[caption id="attachment_151727" align="aligncenter" width="372" caption="Penguasa"][/caption]
Di tangan penguasa, kata-kata menjadi pedang yang menebas leher siapa saja. Juga benteng yang akan memagarinya, sehingga mereka bisa mengabadikan kerakusan dan kesewenang-wenangan. Kata-kata bisa menjadi tali-temali yang siap menggantung dan menjerat lehermu, sehingga kau mati perlahan-lahan. Dengan kata – kata, penguasa bisa merampas hak dan menindas rakyat, dengan tetap di puja – puja sebagai pahlawan.
Atas nama kata “Pembangunan”, bertahun –tahun penguasa merampas tanah, rumah, kedamaian, dan juga nyawa sebagian bangsa ini. Bertameng kata “Komunis”, “Sparatis”, “Subversif”, “Pembangkang”, penguasa menculik, membunuh putra – putri terbaik di Negeri ini. Mereka para pemberani yang lantang menyuarakan suara rakyat yang dibungkam.
Lalu, dengan kata – kata pula penguasa terus menerus mengelak dari kewajiban terhadap warganya. Ketika engkau miskin apa yang akan dilakukan oleh para penguasa kepadamu? Mengubah statusmu menjadi kurang mampu atau prasejatera. Dan kau akan memuja dan berterima kasih padanya, walaupun perutmu masih keroncongan dan penderitaan makin menindih punggungmu. Ketika engkau tak punya rumah, penguasa akan selesai tugasnya setelah mengubah namamu menjadi tuna wisma. Ketika engkau adalah seorang pelacur, penguasa akan engkau anggap berjasa kepadamu jika telah mengubah julukanmu menjadi tuna susila.
Dengan kata –kata penguasa terus meninabobokanmu dan mengajarimu bagaimana cara menipu diri sendiri. Mengingkari kenyataan dan membenarkan yang membuatmu gerah dengan menciptakan jagad imajinasi, harapan – harapan, mimpi – mimpi sampai kau merasa semua persoalan selesai, kemudian perlahan – lahan mereka meloroti harta bendamu yang tinggal sedikit.
Engkau tahu semua yang terjadi. Engkau tahu bahwa dari hari kau di bohongi, bahwa mulut mereka tak pernah bisa dipercaya dan lidah mereka berlumur bisa. Namun, kenapa kau selalu tak kuasa untuk menolak bujuk rayunya? Menurut begitu saja diseret ke jurang kesengsaraan. Kenapa kau tak berani bersikap, seperti mereka saat memukulkan gagang senapan dikepalamu, atau mereka menembakkan peluru didada kawan-kawanmu. Kau bangkit, protes dan memberontak kepada mereka.
Engkau juga berkali-kali mengatakan kepadaku, bahwa yang menggelontor dari mulut mereka lewat televise, Koran, radio, dan buku-buku itu tak lebih dari omong kosong yang tak akan membantumu apa-apa. Rentengan kata-kata sampah, yang akan semakin menjauhkanmu dari kesejahteraan, dan akan semakin memapankan mereka dalam keangkuhan kekuasaan. Namun, sekali lagi kenapa telingamu yang sudah merah mendarah itu tak jua jemu mendengarnya, matamu yang juga sudah seperti api tak juga mau berhenti memelototi, walaupun kata-kata umpatan sudah berbusa-busa muncrat dari mulutmu.
Wahai engkau pemuja kejujuran, mungkinkah engkau bingung untuk memilahkan mana yang jujur dan yang bohong. Ketika tatanan dunia ini sudah begitu ruwet. Orang-orang lewat symbol semu jubah dan status selama ini kau yakini jujur dan dapat dipercaya, ternyata mereka pun sudah bergumul dengan kemunafikan. Lembaga dan institusi dimana kau gantungkan mimpi, bahwa keadilan, kedamaian, keamanan lahir darinya pun kini sudah tak mungkin lagi untuk terus kau harapkan. Mungkin, kau sekarang ini sedang menderita putus asa yang akut karenanya.
Lalu, kepada siapa lagi jutaan manusia yang berdiri menengadah ke langit itu akan berharap ketika orang-orang berani sudah dibantai penguasa, sementara orang-orang sepertimu pun semakin gamang memahami kenyataan ini. Sampai kapan mereka akan memendam kekhawatiran, ketakutan, dan harapan ketika kau pun tak berani menumbuhkan keberanianmu untuk membela mereka. ketika kau diam-diam mempersiapkan diri untuk menjadi penjilat dan menjadi anjing kekuasaan yang tiran.
Apalah arti kecerdasan otakmu, kekayaan uangmu dan kepopuleran namamu, ketika dengan semua yang kau miliki itu engkau tak bisa berbuat sesuatu yang berarti bagi sesame. Bagi mereka kaum tertindas, jutaan manusia yang diintip kematian, dirampas haknya, dan diteror ketakutan. Sementara kau Justru menjadi pengecut yang terus bersembunyi diketiak kecut penguasa. Kalau seandainya yang terjadi seperti itu kepadamu, maka kau tak lebih berharga dari sampah busuk. Mungkin, kau adalah korban kata-kata para penguasa. Kemanusiaanmu telah dikerdilkan, rasamu telah dimatikan, pola pikirmu telah diseragamkan dank au telah menjadi babunya.