Menariknya, penjuaalan tersebut beragam mulai dari alat perabotan seperti kursi, lemari dan meja hingga penjualan rumah. Ada hal menarik yang saya lihat dimana hampir seluruh informasi penjualan memuat informasi tentang penjualan rumah panggung.
Telisik punya telisik, saya berupaya melakukan penelusuran dengan keinginan pribadi untuk mengetahui alasan mereka menjual rumah panggung. Pertanyaan mengapa menjual rumah panggung menjadi menarik karena jawaban mereka membuat saya tergelitik.
Dengan berbagai alasan, mereka menyakini bahwa memiliki rumah panggung di zaman modern ini dirasakan tidak layak. Mereka yang melek globalisasi kemudian mempersepsikan bahwa zaman sekarang akan lebih indah memiliki rumah batu.
Fenomena ini akan sangat bertolak belakang dengan keadaan yang ada sekarang. Indonesia dengan negara kepulauan terbesar yang berada dalam ring of fire sejatinya mewaspadai berbagai perpindahan lempeng yang terjadi di dasar bumi (baca : Gempa). Rumah panggung yang sejatinya baik dan tahan gempa malah dilupakan tetapi justru berkeinginan untuk membangun rumah batu yang kekuatan tahan gempa tidak sebaik rumah panggung.
Di wilayah timur Indonesia, pergeseran paradigma dari rumah panggung ke rumah batu semakin menguat. Misalnya di Sumbawa, NTB. Mayoritas penduduk dulu menggunakan rumah panggung dengan kayu yang besar dan kuat, rumahnya tinggi, dikolong rumah masih bisa digunakan untuk bermain. Miniatur sederhana bisa kita lihat dari istana kesultanan Sumbawa yang notabene dari kayu dan berbetuk panggung.