Konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970-an dimana tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus tetap menjaga kelestarian hutan dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan. Adanya faktor-faktor dasar yang sifatnya tradisional yaitu faktor produksi seperti terbatasnya modal, lahan, dan kualitas bibit tanaman yang dimiliki petani serta masalah pasar yang seringkali tidak tersedia sebagai media distribusi usaha kehutanan berbasis masyarakat tersebut. Faktor lain seperti kurangnya pengetahuan masyarakat sebagai petani hutan seringkali membuat petani dibodoh-bodohi. Petani terus menanam, tanpa mengerti bagaimana tanaman yang mereka tanam sebenarnya dapat mendongkrak pendapatan mereka. Kebijakan-kebijakan yang muncul seperti kebijakan multi usaha yang memberi keleluasaan bagi pengusaha IUPHHK untuk juga berfokus pada produksi non kayu tidak hanya kayu bisa saja menimbulkan persaingan
dengan petani dalam produksi. Kemudian program percepatan investasi dan peluang kerja bisa saja menjadi kompetitor bagi masyarakat selaku pengusaha kecil karena mengingat bahwa pengusaha besar umumnya akan lebih cepat beradaptasi. Kebijakan-kebijakan perlu ada dalam Perhutanan Sosial, namun harus menyelaraskan berbagai aspek kepentingan.
Melalui skema Perhutanan Sosial, seharusnya permasalahan terkait pengelolaan hutan dapat diatasi dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Perluasan izin dan pendampingan dapat dilakukan untuk membantu memecahkan masalah para masyarakat petani hutan dalam pengelolaan hutan. Tidak hanya pelatihan yang kemudian dapat meningkatkan pengetahuan petani, juga perlu adanya regulasi yang mengatur keterkaitan antara industri olahan, hutan yang digarap, dan pasar. Sehingga pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan terwujud karena animo masyarakat untuk menanam akan meningkat ditambah tersedianya pasar dan pengetahuan yang tinggi untuk melakukan pemeliharaan tanaman sehingga dapat bernilai komersial. Selain itu, semakin baiknya tingkat pendapatan akan memberikan kesadaran masyarakat terhadap nilai estetika jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai destinasi wisata. Inti konsep perhutanan sosial adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat itu sendiri tanpa merusak lingkungan. Sebagaimana Wulandari dalam kuliah Kehutanan Masyarakat tahun 2021 mengatakan bahwa Perhutanan Sosial merupakan skema yang penting dalam pelestarian lingkungan dan food security.
Penulisan ini berkaitan dengan kegiatan penelitian Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) in Indonesia (2016-2021) dan kerja sama Badan
Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center for International Agricultural Research.
#P3SEKPI #KementerianLHK #ACIAR #CBCFIndonesia