Banyak terjadi keresahan di lingkup mahasiswa Psikologi. Salah satunya adalah mengenai alat tes psikologis. Saat ini banyak alat tes psikologis yang dijual dengan harga murah. Bahkan tidak jarang alat tersebut diperbanyak dengan cara di fotocopy. Seseorang bisa mendapatkan alat tes hanya dengan mengeluarkan kocek 5000 rupiah. Selain itu, alat tes tersebut banyak digunakan oleh orang-orang non psikolog. Banyak biro-biro Psikologi yang tingkat ketepatannya meragukan. HIMPSI (Himpunan Psikolog) yang diharapkan menjadi polisi kode etik psikologi hingga saat ini belum mampu menangani indisipliner tersebut.
HIMPSI yang merupakan organisasi Psikologi bertaraf nasional rupanya tidak terlalu populis dikalangan mahasiswa pada umumnya. Mahasiswa tidak benar-benar mengenal dan mengetahui seluk beluk HIMPSI. Banyak mahasiswa yang tidak tahu cara untuk ikut aktif di dalam HIMPSI, sehingga HIMPSI seolah menjadi organisasi eksklusif yang sulit tersentuh.
Sementara itu, Psikologi menjadi begitu populer sehingga fakuktas/prodi Psikologi saat ini jumlahnya bertambah hingga mencapai 148. Begitu populernya sampai-sampai tidak sedikit artis yang jika ditanyakan kelanjutan studinya mengatakan ingin belajar psikologi. Ini perkembangan yang menakjubkan sekaligus mengagetkan. Sehingga menjadi pertanyaan besar, bagaimana kelanjutan karir para mahasiswa lulusan Psikologi? Permasalah lapangan pekerjaan yang rumit ini memang masih membalit Indonesia sebagai negara berkembang. Besar dugaan, banyak lapangan psikologi yang belum tergarap. Misalnya bagaimana menggarap Panti Jompo, Panti Asuhan, atau Kampung Pemulung. Tentunya tiap mahasiswa memiliki konsennya masing-masing, dan tidak harus selalu dalam ranah sosial. Namun yang perlu digaris bawahi adalah pentingnya lapangan pekerjaan bagi para psikolog harus menjadi kajian khusus, sehingga para lulusan psikologi memiliki titik terang dalam menelusuri jalan karir.
Pada milis psikologiindonesia, ada salah seorang yang bertanya mengenai dua hal, yaitu;
- Apakah ada kontrol terhadap pendidikan metoda assessement psikologis?
- Apakah ada kontrol terhadap V&R (validity Reliability) dari alat assessement yang di gunakan oleh praktisi profesi Psikolog?
Hal ini dijawab oleh anggota milis lainnya. Kontrol terhadap pendidikan metode assessment psikologis diusahakan melalui kegiatan- kegiatan kolokium antar Fak.Psi berbagai Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia/wilayah. Tidak diketahui persis bagaimana kesepakatan antara HIMPSI dengan PT2 disini, siapa yang akan mengkoordinir kegiatan2 tersebut. Sementara itu BSNP (Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan) dalam melakukan Standardisasi Pendidikan (Profesi) akan sampai kepada standardisasi kualifikasi pengajar dan sistem pendidikannya.
BNSP dalam usahanya melakukan standardisasi Profesi para Psikolog akan membentuk LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yg bertugas melakukan Verifikasi dan asesmen (untuk memenuhi persyaratan) sertifikasi profesi psikolog. Maka LSP ini akan menerbitkan Certificate bagi Psikolog Profesi, sesuai dg klasifikasi dan level yg dikembangkannya. Dengan adanya LSP ini maka pengendalian atas pengembangan IPTek di bidang Psikologi akan dilakukan melalui kerja sama diantara 3 fungsi (lembaga), yakni:
- Fungsi Pendidikan oleh PT,
- Fungsi R/D oleh PT dan Praktisi perorangan maupun Biro (Industri) Psikologi,
- Fungsi standardisasi dan Sertifikasi oleh LSP.
Lalu dimana posisi Organisasi Profesi (HIMPSI) dalam hubungan ini ? Badan ini adalah organisasi dari psikolog (profesi) tersebut, yang tugasnya adalah membina anggota-anggotanya agar memenuhi persyaratan-persyaratan kualifikasi diatas. Alat pengendali organisasi ini adalah "Ijin Praktek". Jadi ijin praktek beda denga Certificate Profesi. Dengan mekanisme pengendalian oleh ketiga (ke-empat dengan orang profesi) inilah maka terjadi Swing Up Mechanism dalam pengembangan IPTEK Psikologi. Khususnya utk pengendalian alat ukur (asesmen) psikologi, dilakukan melalui sertifikasi atas Psikolog Psikometri. Begitu seseorang psikolog psikometri di certified, maka ia mendapat License untuk bisa menerbitkan "stempel" yg di "cap" -kan di setiap lembar Alat ukur Psikologi. Dengan dianamakan "Intellectual Property Right" dari pencipta alat ukur dapat dijaga. Memang dalam masa transisi ini akan ada alat ukur yg sdh menjadi "Community domain", yg dalam hal ini mungin dapat di wakilkan kepada PT terkait, sehingga bagi para praktisi profesi diatas dapat membelinya di PT yang ia kenal.
Kalau Sistem tersebut sudah jadi, maka tugas masing-masing fungsi tersebut untuk sosialisasi kepada masyarakat pengguna asesmen psikologi. It is a long way to go. But that's it. Begitulah penjelasan salah seorang di milis tersebut.
Bila diringkas, point penting dari masalah-masalah di atas adalah;
- Ketidak jelasan penggunaan alat tes psikologis
- Minimnya informasi seputar HIMPSI
- Belum tergarapnya lapangan pekerjaan Psikologi
- Informasi sertifikasi profesi Psikolog yang simpangsiur dan rumit
Permasalahan seperti yang dijabarkan di atas hanya sebagian kecil dari keresahan mahasiswa Psikologi. ILMPI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa Psikologi Nasional memiliki peran penting dalam menanggapi dan mencarikan solusi terbaik untuk issue-issue tersebut. Langkah kongkrit yang perlu dilakukan adalah melakukan Koordinasi Nasional dengan wilayah-wilayah yang telah terbentuk untuk kemudian membahas secara mendalam issue-issue tersebut sehingga dapat dicarikan solusi bersama.
Penulis : GNE
(tolong bantu sebarkan ke temen-temen psikologi yang lain ya)
Terimaksih.