Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Curahan Manusia Yang Ingin Menjadi Penulis

31 Januari 2014   13:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:17 548 2
Sudah lama aku menggandrungi dunia tulis menulis, bahkan aku menancapkan cita-cita dengan begitu kuat bahwa aku harus menjadi seorang penulis. Menulis itu hidup, dan dengan menulis aku akan lebih bisa merasakan hidup.

Sewaktu SMA dulu aku baru tahu tentang puisi, mesti belum aku mengerti arti dari setiap baitnya. Tapi entah aku begitu menikmati keindahan-keindahan kata yang tersaji. Banyak kata asing yang tidak ku tahu apa artinya. Ya, modal sok tahu aja dengan membaca satuan kalimat mungkin akan bisa membuatku memahami satuan kata yang kadang tidak ku tahu arti resmi pastinya.

Kahlil Gibran, dengan puisi cinta yang begitu puitisnya mengajakku mulai menikmati lelaguan mutiara hati. Sedikit demi sedikit aku mulai menulis  kata demi kata yang ku sambungkan menjadi kalimat, bait demi bait, yang tidak ku tahu apakah itu layak disebut puisi atau tidak. Yang penting ku tuliskan saja isi hatiku, semauku sebisaku.

Aku berangsur menekuni dunia baca yang mengasyikkan, melepas nyata, menyatu bersama cerita sebuah karya penulisnya. Sambil membaca aku mengkhayalkan setiap tragedi kisahnya. Memang benar jika hanya penulisnyalah yang tahu tentang kisah yang sesungguhnya. Tapi dengan menghayati seorang pembaca akan mengikuti laju khayalalnya sendiri, dengan tokoh yang ia ciptakan sendiri, dengan keadaan yang ia bayangkan sendiri.

Buku demi buku pun aku lahap meski kadang tak ku selesaikan, kebiasaan sok tahuku belum juga hilang waktu itu. Mudah saja aku menyimpulkan, paling endingnya seperti ini. Tapi lambat laun aku buang kesoktahuan itu, bagiku tidak menyelesaikan sebuah buku sama halnya dengan menggantungkan suatu masalah tanpa tahu jalan keluar untuk memecahkan masalah itu hingga benar-benar tuntas.

Aku semakin benar-benar ingin mewujudkan impian sebagai seorang penulis yang diakui, bukan hanya penulis yang hanya bisa dinikmati sendiri. Faceebook mengantarkanku untuk mempublikasi coretanku, lama-lama aku sedikit malu. Dengan status yang mendayu membuatku nampak cengeng bagi para temanku yang tidak mengerti makna kedalaman sebuah kata. Bukan sekali dua kali, tapi berkali-kali aku diejek temanku dengan status yang aku buat yang aku anggap puisi. Akhirnya aku menutup diri dari membuat puisi di statusku.

Ada seorang teman facebook yang diam-diam meneliti setiap tulisanku, sampai pada akhirnya dia mengirim pesan padaku. Yang intinya dia mau memasukkanku pada sebuah grup tulis-menulis di facebook. Aku kegirangan sekali menanggapinya, mungkin ini akan mempermudahku menemukan orang-orang yang sejenis dan sepemikiran denganku. Aku akan dimasukkan olehnya pada sebuah grup dengan syarat aku harus mengganti nama facebookku dengan nama asli. Kebetulan aku tidak memakai nama asli dalam facbookku. Dan ternyata facebookku itu sudah tidak bisa lagi diganti namanya karena mungkin sudah terlalu banyak dig0nta-ganti.

Akhirnya Aku memutuskan untuk membuat facebook baru dengan nama asliku yang sedikit aku samarka biar aku bisa lebih leluasa menikmati puisi dalam statusku agar jarang ada orang yang tahu kalau itu aku, aku juga tidak memajang fotoku di profil.

Aku masuk grup demi grup yang berhamburan, sampai berpuluh-puluh grup. Lama-lama aku jadi bosan tidak tahu mengapa. Memang benar ada begitu banyak orang yang sejenis denganku yang bercita-cita menjadi seorang penulis. Tapi ternyata menjalin suatu hubungan silaturrahmi tidak semudah mengedipkan mata. Terlalu banyak orang sombong di muka bumi ini ternyata, sama-sama merangkak tapi tidak mau membaantu sesama yang masih dalam tahap belajar. Baru beberapa antologi saja yang diterbitkan sudah sombongnya minta ampun. Sudah merasa seorang penulis besar, sudah merasa lebih pintar dan lebih lihai dari yang lainnya.

Aku yang memang teramat ingin berteman dengan para penulis membuatku terkadang enggan untuk sekedar menyapa jika aku ingat kesombongan mereka yang aku sapa tanpa menemu jawab mereka. Meskipun hati ini tetap berharap aku akan masuk dan berkenalan akrab, bersenggama, bercumbu dekat dengan para penulis yang hebat.  Aku kerap berharap bisa measuk dalam suatu komunitas tulis-menulis yang nyata. Tapi sayang, di daerahku jarang sekali ada seseorang yang memiliki mimpi sama sepertiku.

Aku memang hidup di sebuah desa kecil di Jawa Tengah yang jarang sekali aku menjumpai mereka yang gemar menulis. Apalagi rumahku yang lumayan jauh dari kota. Desa Bawang, Kabupaten Batang letaknya. Bertahun-tahun aku belum juga menemukan komunitas tulis-menulis di sini. Haruskah aku beranjak dari sini dan berpindah ke kota agar aku tidak kesusahan untuk menemukan manusia-manusia pecinta sastra?.

Bahkan sampai saat ini harapanku yang satu itu belum juga terlaksana. Memiliki suatu komunitas, memiliki wadah, dalam satu cita-cita yang ingin dijadikan nyata. Akhir-akhir ini aku bosa main facebook. Aku cenderung lebih suka bercakap-cakap di kompasiana. Bagiku kompasiana lebih bisa menghargai suatu karya, dimana orang-orangnya juga memang para penikmat tulis-menulis.

Hanya saja memang ada sedikit keganjalan yang aku temui. Beberapa kali aku menulis puisi di kompasiana sebelumnya selalu banyak yang baca menurut jumlah yang tertera pada tulisan yang aku terbitkan. Paling sedikit sepertinya ada lima puluh yang membaca, bahkan dulu sempat sekali puisiku menjadi HL, dengan jumlah pembaca 470. Itu adalah suatu kebanggan tersendiri bagiku, aku yang belum tahu waktu itu, aku kira dengan menjadi HL bisa terbit di koran kompas, eh ternyata tidak, hehe. Tapi sekarang entah penikmat fiksi semakin langka atau puisiku yang tidak bagus aku tidak tahu. Yang tadinya selalu 50 lebih jumlah pembaca, sekarang kok jadi sedikit sekali. Nggak pernah bisa sampai tembus 50 pembaca, paling dua puluh lebih pun sedikit. Ada apa sebenarnya??? ah entah aku tidak tahu alasan pastinya. Hanya saja ada dua pendapatku.
1. Pembaca fiksi semakin langka
2. Karyaku yang tidak bagus dan tidak layak untuk dibaca
Sudahlah biar menjadi rahasia diantara rahasia kompasiana.

Bertahun-tahun aku ingin menerbitkan buku, sayang sekali cita-cita itu belum juga bisa terwujud. Mungkin aku yang belum bisa berkonsisten pada diri sendiri. Aku memang belum begitu tahu tentang teori menulis, bagaimana tatacara yang baik dan benar. Aku terbiasa menuliskan apa saja semauku, membaca adalah belajar bagiku.

Aku yang lebih cenderung terbiasa menulis puisi pun ingin membuat novel, katanya buku kumpulan puisi di jaman sekarang ini lebih susah untuk diterbitkan. Maka dari itu mau tidak mau aku harus berusaha membuat novel. Membuat novel bukan hal yang mudah bagiku, sedang cerpen saja tak jarang aku keteteran. Akan menjadi suatu kerja yang teramat keras bagiku. Tapi inilah bagian dari tantangan menulis yang harus aku temui. Meskipun sampai sekarang tetap saja aku belum bisa membuatnya.

Apalah arti sebuah cita-cita jika tanpa perjuangan
Apalah arti sebuah cita-cita tanpa bergerak untuk mewujudkannya
Apalah arti cita-cita jika hanya khayalan semata
Apalah arti cita-cita jika tanpa hanya berharap tanpa usaha

Sejak lulus SMA aku sudah bertekad ingin menjadi penulis, aku memang tak berminat untuk melanjutkan kuliah seperti teman-teman yang lainnya. Alasannya adalah, tidak mau merepotkan orang tua karena sadar diri seperti apa keadaan ekonomi keluargaku, dan yang ke dua bagiku seorang penulis tidak harus kuliah untuk meraih cita-citanya. Bagiku ilmu sastra tidak hanya diajarkan di sekolah saja, ilmu sastra adalah ilmu hati, ilmu yang bisa diraih jika mau belajar dan belajar. Ilmu sastra adalah ilmu yang tak membutuhkan gelar sarjana, ilmu sastra adalah ilmu yang tak memiliki takaran dan aturan pasti. Begitu fikirku.

Saat aku menulis adalah saat dimana aku dalam kebebasan yang nyata, aku bisa meraih apapun yang aku mau. Aku bisa menjadi seperti ini dan seperti itu. Aku bisa mengkritik sini mengkritik sana, aku bisa menasehati diri sendiri, dia, juga mereka. Dengan menulis hatiku mampu berbicara dengan sejujurnya. Satu hal yang aku tanamkan, yaitu menghasilkan tulisan yang bermanfaat bagi diri sendiri juga orang lain.

Begitu sekilas tentang mimpiku sebagai seorang penulis usang yang belum mampu berkonsisten juga komitmen pada cita-cita diri. Mungkin lain waktu aku akan menuliskan lagi cerita tentang aku dan hidupku, insyallah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun