Buku adalah gudangnya ilmu dan membaca adalah kuncinya. Pepatah klasik yang menyiratkan betapa pentingnya sebuah buku bagi keberlangsungan khazanah keilmuan manusia. Dengan membaca buku berarti kita membuka jendela dunia ilmu. Karena didalam sebuah buku terdapat berbagai macam ilmu pengetahuan. Dengan buku kita bisa melihat dan mempelajari sesuatu yang baru atau hal-hal yang berbeda dari apa yang kita pikirkan. Dengan membaca buku berarti kita sedang membuka cakrawala. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa buku adalah gudangnya ilmu, dan membaca adalah kuncinya. Akan tetapi gudang ilmu tersebut tidak akan terbuka jika kita tidak membuka kuncinya. Dan kuncinya itu adalah membaca. Dengan gudang dan kunci yang digunakan itulah, jendela dunia ilmu akan terbuka dan wawasan kita akan bertambah. Tapi, apakah semua gudang itu mampu dimanfaatkan kita dengan sebaik-baiknya? Ataukah kita melupakan kuncinya? Menyimpan gudang itu dan malas membukanya. Hingga gudang itu berdebu dan akhirnya terlupakan. Apakah memang minat baca di negeri ini sangat kurang? Padahal dalam al-qur’an Allah SWT memerintahkan kita untuk membaca. Perintah ini memberikan kita agar meningkatkan minat baca. Manfaat yang besar jika kita membiasakan untuk membaca yaitu mendapatkan pemahaman, wawasan dan ilmu pengetahuan.
Wilson Nadeak mengatakan: “seorang yang berhenti membaca akan berhenti berfikir, dan peradaban tidak lagi berkibar maju”. Pelajar sebagai generasi penerus tradisi keilmuan, tidak membaca nyaris merupakan petaka. Karena sejatinya membaca identik dengan sumber ilmu dan wawasan. Suatu aspek utama yang mengantarkan manusia kedalam perdaban yang lebih maju. Namun, pelajar yang dipercaya oleh para tetua untuk meneruskan peradaban menuju titik yang maju, malah menyianyiakan kepercayaan itu . Mereka menganggap buku adalah sebuah hal mewah yang enggan mereka jamah. Pelajar lebih suka memajang buku-buku tebal yang telah mereka beli mahal dengan uang yang didapat dari orang tua dengan merengek kemudian memajangnya dimeja belajar mereka. Disusun dengan serapi mungkin, seolah mereka membacanya. Atau pelajar itu memang senang membaca buku-buku ajar yang tebal dengan senang hati, dengan tujuan mereka membaca untuk mendapatkan sebuah pengetahuan. Ataukah mereka membuka buku-buku mahal mereka hanya ketika ada tugas, atau sekedar ada ulangan semusim. atau bahkan mereka tak membacanya, hanya menjadikannya bantal ketika mereka akan terlelap di penghujung malam karena begadang sehabis bergelut di dunia maya. Hingga akhirnya pagi tiba, dan ulangan pun memanti, pelajar terdesak dan menjadikan buku mahal tersebut sebagai penolong menyelesaikan ulangan kecurangnya. Dan akhirnya, buku ajar tebal mahal itu mereka lempar, dan kembali teronggok. Jika bukuitu bisa menjerit, mungkin dia akan mendengus kesal dan memarahi si pemilik. Itu hanya sebuah kisah kecil pelajar yang tidak memanfaatkan buku dengan benar. Semoga saja tidak semua pelajar berfikiran sempit seperti itu.