kuliah di kelas. Mendapatkan kenyamanan agar penerimaan kuliah bisa berjalan mulus juga merupakan hak. Mungkin terdengar kasar ya jika disebut hasutan, namun menurut saya, berita yang baik ya berita yang menghasut. Entah itu hasutan kearah yang baik ataupun yang buruk. Kan ada masyarakat yang mengontrolnya.

Memang jika dilihat dari esensinya, mahasiswa itu hanya belajar. Mereka bukan wakil dari siapa-siapa yang harus memperjuangkan hak siapa-siapa. Namun jika bukan mahasiswa itu sendiri yang membela hak mereka, lalu siapa?

Lalu bagaimana dengan mahasiswa apatis, atau lebih parahnya skeptis. Mereka tidak mau ambil pusing tentang apa yang terjadi di kampus. Yang lebih penting bagi mereka hanyalah sesegera mungkin menyelesaikan kuliah, bekerja dan berkeluarga. Tapi, itu masih lebih bagus daripada mahasiswa yang selalu berkoar-berkoar tanpa ada tindakan yang kongkrit. Kalo kata temen-temen itu NATO (No Action Talk Only).

Siapa membela siapa

Memangnya ada permasalahan apa sih di kampus kita sampai-sampai harus menggolong-golongkan mahasiswa. Kritis, anarkis, apatis, skeptis? Apa pentingnya semua golongan itu? Apa bisa lulus dengan cepat jika menganut golongan-golongan itu? Kuliah kan mahal, semakin lama, semakin kasihan orang tua kita. Terlebih untuk mereka yang membayar uang kuliah dengan keringatnya sendiri.

Permasalahan yang mungkin seringkali dirasakan mahasiswa adalah fasilitas. Memang hanya itu yang bisa dilihat dengan kasat mata.Contoh kecilnya, papan billboard danamon di depan kampus. Hanya beberapa orang saja yang merasa terusik. Selebihnya mungkin hanya akan menjawab ”biasa saja” jika ditanya tentang billboard itu. Memang billboard tersebut bukan merupakan fasilitas, namun alangkah lebih elok dipandang jika yang terpampang di depan kampus itu adalah sesuatu yang menunjukkan jati diri kampusnya.

Sebuah pengalaman terjadi pada lulusan 2009 yang saya kenal. Beliau mendapatkan kesempatan mengikuti beberapa tes sebagai calon reporter di sebuah media yang cukup terkenal di Indonesia. Saat berkenalan dan berbincang-bincang dengan beberapa orang yang mengikuti tes tersebut, tidak satupun yang mengetahui keberadaan kampusnya. ”moestopo, dimana tuh? Swasta ya? belum pernah denger.” nah lo, bingung dah jelasinnya gimana kalau ada yang nanya begitu. Atau yang lebih parahnya, kampus kita lebih sering dikenal dengan ayam kampusnya atau dengan artisnya. Untuk para calon mahasiswa yang sedang mencari universitas, itu bisa membingungkan bila orang tua mereka bertanya tentang kredibilitas calon kampus yang akan dimasuki anaknya.

Biasanya yang paling sering dikeluhkan itu lahan parkir, kamar mandi, dan perangkat belajar mengajar di kelas yang tidak nyaman. Siapa yang akan merubah itu semua jika bukan mahasiswanya sendiri. Mungkin saya tidak punya kapasitas apapun untuk menulis ini. Tapi hanya sekedar menyampaikan perasaan maupun pengalaman yang saya rasakan dan saya lihat, itu tidak masalah kan?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun