Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Musik 2009: Backspacer - Cakrawala Baru

30 April 2011   17:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 75 0
[caption id="attachment_105396" align="aligncenter" width="300" caption="Poster Backspacer Listening Party - ilustrasi oleh Davro"][/caption] Alice in Chains boleh sukses menguak kenangan kita semua akan kejayaan grunge sekian waktu yang lalu, melalui karya terbaru mereka, Black Gives Way to Blue. Namun Backspacer, berlawanan dengan makna katanya, justru membawa kita semua pada sebuah cakrawala baru. Sebuah wilayah bunyi yang tadinya tidak terpikir akan kita kunjungi bersama Pearl Jam. Semua jamily, setidaknya yang hadir dalam Backspacer Listening Party semalam, setuju bahwa Backspacer adalah warna baru dari Pearl Jam. Positif, enerjik, dan segar. Tiada lagi perasaan tertekan, frustrasi, dan kemarahan yang meledak-ledak. Yang tersisa adalah kematangan musikal yang sangat enak untuk dinikmati. Sebuah karya mutakhir, yang mungkin nantinya akan dikenang sebagai adi karya pamungkas dari Pearl Jam. Jam enam sore, cuaca masih mendung. Hujan baru saja usai. Skipper Cafe, sebuah tempat makan dan kongkow yang nyaman milik BigReds di bilangan Senayan, masih sepi. Panggung kecil berukuran 3x4 meter sudah berdiri. Drum set dan ampli tertumpuk rapi. Semua sudah siap, menanti rombongan anjing hilang yang akan segera berkumpul memenuhi panggilan Backspacer Listening Party. Jam tujuh dan mereka mulai menyalak... Hendri, jamily dari Bandung, hadir bersama pasangannya. Menyusul kemudian adalah Deny Suteja yang membawa istri, adik, dan bayinya yang dipersenjatai dengan ear plug! Urip dan rombongannya dari Cirebon tak ketinggalan. Mereka hadir meski terlambat dua jam lebih. Jawa Timur rupanya tak mau kalah. Afandi, jamily domisili Madiun, menempuh jalur Madiun-Bandung-Jakarta untuk hadir bersama Gono, saudaranya yang asal Bandung. Petualangan yang seru bagi keduanya, karena di penghujung acara mereka berdua kelimpungan cari travel untuk kembali ke Bandung! Hahaha! Dari belahan bumi nun jauh di Utara, Suzane Naafs yang asal Belanda menyempatkan diri untuk hadir, mencuri waktu diantara jadual penelitian antropologinya di Cilegon. Perempuan cantik ini bahkan sempat turun ke depan panggung dan moshing kecil-kecilan bersama audiens yang lain. Tak lupa, dia pun membeli sebuah kaos Ten Legacy dan cangkir bergambar anggota Pearl Jam, sebelum pulang. Ketika ditanya, untuk apa itu semua, dia menjawab, “Saya cerita ke seorang teman di Belanda bahwa saya mau datang ke acara Pearl Jam Nite di Indonesia. Dia titip oleh-oleh dari acara itu. Saya malu kalau tidak bawa apa-apa.” Malam itu dimulai dengan pemutaran perdana video komunitas PJId. Sebuah rangkuman perjalanan komunitas ini yang disimbolkan dengan event-event berupa pertunjukan musik, screening video, maupun pameran komunitas. Video berdurasi singkat namun sarat kenangan, yang disusun oleh Farry dan Denny. Berikutnya: listening party! Sebelas lagu yang terangkum dalam Backspacer, album studio ke-9 Pearl Jam, diputar tanpa henti, lengkap dengan visualisasi unik yang dikumpulkan dari internet. Sebagian berupa live show, sebagian lagi animasi ataupun potongan-potongan foto. Bagi sebagian besar jamily yang hadir, yang belum berkesempatan mendengarkan album ini karena memang baru dirilis di Indonesia malam sebelumnya, tentu ini merupakan hadiah yang menyenangkan. Dhia, Windo, Rudi, Deddy PT, dan banyak lagi jamily lainnya yang sengaja menahan diri tidak mencicipi album ini lebih awal dengan cara men-download ataupun streaming, bisa tersenyum lebar. Malam itu mereka melepas keperjakaannya dengan cara yang sangat elegan. Perfect Ten menjadi menu selanjutnya. Gerombolan anjing hilang yang terdiri dari Irsya, Arie, Didit, Ino, dan Deddy ini menyapa audiens yang sudah sedari tadi haus tontonan live music dengan Corduroy. Sebuah nomor yang dibawakan dengan rapi, sampai-sampai salah seorang audiens yang duduk di sebelah saya menyeletuk, “Wah! Vokalnya mantep nih! Dapet banget!” Force of Nature menyusul. Track ke-10 dalam Backspacer, yang menjadi favorit dari banyak jamily malam itu, dimainkan berbeda dengan versi albumnya. Irsya menaikkan porsi drum disana. Saya menduga anggota Perfect Ten lainnya pasti deg-degan sepanjang lagu ini. Bagaimana tidak? Ini adalah lagu baru yang bahkan baru dua-tiga hari saja mereka pelajari, dan mereka sudah harus memainkannya dalam bentuk akustik, lengkap dengan improvisasi! Betterman, Present Tense, dan Black meluncur mulus. Yang pertama jelas mengundang koor dari audiens. Yang kedua membuat die hard fans tertawa gembira, karena ini adalah nomor yang langka. Dan yang terakhir, sudah pasti membuat kita semua terlena. Larut dalam teriakan penuh kesedihan, namun juga harapan, dalam bait: “I know someday you’ll have a beautiful life... I know you’ll be a star... In somebody else’s sky... But why... Why... Why... Can’t it be...Can’t it be mine...” Perfect Ten menyudahi penampilannya, sekaligus memulai kegilaan, malam itu dengan The Fixer. Nomor yang bagi sebagian besar jamily terdengar pop, namun pada kenyataannya cukup sulit untuk dimainkan oleh para musisi. Jadilah kami semua maju ke depan panggung dan bersama menyerukan: “Fight to get it back again! Yeah! Yeah! Yeah!” Ayu sang moderator maju, dan diskusi pun dimulai. Nito, Pronky, Irsya, dan Reza menjadi narasumber, mewakili kelompok musisi dan fans. Yah, sebenarnya bukan diskusinya saja yang dimulai. Bisik-bisik dari para jomblo PJId juga mulai mendera telinga saya. Ayu anak mana, manis juga, sesuai namanya ya, titip salam ya, bla... bla... bla... Sejujurnya, diskusi ini tidak berjalan sesuai dengan bayangan semula. Setidaknya, bayangan yang ada di kepala saya ketika menyusun panduan diskusi, lama sebelum saya keracunan Backspacer. Keempat narasumber, dan juga moderator, ternyata punya pendapat yang sama: Backspacer adalah album yang bagus! Tambah parah karena tidak ada gugatan dari audiens. Semuanya angguk-angguk kepala saja. Semua seolah sudah sepakat untuk menyerukan satu suara: Pokoknya Pearl Jam, Titik! Lupakan diskusi! Mari kita lanjutkan kegilaan malam ini bersama Sonic Wood dan Alien Sick! Nito, Ryo, dan Made yang sejatinya adalah Sonic Wood, malam itu berkolaborasi dengan Olitz dan Pronky dari Alien Sick. Kerja sama apik diantara merekalah yang akhirnya mengubah bara yang sudah dinyalakan oleh Perfect Ten sebelumnya menjadi ledakan tengah malam! Seperti pada Acoustology, dimana Sonic Wood memilih Release sebagai nomor pembuka, pada kesempatan ini pun mereka membuka penampilannya dengan nomor lembut dari Backspacer, Just Breathe. Petikan gitar Nito mengiringi vokal Ryo, yang rupanya malam itu berada pada performa puncak. Bersama mereka mendongengkan sebuah cerita berisi ajakan untuk melepaskan diri dari hiruk-pikuknya dunia. Ajakan untuk duduk, diam, dan menikmati kebersamaan, tanpa aktivitas fisik yang berlebihan. Nikmatilah saat ini. Lupakan yang lain. Stay with me... Let’s just breathe... Keheningan yang ditinggalkan Just Breathe tak bertahan lama. Unthought Known, nomor megah yang merupakan track ke-7 dari Backspacer, dengan segera membangkitkan semangat audiens. Lagi-lagi vokal Ryo menjadi tumpuan. Nada yang perlahan terus meninggi serta aransemen musik yang bertahap menjadi semakin keras menyempurnakan persiapan kita semua memasuki babak baru malam itu. Sebuah babak yang brutal, dimana crowd surfing dan teriakan audiens yang mengambil alih mikrofon menjadi bagian tak terpisahkan dari pertunjukan. Demikianlah, sesaat setelah Unthought Known usai, kegilaan benar-benar lepas! Audiens merangsek ke depan panggung yang sesungguhnya sangat pendek sehingga nyaris tidak memiliki fungsi keamanan. Hanya respek dalam hati saja yang menjadi pembatas imajiner, sehingga tidak satupun audiens naik ke atas panggung dan mengganggu jalannya pertunjukan. Gonna See My Friends, Got Some, Jeremy, dan Rearviewmirror! Selama lima belas menit penuh, tanpa henti membawakan ke-4 lagu ini, Ryo menumpahkan isi paru-parunya sampai kering. Gusti Stigmata, yang ditarik ke atas panggung, tak kalah beringas. Keduanya memperkosa kerongkongan masing-masing dan membakar audiens yang semakin padat. Separuh dari isi Skipper Cafe malam itu, yang totalnya sekitar 200-an orang, melompat, saling menabrakkan diri, dan berteriak lepas di depan dan di sekitar panggung. Mohon maaf kepada audiens yang duduk manis di meja makan. Ini pertunjukan musik rock, bung! Di nomor Got Some, Ryo melakukan crowd surfing. Memasrahkan dirinya diusung tangan-tangan yang menjulang. Tangan-tangan yang sebelumnya tak saling kenal, yang kemudian berjabatan dan saling menerima atas nama kecintaan akan Pearl Jam. Sejenak ia melayang diatas para jamily yang bermandi keringat dan tak hentinya berteriak. Gusti Stigmata ganti diusung massa ketika Jeremy berkumandang. Puncak dari semuanya adalah Rearviewmirror. Ryo bernyanyi sambil berdiri diatas kursi. Demikian juga Nito, menghajar gitarnya dengan satu kaki di kursi, sembari memejamkan mata. Di belakang, Made tak kalah seru. Darah muda ini menghantam drum setnya tanpa ampun! Berlawanan sisi dengan Nito, Pronky dan Olitz asik sendiri. Bahkan Olitz, yang saat itu sesungguhnya sedang demam, ikut-ikutan berdiri, menghentakkan tubuh dan memainkan gitarnya sambil tertawa lebar. Energi dari sesi itu menyebar ke segala penjuru. Dari panggung turun ke audiens, memantul ke sudut-sudut ruangan, dan berakhir dalam lubuk hati kita semua. Menjadi kenangan manis yang rasanya akan sangat sulit dilupakan. Ketika kolaborasi Sonic Wood dan Alien Sick berakhir, yang tersisa adalah keringat dan nafas yang memburu. Serta kaki yang lemas, tentu saja. Bahkan Miyabi, yang katanya akan berkunjung ke negeri ini, saya rasa perlu berupaya keras untuk bisa membuat kita merasakan sensasi senikmat malam itu. Hening sejenak sebelum jam session dimulai... Bitter Tone, sebuah band yang baru bergabung dengan komunitas ini, menjawab tantangan Listening Party dengan membawakan Supersonic, track ke-8 dari Backspacer. Sebelumnya mereka memperkenalkan diri dengan Animal, yang langsung disambut hangat oleh audiens. Kemunculan singkat mereka, saya berdo’a semoga ini tidak menjadi yang penghabisan, ditutup dengan mengundang Joshua Stigmata untuk memainkan Alive. Sebuah nomor legendaris yang tentu saja segera disambut dengan koor kompak dan acungan kepalan tangan dari audiens. Nurdin, Syarif, D-Iyan dan dua rekannya yang lain meneruskan perjalanan jam session malam itu dengan mengusung bendera Footsteps, sebuah band alumnus Pearl Jam Nite 2 yang sudah sekian lama tidak terlihat. Bersama mereka membangkitkan koor dari audiens melalui Given to Fly, Rocking in The Free World, dan Yellow Ledbetter. Jam session dalam artian sesungguhnya, dimana tidak ada latihan dan kesepakatan lagu sebelumnya, terjadi setelah Footsteps. Irsya, Nito, Pronky, Olitz, dan Jessy naik ke panggung. Saya sama sekali tidak heran jika kemudian mereka bisa membawakan banyak lagu Pearl Jam tanpa hambatan yang berarti. Mereka bagaikan kamus berjalan Pearl Jam. Bukan dalam hal biografi, data statistik, dan diskografi, seperti halnya Reza maupun Hilman, namun dalam hal katalog lagu. Berhadapan dengan mereka, kita seolah berhadapan dengan jukebox khusus Pearl Jam. Tinggal masukkan koin dan pilih lagunya! Off He Goes, Glorified-G, WMA, I Am Mine, Daughter, Hunger Strike, Go, Tremor Christ, dan Do The Evolution meluncur begitu saja. Dan kita, audiens yang sudah setengah pingsan akibat menenggak 7 lagu beracun dari Backspacer dan 11 lagu hits lainnya, hanya bisa ikut bernyanyi dari meja masing-masing, sebelum akhirnya menumpahkan energi paling penghabisan di nomor Go. Setelah itu, lampu dinyalakan dan semua terkapar kelelahan. Malam itu kita semua, sadar ataupun tidak, sepakat menerima Backspacer sebagai warna baru dari Pearl Jam. Menerima keganjilan yang nikmat itu sebagai sebuah cakrawala musik yang baru. Malam itu juga sebagian dari kita bertemu untuk pertama kalinya. Jamily dari Bogor, Bandung, Cirebon, Madiun, dan bahkan Belanda, berkesempatan untuk bertukar cerita dengan jamily yang sudah lebih dulu tergabung dalam PJId. Sebagai sebuah komunitas, kita menyongsong cakrawala baru. Kita berhadapan dengan kemungkinan perkembangan yang tak terbatas. Karena, jamily, komunitas ini tidak berakhir di pertunjukan musik. Ia terus berlanjut menjadi persahabatan... Sampai bertemu di Pearl Jam Nite 5!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun