Bila di negara-negara common law, keberadaan juri sangat dijaga. Mereka bahkan perlu dikarantina selama proses persidangan berlangsung supaya para juri hanya menerima informasi terkait kasus yang ditanganinya dari ruang sidang saja. Namun di Indonesia yang budaya KKN sudah begitu mengakar kuat, tampaknya para juri itu hanya akan menjadi sasaran suap. Lembaga peradilan sebagai benteng terakhir keadilan saja bisa disuap, apalagi "hanya" para jurinya. Mengingat gerakan satu juta facebookers yang bahkan bisa "mendesak" presiden untuk mengintervensi kasus Bibit-Chandra. Tampaknya Indonesia lebih cocok menganut sistem net democracy mengingat jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia menyentuh angka 35 juta orang. "Nurani rakyat" bisa terwakili seandainya lembaga peradilan di Indonesia membuat jejaring sosial khusus untuk menyampaikan putusan masyarakat. Masyarakatlah yang menjadi juri dengan memberikan putusan melalui jejaring sosial khusus peradilan itu. Pada akhirnya "nurani masyarakat"lah yang menjadi penentu masa depan penegakan keadilan di negeri ini.
Ditulis oleh Wahid Rizalludiin Habibi
Alumni SMAN 1 Tuban