Boleh kita berpendapat bahwa hadirnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya ditulis dengan MK) merupakan salah satu inovasi ketatanegaraan yang sangat berdampak dalam proses perjalanan reformasi dan demokrasi di republik ini. Lembaga ini hadir sebagai bentuk penyeimbang agar demokrasi yang berjalan di republik ini bukan suatu majoritarianism namun tetap memperhatikan aspirasi minoritas apabila aspirasi minoritas tersebut sesuai dengan konstitusi. Demokrasi yang hanya menjalankan apa kata mayoritas bisa berubah menjadi tirani mayoritas yang malah akan membuat pertumbuhan demokrasi menjadi tidak sehat. Keseimbangan antara demokrasi dan hukum harus terus dijaga di republik ini. Demokrasi yang terlalu berat sebelah membuat mayoritas berlaku sewenang-wenang sebaliknya apabila hukum yang tidak mengakomodasi demokrasi hanya akan menjadi hukum yang represif bukan responsif. Oleh sebab itu, Mahkamah Konstitusi diciptakan untuk menjaga keseimbangan antara demokrasi dan hukum di republik ini. Secara normatif, hakim di Mahkamah Konstitusi mewakili trias politica yang ada yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemerintah diberikan kewenangan untuk menunjuk 3 orang untuk menjadi hakim di MK begitupun dengan DPR dan MA. Namun, pertanyaan kritisnya apakah MK masih relevan di usianya yang sudah 20 tahun? Setidaknya ada 3 catatan yang saya bahas dalam tulisan ini.
KEMBALI KE ARTIKEL