Â
Etika dan Kode Etik Profesi Akuntan
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu "ethos," dan memiliki berbagai makna yang meliputi konsep tempat tinggal, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, serta cara berpikir. Secara umum, etika dapat didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membantu individu dalam menilai tindakan yang benar dan salah. Dengan demikian, etika dapat diartikan sebagai sekumpulan asas atau nilai moral yang membentuk pedoman perilaku, sering kali disebut sebagai kode etik. Etika profesi merujuk pada penerapan pemikiran etis yang terkait dengan tindakan dalam konteks profesional tertentu. Ini mencakup perilaku yang dianjurkan sesuai dengan nilai-nilai moral yang umumnya diterima oleh masyarakat (Wiharto, 2007).
Â
Akuntan merupakan sebuah profesi yang berhubungan dengan kegiatan pencatatan dan pengelolaan keuangan. Karena mencatat dan menghitung data keuangan merupakan bagian dari pekerjaan akuntan maka dari itu dalam menjalankan tugasnya akuntan harus lebih berhati-hati untuk menghindari terjadi kesalahan. Akuntan yang sudah mendapatkan pengakuan dari lembaga sertifikat profesi terakreditasi dan mempunyai standar pendidikan tinggi disebut dengan akuntan professional.
Â
Akuntan Indonesia yang tergabung dalam organisasi IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia), merupakan organisasi baru yang lahir dari jelmaan departemen akuntansi IAI (Ikatan Akuntan Indonesia).
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia berfungsi sebagai panduan dan pedoman bagi seluruh anggota, termasuk mereka yang berprofesi sebagai akuntan publik, yang bekerja di sektor bisnis, instansi pemerintah, maupun lingkungan pendidikan, dalam memenuhi tanggung jawab profesional mereka. Tujuan utama profesi akuntansi adalah untuk menjalankan tanggung jawab tersebut dengan standar profesionalisme yang tertinggi dan mencapai kinerja optimum, dengan selalu mengutamakan kepentingan publik.
Â
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat empat kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi:
Â
1. Kredibilitas: Masyarakat memerlukan informasi dan sistem informasi yang dapat diandalkan.
2. Profesionalisme: Penting bagi individu yang berprofesi sebagai akuntan untuk dapat dikenali secara jelas oleh pengguna jasanya sebagai seorang profesional di bidang akuntansi.
3. Kualitas Jasa: Harus ada keyakinan bahwa semua layanan yang diberikan oleh akuntan memenuhi standar kinerja yang tinggi.
4. Kepercayaan: Pengguna jasa akuntan harus merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang mendasari setiap layanan yang diberikan.
Â
Dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini, profesi akuntansi dapat terus menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga komponen utama: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika berfungsi sebagai kerangka dasar yang mendasari Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan jasa profesional oleh para anggotanya. Prinsip Etika ini disahkan oleh Kongres dan berlaku untuk seluruh anggota, sementara Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan tersebut.
Â
Perumusan dan pengembangan Kode Etik Akuntan Profesional oleh IAPI dilakukan dengan mempertimbangkan dinamika dunia bisnis global, yang ditandai oleh peningkatan transaksi korporasi antarnegara serta kebutuhan akan transparansi dan akuntabilitas dalam penyajian laporan keuangan. Menyadari kenyataan ini, IAPI perlu segera menyesuaikan diri dengan standar internasional yang berlaku. Diharapkan, para profesional akuntansi di Indonesia dapat meningkatkan kompetensi, kualitas, dan daya saing mereka melalui penerapan standar dan kode etik profesi yang diakui secara global.
Â
Pelanggaran Etika Profesi Akuntan PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
Â
Perkara ini diawali pada 24 April 2019 saat diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada saat itu, dua komisaris PT. Garuda Indonesia, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak untuk menandatangani laporan keuangan tahun 2018 karena mereka menganggap terdapat kejanggalan dalam laporan keuangan tersebut. Pasalnya, laporan keuangan tersebut menunjukkan bahwa PT. Garuda Indonesia berhasil mendapatkan laba bersih sebesar USD809,85 ribu atau equal dengan Rp11,33 miliar. Hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan kondisi pada tahun 2017, dimana PT. Garuda Indonesia mengalami kerugian sebesar USD216,5 juta. Mereka menganggap bahwa penyusunan laporan keuangan tahun 2018 tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Â
Setelah itu, diadakan pertemuan antara pihak-pihak terkait untuk dilakukan pemeriksaan terkait kasus ini. Pada 8 Mei 2019, Mahata Aero Teknologi (MAT) akhirnya membuka suara akibat terseret juga dalam kasus ini. MAT menjelaskan bahwa mereka melaksanakan kerja sama dengan PT Garuda Indonesia terkait layanan konektivitas. Pihak MAT mencatatkan utang sebesar USD239 juta karena belum melakukan pembayaran kepada Garuda Indonesia, sedangkan pihak Garuda Indonesia mencatat kerja sama tersebut pada akun pendapatan. Sehubungan dengan hal ini terlihat jelas adanya penyusupan kepentingan oleh Garuda Indonesia untuk meningkatkan labanya. Pasalnya, jika kontrak tersebut tidak dicatat dalam akun pendapatan, maka maskapai tersebut harus mencatatkan rugi sebesar USD244 juta.
Â
Dapat disinyalir bahwa kepentingan ini didukung oleh kelalaian audit oleh Akuntan Publik Kasner Sirumapea lantaran pencatatan terhadap transaksi tersebut dinilai tidak wajar. Seharusnya nilai transaksi yang berlaku untuk 15 tahun ke depan tidak boleh dicatat dalam akun pendapatan lain-lain pada tahun pertama. Namun, menurut auditor, laporan keuangan PT Garuda Indonesia tersebut telah disajikan secara wajar.
Â
Menurut Kemenkeu, terdapat tiga kelalaian Akuntan Publik Kasner Sirumapea yang dapat dianalisis sebagai bagian dari pelanggaran kode etik. Pertama, akuntan publik tersebut belum menilai secara tepat substansi transaksi untuk perlakuan akuntansi terkait pengakuan piutang dan pendapatan lain-lain secara sekaligus di awal. Atas hal tersebut, Akuntan Publik Kasner Sirumapea melanggar Standar Audit (SA) 315. Kedua, akuntan publik belum sepenuhnya memperoleh bukti audit yang cukup dan memadai untuk menilai ketepatan perlakuan akuntansi sesuai substansi transaksi perjanjian yang melandasi transaksi tersebut. Seharusnya, akuntan publik terkait harus menjalankan tugasnya secara profesional, hati-hati terhadap prosedur teknis, dan cermat sehingga dianggap telah melanggar Standar Audit (SA) 500. Ketiga, akuntan publik belum mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar pertimbangan ketepatan perlakuan akuntansi dan dalam hal ini telah melanggar Standar Audit (SA) 560.
Â
Mengingat pentingnya kode etik profesi, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik Kasner Sirumapea sangat tidak profesional dan sungguh disayangkan. Akuntan publik sudah sepatutnya memahami dan senantiasa melandaskan lima konsep standar audit yang terdiri dari independensi, kehati-hatian, etika perilaku, bukti, dan pengungkapan yang wajar dalam setiap pekerjaannya. Akuntan publik harus bebas dari pengaruh pihak lain agar hasil auditnya objektif dan independen. Apabila ditemukan kejanggalan dalam laporan keuangan yang diaudit, akuntan publik harus segera mengungkapkannya.
Â
Selanjutnya pihak Kantor Akuntan Publik (KAP) harus melakukan perbaikan Sistem Pengendalian Mutu. Hal yang dapat dilakukan oleh KAP adalah dengan mengadakan program pelatihan yang berkualitas bagi pekerjanya. Selain itu, perlu diadakan juga sosialisasi mengenai besarnya risiko kerugian bagi KAP itu sendiri dan publik akibat audit fraud. Dengan perbaikan ini diharapkan akuntan publik dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga kualitas atas jasa audit yang diberikan untuk masyarakat dapat meningkat dan tidak diragukan lagi kredibilitasnya.
Â
Tak hanya itu, urgensi terhadap peningkatan pengawasan secara berkala terhadap KAP dan akuntan publik oleh OJK juga menjadi krusial guna menghindari pengulangan kasus serupa di masa mendatang. Pengawasan ini harus dibarengi dengan penguatan law enforcement serta pemberian sanksi yang sepadan bagi pelanggar. Hal ini dapat menjadi lesson learn bagi Akuntan Publik dan KAP lain agar mengerjakan tugasnya sesuai dengan kode etik profesi yang berlaku sehingga kasus seperti ini tidak terjadi lagi.
Â
Garuda Indonesia dikenakan sanksi oleh Kemenkeu, OJK, dan BEI. Selain Garuda, Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan selaku auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia tahun buku 2018 juga dijatuhi sanksi oleh Kemenkeu. Akuntan Publik Kasner Sirumapea dijatuhi sanksi pembekuan izin selama 12 bulan. Sementara itu, KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan dikirimkan Peringatan Tertulis disertai dengan kewajiban untuk melakukan perbaikan sistem pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017
Â
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami, bahwa beberapa kode etik yang dilangggar oleh oleh Auditor yang bertugas dalam memeriksa laporan keuangan Garuda Indonesia, antara lain:
- Integritas
Integritas adalah prinsip yang mengharuskan setiap akuntan profesional untuk bersikap jujur dan transparan dalam semua urusan bisnis dan profesional. Namun, Garuda Indonesia tidak mencerminkan integritas tersebut karena gagal menerapkan kejujuran. Dalam hal ini, auditor telah melaporkan laporan keuangan yang sudah direkayasa sebelumnya.
- Objektivitas
Prinsip objektivitas mengharuskan semua akuntan profesional untuk tidak membiarkan bias, konflik kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya memengaruhi kemampuan mereka dalam menilai profesi atau bisnis mereka. Kasus Garuda Indonesia menunjukkan adanya akuntansi yang tidak adil dalam laporan keuangan. Penyusunan laporan tahun sebelumnya yang mengubah kerugian menjadi laba di tahun berikutnya menunjukkan bahwa auditor tidak berada di bawah tekanan dari pihak manapun. Hal ini mencerminkan pelanggaran terhadap hukum.
- Perilaku Profesional
Prinsip kompetensi profesional dan uji tuntas menuntut semua akuntan profesional untuk terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka agar dapat memberikan jasa yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja. Auditor seharusnya bertindak dengan hati-hati dan ketekunan sesuai dengan standar teknis dan profesional yang berlaku. Namun, sebagian besar perilaku auditor dalam laporan keuangan Garuda Indonesia berdampak negatif terhadap profesi akuntan, salah satunya menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap akuntan yang seharusnya bersikap jujur dan dapat diandalkan.
Â
Kesimpulan
Kasus pelanggaran etika profesi akuntan yang terjadi di PT. Garuda Indonesia melibatkan tindakan yang mencederai integritas dan objektivitas akuntan dalam menjalankan tugasnya. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, seperti manipulasi laporan keuangan dan pengabaian prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku, mencerminkan kegagalan dalam menjaga kode etik profesi akuntan, terutama dalam hal independensi dan akuntabilitas.
Â
Beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggaran ini antara lain adanya tekanan dari pihak manajemen untuk menghasilkan laporan keuangan yang menguntungkan, kurangnya pengawasan internal, serta ketidakjelasan dalam penerapan standar akuntansi yang seharusnya diikuti. Dampak dari pelanggaran ini bukan hanya merugikan perusahaan, tetapi juga mencoreng reputasi profesi akuntansi secara umum, menurunkan kepercayaan publik, serta berpotensi menimbulkan sanksi hukum dan regulasi.
Â
Penting bagi akuntan untuk selalu menjaga kode etik, termasuk prinsip integritas, objektivitas, dan profesionalisme, dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, penguatan pengawasan internal perusahaan serta edukasi lebih lanjut terkait kode etik akuntansi perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang.