Satu setengah bulan yang lalu, saat sidang DPR sedang berlangsung, harga-harga BBM di Wasuponda, Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan sudah naik lebih dulu meskipun ketika itu kenaikan harga ditunda dalam sidang DPR. Saat itu harga BBM sudah naik menjadi Rp.7.000/ltr dari yang sebelumnya Rp.6.000/ltr yang direportasekan disini.
Menurut seorang pedagang yang menolak untuk dituliskan namanya, aksi tersebut adalah akibat spekulasi semata, karena yakin bahwa harga BBM pasti akan naik sesuai dengan wacana yang dikemukakan pemerintah.
Sekarang, terhitung satu minggu setelah batalnya kenaikan harga BBM, harga-harga telah kembali turun ke posisi semula Rp.6.000/ltr.
Meskipun begitu, ada juga beberapa yang masih menjual dengan harga Rp.7.000/ltr. Konsumenlah yang kemudian menentukan akan membeli BBM pada pengecer yang mana. Untungnya rata-rata pengecer menuliskan harganya di kiosnya untuk memudahkan konsumen mengenali. yang masih berharga Rp. 7.000/ltr biasanya tidak menuliskan harganya di kios.
Melandainya harga minyak mentah dunia ke USD 95 per barel, dibawah asumsi APBNP 2012 pada USD 105 per barel, nampaknya peluang pemerintah untuk menaikkan harga BBM sesuai konstitusi yaitu ketika rata-rata harga minyak mentah USD 120.75 per barel dalam enam bulan berjalan semakin sulit terealisasikan.
Kondisi ini melegakan masyarakat untuk sementara, meskipun ditengah wacana kelangkaan BBM di Luwu Timur. Bagi masyarakat Wasuponda sendiri, BBM selalu ada tersedia di pengecer-pengecer lokal yang tersebar di seantero Wasuponda.
Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Luwu Timur, Syahidin Halun lewat Luwuraya.com mengatakan minimnya armada pengangkut BBM milik pertamina yang menyuplay BBM ke Lutim adalah penyebab kelangkaan tersebut. Armada 16 unit yang melayani sebanyak 32 Satuan Pengisian Bahan Bakar (SPBU) mulai dari Kabupaten Wajo, hingga ke Luwu Timur masih dirasa kurang.
Khusus di Luwu Timur terdapat lima SPBU yang setiap harinya disuplay dengan 110 kiloliter BBM, dengan rincian untuk bensin atau premium sebanyak 80 kiloliter perhari, sedangkan solar sebanyak 30 kiloliter perhari, lanjut Syahidin Halun, yang melihat kelangkaan BBM sebagai kurangnya suplai dibanding permintaan.
Melihat suplai yang terbatas dengan kandungan minyak bumi dalam negeri yang semakin menipis, sementara permintaan akan semakin tinggi, nampaknya konversi BBM ke BBG harus benar-benar serius dan dipercepat sebagai solusi pamungkas masalah BBM di Indonesia.