1. Bahwa akhir-akhir ini secara sadar ataupun tidak, kebersamaan kita sebagai sebuah negara bangsa seakan tergugat oleh bangkitnya sentimen primordial baik itu semangat kesukuan ataupun keagamaan , “bahkan tidak jarang anak bangsa ini mengganti dasar negara ini dengan landasan primordial agama dan lainnya”
2. Kita dihadapkan pada maraknya praktek kekerasan yang dilakukan sekelompok orang yang merasa menjadi wakil kebenaran di muka bumi. Contohnya atas nama agama yang jelas mengusik sendi untama kehidupan bangsa ini yaitu toleransi, “Padahal jelas tanpa toleransi dan moderasi yang didasarkan pada semangat kebinekaan, mengelola kehidupan yang majemuk seakan mustahil dilakukan”
3. Proses pembangunan kita saat ini bisa dikatakan sistem “hitman” yang tidak berpihak pada rakyat bangsa sendiri dan malah menyedot kekuasaan. Proses pembangunan lebih memilih sistem dan kebijakan pembangunan neoliberalisme dan neo-kapitalisme dibanding merujuk pada sistem ekonomi seperti yang diamanatkan UUD 1945 pasal 33
4. Bahwa proses demokrasi yang sedang berlangsung saat ini bukan lagi demokrasi kerakyatan melainkan demokrasi prosedural yang menyibukkan diri pada teknis prosedur demoktrasi dimana rakyat hanya dibutuhkan ketika ada tuntutan legitimasi prosedural namun tidak memberi banyak manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Saat ini kita dipimpin oleh pemimpin dan wakil yang duduk karena dibayar dan membayar, sibuk mengurusi diri daripada urusi rakyat. Padahal seharusnya negeri ini dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, bukan oleh pribadi-pribadi yang ada saja.
Ini disampaikannya sebagai pemantik diskusi pada diskusi dan buka bersama Yayasan PUSAKA, 23 agustus 2011 di Padang. Sudarto juga menyampaikan lima karakter bangsa Indonesia yang dapat dicermati dari setiap sila dalam PANCASLIA, yakni :
1. Dilihat dari perspektif manapun, indonesia adalah negara bangsa yang religius. (alinea ke-3 pembukaan UU 1945 : bahwa kemerdekaan Indonesia hanya akan bisa dicapai atas berkat rahmat Allah)
2. Nusantara kita adalah tempat penyerbukan silang budaya, indonesia adalah “taman sari” peradaban dengan segala pusparagamnya, sehingga tidak satu unsur budayapun yang seharusnya merasa anak emas, perak atau perunggu.
3. Tujuan didirikan bangsa ini adalah untuk mewujudkan keadilan dalam kemakmuran karena memang bumi pertiwi ini sesungguhnya adalah gugusan kemakmuran, maka menjadi haram jika masih ada kemiskinan di Indonesia.
4. Demokrasi kita adalah demokrasi kerakyatan yang menjadikan rakyat pemegang daulat. Kita mengenal “gotong-royong” , inilah yang oleh para pendiri bangsa kita ekonomi kerakyatan.
5. Sebagai konsekuensi logis sebagai negara religius maka mewujudkan keadilan dalam kemakmuran, selain harus dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia, juga kepada Tuhan Yang Maha esa.
Kelima poin inilah yang dapat kita tangkap dari penelaahan atas dasar negar PANCASILA, ujar Sudarto. “PANCASILA adalah rumah kita dan PANCASILA adalah identitas kita, maka kita tarik kembali bahwa kita adalah bineka tunggal ika” tambahnya. Sudarto adalah ketua Badan pengurus Yayasan PUSAKA Padang.
Dalam diskusi tersebut hadir LBH Padang, PBHI SUMBAR, dan perwakilan komunitas agama yang ada di kota padang (Katolik, Kristen, Budha, Hindu, NU dan muhammadiah), dan semua aktif dalam mengemukakan gagasan masing-masing dengan suasana kebersamaan.
Bapak Sumardjono mengatakan bahwa ia tidak heran dengan kejadian-kejadian yang terjadi belakangan karena dari awal negeri ini ada gejalana sudah ada dan tidak tampak saat itu karena sukarno adalah pendiri bangsa ini yang memiliki cita-cita serta tidak ada apa-apa zaman itu, sedang pada masa Suharto digebuk terus dengan P4, maka muncullah di masa reformasi yang edan-edanan ini. “Reformasi seolah baik tapi tidak terkontrol” kata anggota FKUB Sumbar ini. Ia mengusulkan untuk memperkuat empat pilar kebangsaan yang ada, ketegasan terhadap mafia hukum dengan bersumber pada pengakuan, penghargaan, penghormatan semua golongan termasuk agama. “Jelas-jelas kalau ada masalah dan tidak ada penyelesaian, Pemerintah Daerah harus memberikan tempat untuk beribadah , tapi ini tidak berjalan di negeri ini” katanya tegas.
Beberapa peserta diskusi menyampaikan hal yang sama tentang penghargaan dan penghormatan dengan kelompok agama yang ada. Suharyati (PBHI Sumbar) menyatakan bahwa semua aturan yang dibuat pemerintah baik secara bormatif, namun prakteknyabelum tentu. Khairul (KPMM) menyampaikan bahwa tekadang masalah-masalah yanga da itu bersumber dari aturan yang ada dan didukung dengan pemerintah yang tidak tegas dan penegakan hukum yang tidak jalan. “maka kita harus bengun komunikasi dan konsolidasi terus, karena kita adalah korban partai politik dan pemerintah yang menggunakan aturan tpi tidak menjiwainya” ujarnya
PUSAKA lahir berdiri tahun 2000 sebagai respon para pendirinya akan konflik yang terjadi dimana-mana yang dianggap sebagai respon demokrasi atas 32 tahun yang telah dijalani sebelumnya. PUSAKA kini fokus terhadap isu pluralisme.