Seperti yang dikisahkan oleh mahasiswa di negeri jiran ini sebut saja nama dia Egha. Egha ini dengan bermodalkan semangat dan kepercayaan, dia sangat ingin kuliah di luar negeri walaupun hanya memiliki modal pas pasan (*modal tampan misalnya) bahkan tidak cukup untuk kehidupan disana nantinya.
Hanya kepercayaan bahwa kebanyakan orang-orang yang sukses bukanlah orang yang pintar ataupun cerdas melainkan orang yang bisa menguasai waktunya sehingga bisa mengaturnya dengan baik, disiplin disegala hal, fokus, berpikiran positif, mau belajar dari kesalahan, kerja keras disertai doa adalah kunci utama kesuksesan itu.
Dengan bermodalkan keyakinan tersebut Egha pun mendaftarkan dirinya di salah satu universitas terkemuka di negeri jiran setelah kelulusannya di salah satu universitas di Makassar 2009 lalu.
Warnet (warung internet) bukan warung bakso. Warnet adalah pilihan untuk menjalankan misinya, karena kemudahan teknologi dia mendaftarkan dan mengirimkan segala berkas yang diperlukan dan mengirim soft copy langsung ke universitas yang dituju.
Dua sampai tiga bulan menanti kabar tentang kelulusannya dan diterima di universitas tersebut, juli 2010 kabar gembira itu pun datang di email, namun terkendala persoalan syarat toefl/ielts yah bahasa gitu.
Dia pun memikirkan apa yang harus dia lakukan supaya keinginannya terwujud, Egha pun hijrah ke Pare Kediri Jawa Timur untuk menimba ilmu bahasa inggris, konon disana orang bisa cepat pandai untuk percakapan dalam waktu yang singkat jika orang itu serius.
Egha pun berangkat seorang diri walau sebelumnya tak pernah menginjakkan kaki di tanah Jawa, itu adalah pengalaman pertama yang pertama dan tidak akan pernah dia lupakan, akhirnya 2 bulan di jalaninya namun hanya sedikit perubahan dan belum cukup untuk melancarakan urusannya kuliah di luar.
Rasa penyesalan menghampiri dan selalu bertanya di benaknya *kenapa bukan dari dulu aku belajarnya, kenapa aku tidak tertarik untuk belajar ketika bangku sekolah dan kenapa aku diberi pikiran kalau bahasa inggris itu tidak penting karena aku tidak mau ke luar negeri. Katanya!!!
Namun keadaan itu memukul balik dirinya dan baru disadari betapa pentingnya bahasa internasional untuk kemudahan berinteraksi dengan dunia luar.
Dia pun harus berangkat keluar negeri untuk memastikan kelulusannya, sesampainya disana masih dengan masalah yang sama maka dia diharuskan untuk kursus bahasa inggris di universitas tersebut sebagai persyaratan untuk melanjutkan kuliah, dia pun dengan ihklas menjalaninya mulai dari level terendah sampai selesai.
Enam bulan pun dijalaninya untuk kursus tersebut dengan suka duka bersama orang dari negara kita, disana dia berpikir ternyata bukan dia saja yang mengalami kendala seperti ini sehingga menambah semangatnya. Walau perjalanan ke tempat kursusnya tersebut harus dilaluinya 2 jam sekali jalan jadi pulang balik memakan waktu sekitar 4 jaman setiap hari selama 4 hari dalam seminggu (*nggaktiapharidonk) dari asrama ke stasiun train jalan 30 menit, kalau naik bus lama nunggu busnya. kemudian ganti train lagi jadi ditrain dan peralihannya memakan waktu sejam kemudian jalan lagi selama 30 menit ke kelas tempat kursus. Jadi selama enam bulan dia lakukan hal tersebut walau bukan tiap hari.
Setelah kursusnya selesai dia tidak bisa langsung registrasi karena saat itu ada perubahan jadwal kuliah dari kampus yang dulunya mulai bulan 7 kini menjadi bulan 9.
Akhirnya untuk mengisi waktu tersebut dia pun bekerja. Awalnya dia kerja di sebuah restoran, disini dia ngepel lantai, meja, nyuci piring, gelas dan memotong cabai sebanyak satu baskon tiap hari dan harus masuk kerja jam 7 pagi. Di tempat ini dia tak berlangsung lama, hanya 3 minggu dia jalani. kemudian mencari pekerjaan lain, akhirnya dia kerja partime (separuh waktu buka separuh aku) di mall" jual baju, jual sempak dan jualan sepatu wanita. Ini dilakukannya selama 5 bulan untuk menambah biaya kehidupan di ibukota besar negara jiran.
Karena kuliahnya merasa terganggu akhirnya dia berhenti walaupun bosnya sudah mempercayainya menjadi kasir dan supervisor, uang transport, komisi dan gaji dibaginya, namun karena kuliah pun semakin sulit untuknya akhirnya tidak bekerja lagi padahal banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk kuliah tersebut dan biaya hidup , mulai dari uang semester yang mencekik bagi egha yaitu sekitar 18 juta rupiah per semester ditambah uang untuk hidup.
Saat itu juga merasa hilang kepercayaan dan semangat untuk kuliah hilang, bahkan berpikiran untuk berhenti, sebabnya adalah mulai dari kuliah yang berbahasa inggris di kelas yang belum begitu mengerti ditambah tugas tugasnya. Egha pun berpikir keras dan entah apa yang harus dilakukan supaya cepat mengerti dengan pelajaran.
Disisi kehidupan lain saat itu pindah dari asrama karena kontraknya habis dan harus mencari tempat berteduh, saat itu dia memohon pada seorang temannya yang gendut untuk tinggal. Dia pun tinggal selama seminggu dan akhirnya dia tinggal dirumah orang indonesia yang kerja disana, mereka pun menampungya dari hidup sebagai bagpacker dari rumah satu ke rumah yang lain. Dan dirumah tersebut dia pun diberi satu kamar dan saat itu pula dia bertemu dengan teman teman Bugisnya yang berkebangsaan Malaysia.
Mereka sering memanggil egha untuk bekerja di sebuah proyek kontruksi bagunan dalam pembuatan apartemen, melihat kesulitan yang Egha hadapi mereka pun memanggilnya  untuk kerja hari sabtu dan minggu saja yaitu menjaga pondasi atau tiang tiang selama 47 atau 49 jam dan harus menulis rekord setiap 15, 30 menit dan ada tiap jamnya sesuai dengan struktur yang diberikan.
Dia pun merasa enjoy dengan pekerjaan tersebut karena ada waktu untuk menyiapkan tugas kuliahnya namun pekerjaan ini tidak tiap minggu datangnya, biasanya hanya dua kali dalam sebulan, tapi cukup untuk biaya Egha dalam sebulan di negara tersebut.
Dia pun sering ketempat itu walau tinggal dan berteduh di sebuah kontainer, katanya dia merasa enjoy dan lebih baik dari pada tinggal dijalanan katanya.
Sekarang yang haya dipikirannya hanya ingin menyelesaikan kuliahnya dengan cepat dan bisa kembali ke tanah air mengabdi kepada negara tercinta dan masih berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi karena hidup adalah belajar. Yang terpenting sekarang tetap semangat dan bekerja keras disertai doa untuk menjalani kehidupan ini.