Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Musik 2010: Storm Report - Day Two "Provokasi!"

30 April 2011   17:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 59 0
Friedrich Nietzsche, nihilis Jerman yang menegasikan Plato serta agama, sebelum kematiannya di tahun 1900, menyatakan pandangannya yang luar biasa radikal: apa pun yang tidak membunuh kita, hanya akan membuat kita menjadi lebih kuat! Dan grunge, dengan segala carut-marutnya, hingga hari ini masih bisa berdiri setelah meloloskan diri dari tragedi bunuh diri salah satu penggagasnya yang semestinya berulang tahun pada hari ini, Kurt Cobain.

Secara statistik, dunia juga terbukti masih mengakui, dan tentu saja menikmati, keberadaan para punggawa grunge.

Hasil survey pembaca di Guitar World mengukuhkan Jerry Cantrell, sang otak dibalik gemuruh orkestra metal Alice in Chains, sebagai gitaris nomor dua paling berharga sepanjang tahun 2009, di bawah si jenius gila yang senantiasa memimpikan kehancuran dunia, Dave Mustaine.

Cukup sampai disitu? Tidak! Masih ada fakta signifikan lainnya. Konser Pearl Jam, yang umumnya berskala arena, masih selalu terjual habis, kapan dan dibelahan dunia manapun konser itu diselenggarakan.

Dan semalam, dalam skala audiens serta putaran uang yang jauh lebih inferior, grunge menunjukkan sifat keras kepalanya dan terus menolak untuk mati di negeri penuh bencana ini, dalam wujud event musik bertajuk Grunge Gods: Back to The Top. Sebuah perayaan dari kumpulan yang terbuang, yang ditolak televisi dan dibenci media arus utama, di Rossi Musik, Fatmawati.

Menembus hujan deras dan kemacetan Jakarta yang kian menggila, ratusan pemuja grunge datang untuk berkumpul disana. Sejenak meluapkan kegembiraan, melupakan kepenatan hidup yang menghimpit dengan moshing, crowd surfing, dan memuntahkan paru-paru bersama. Berbagi cerita dan ceria.

Bersama banyak band grunge lainnya, hadir disana penghuni lama semacam The Bolong, Daily Feedback, hingga Toilet Sounds. Juga para punggawa grunge lokal yang baru saja meluncurkan album maupun sedang menggarap materi baru seperti Respito, Besok Bubar, Alien Sick, serta Cupumanik. Dan, tentu saja, hadir juga si raksasa hijau dari Pulau Dewata, Navicula!

Tak usah lagi diceritakan bagaimana gilanya audiens malam itu melahap semua lagu yang menerjang dari panggung.

Kumpulan pemuja grunge itu bergejolak ketika Alien Sick mengumandangkan Malam. Bersama Toilet Sounds sepenuh hati meneriakkan: “Bangsaaattt!!!”. Dalam kemegahan Maha Rencana mereka bersatu mengepalkan tinju menerima provokasi Cupumanik. Menari liar diiringi distorsi maksimal Busung Lapar-nya Besok Bubar. Dan, akhirnya, terbang ke angkasa bersama sang dewa, Navicula...

Malam berganti pagi dan lelah pun menghampiri...

Dalam perenungan dini hari, dalam keringat dan tawa, benarlah kiranya apa yang disampaikan Nietzsche seratus tahun lalu. Bahwa kita, sebagai manusia, hanya punya satu pilihan, yaitu: berusaha maju sekuat tenaga. Jika kita harus hancur dan musnah karenanya, biarlah. Keberhasilan, bukanlah yang utama. Itu hanyalah sebuah hadiah manis di ujung perjuangan.

Mungkin itulah yang dibutuhkan grunge kita saat ini. Kekerasan hati untuk terus berlari. Bersama.

Maka terimalah provokasi dari Che, tak peduli betapa kontroversial dan kurang pada tempatnya ajakan itu bagi sebagian orang. Ajakan, atau mungkin lebih tepat dikatakan sebagai paksaan, untuk terus berlari dan melupakan semua yang menolak serta menghalangi.

Terima juga ajakan Navicula untuk berhenti mencerna apa yang tidak kita suka. Tak perlu semua itu! Kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Kita berhak menentukan pilihan kita sendiri! Berhentilah mendengar, melihat, dan mempercayai semua yang tidak percaya pada mimpi kita bersama.

Dan bersama, dalam makna yang berbeda dari lagu aslinya, mari kita teriakkan: “Berlarilah sampai mati! Berlari sampai mati! Berlari sampai matiii...!!!”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun