Tepatnya pada tanggal 12 April 2022, RUU TPKS disahkan pada rapat paripurna DPR yang ke-19, yang mana didukung oleh persetujuan dari delapan fraksi dan terdapat satu fraksi yang tidak menyetujui hal ini. Dalam RUU ini mengandung 93 pasal di dalamnya, yang mana masing-masing berisi hukuman yang berbeda sesuai dengan jenis kekerasan seksualnya. Namun, sangat disayangkan terdapat 2 hal yang dihapus sebelum disahkannya RUU TPKS ini. Dua poin penting tersebut adalah pemerkosaan dan aborsi. Dihapuskannya dua poin ini membuat para korban semakin khawatir, karena hingga sekarang belum ada layanan maupun tata cara aborsi yang aman bagi korban dari tindak pemerkosaan. Walaupun tindak pidana pemerkosaan sudah tercantum dalam RKUHP (Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), sedangkan aborsi terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan.
Lantas apa korelasi dari disahkan RUU TPKS dengan feminisme? Tentunya terdapat pengaruh yang besar dengan disahkannya RUU TPKS, terutama bagi para feminis. Semua perempuan  selama ini berjuang untuk mendapatkan keadilan serta keamanan bagi perempuan, akhirnya dapat sedikit bernapas lega. Walaupun tidak sepenuhnya menutup kemungkinan bahwa perempuan akan terbebas dari kekerasan seksual, tetapi setidaknya terdapat payung hukum yang dapat dipegang oleh para perempuan. Sangat disayangkan butuh waktu bertahun-tahun lamanya baig pemerintahan Indonesia untuk sadar akan pentingnya UU TPKS ini. Jika dipikirkan kembali, jikalau RUU TPKS disahkan lebih awal, mungkin saja kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia setidaknya lebih berkurang.