Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Selamat Datang Pemimpin Baru

24 Juli 2014   20:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:21 655 1
Usai sudah perhelatan pemilihan presiden 2014 yang penuh haru biru. Menurutku inilah pilpres paling berwarna yang pernah aku saksikan. Berwarna dalam arti negatif. Betapa tidak, selama pelaksanaan pilpres sejak kampanye, pencoblosan sampai finalisasi rekapitulasi suara, sama sekali tidak tampak karakter masyarakat Indonesia yang konon ramah, sopan, penuh toleransi dan berbudaya tinggi. Demi merebut suara rakyat, yang ujung-ujungnya merebut kekuasaan, segala cara digunakan. Tak terbayangkan sebelumnya orang Indonesia yang notabene terpelajar dan mempunyai posisi terhormat bisa mengeluarkan cacian, makian, fitnah, serangan terhadap pribadi tanpa tedeng aling-aling. Sungguh semua itu adalah tontonan vulgar yang tidak layak ditonton dan dicontoh.

Tidak hanya itu !! Pilpres kali ini juga menyedot perhatian dan emosi masing-masing pendukungnya. Konon diantara saudara serumah ada yang sampai bertengkar demi membela jagoannya. Apalagi antar teman. Sempat ada berita terjadi penusukan gara-gara membela kubunya. Aku sendiri sempat beradu argumen dengan 2 sahabat saya. Sama dengan yang lain, kami masing-masing juga menonjolkan keunggulan pilihan kita. Untunglah kami masih bisa menggunakan nalar kita. Kesimpulan waktu itu kami tetap pada pilihan kami. Ya iyalahh ...
Pilpres kemarin bahkan tidak pantas disejajarkan dengan epik Barata Yudha, yaitu perang antar saudara berdarah Barata di Kurusetra. Di pilpres ini tidak kita jumpai sifat-sifat ksatria seperti Gatutkaca yang rela mengorbankan diri sebagai martir Pandawa. Dia dengan gagah menyongsong senjata Konta yang hanya bisa digunakan sekali saja. Dengan demikian senjata tersebut tidak bisa digunakan untuk membunuh pamannya Arjuna. Semua untuk kejayaan Pandawa.  Di pilpres ini umum bisa menilai sendiri mana kubu Kurawa mana kubu Pandhawa, tergantung dari sudut pandang masing-masing.
Sekarang semua sudah selesai dengan telah diumumkannya peraih suara terbanyak yaitu pasangan nomor urut 2. Ucapan selamat sudah mengalir. Beberapa kepala negara dan kepala pemerintahan negara sahabatpun sudah mengucapkan selamat atas terpilihnya pemimpin baru kita. Eh, tunggu dulu. Sepertinya belum. Kubu yang merasa kalah suara masih tetap meradang dan akan melanjutkan ke MK, paling lambat besok, sesuai tenggat waktu yang disediakan MK. Kita masih harus bersabar mau dibawa kemana pertikaian ini. Bahkan DPR RI ikut-ikut mengajukan gugatan. Semua sepertinya hanya menggambarkan nafsu berkuasa dan semangat pantang menyerah yang kurang pada tempatnya.
Sekarang kita bisa merenung dengan lebih tenang. Hikmah apa sih yang bisa kita ambil dari perhelatan 5 tahunan ini ??


  1. Bisa jadi pilpres kali ini adalah salah satu pilpres paling kotor yang pernah aku saksikan. Levelnya mungkin hanya bisa disamai dengan Pemilu jaman Orde Baru. Saat itu pengerahan aparat negara untuk memenangkan Golkar sudah sangat jamak. Jalur ABG (ABRI, Birokrasi dan Golkar) satu suara dan satu tindakan untuk mengamankan “jalannya pembangunan”. Beruntunglah Soeharto masa itu bisa melakukan apa saja demi melanggengkan kekuasaannya. Bila media sudah sebebas sekarang, mungkin ceritanya bisa lain.
  2. Inilah untuk pertama kali terlihat bagaimana rakyat sangat antusias menyambut pilpres. Mereka merasa memiliki dan ikut menentukan jalannya pemilihan. Lihatlah betapa upaya JKW menggalang dana masyarakat disambut gegap gempita. Lebih dari 100 Milyar bisa dikumpulkan dalam waktu singkat. Angka golput turun. PPLN belum pernah sekewalahan ini menghadapi pilpres. Di Hongkong ratusan orang tidak bisa menyalurkan suaranya.
  3. Jangan pernah mengabaikan kekuatan rakyat. Bila rakyat telah bersatu tidak ada kekuatan satupun yang dapat menghadangnya. Kekuatan uang, power dan nama besar tidak cukup kuat untuk mengalahkannya. Ditambah blunder-blunder, kata-kata kasar, arogansi kekuasaan serta kampanye-kampanye hitam yang mengalir deras tanpa ada yang bisa membendung hanya menimbulkan antipati rakyat. Seharusnya timses bisa mengenal sifat masyarakat kita. Mungkin karena konsultannya dari AS, walau sudah dibantah, jadi hal-hal itu luput dari pengamatan.
  4. Seperti analisisku dulu terbukti lagi siapa yang lebih tegas diantara kedua calon. Kali ini kita bahkan melihatnya head to head. Diluar dugaanku pasangan JKW-JK bisa tampil prima dalam 5 kali debat capres/cawapres. Sebelumnya aku terlalu pesimis, lupa kalau JKW telah beberapa kali mengikuti debat dalam forum yang lebih kecil yaitu pilwakot dan pilgub. Modal itu tentu cukup sebagai bekal dalam debat capres. Itu mungkin yang dilupakan pasangan lawannya atau memang meremehkan.
  5. Saat rekapitulasi hampir usai, tanpa diduga Prabowo (PS) menarik diri dan minta pilpres diulang. Sungguh satu langkah yang sangat disayangkan. Saat itu kita bisa melihat PS tidak mempunyai kedewasaan dalam menyikapi kekalahan. Tidak bisa disembunyikan lagi betapa tidak konsistennya sikap yang ditunjukkan di hadapan publik. Berkali-kali dia mengucapkan sikap siap menang siap kalah. Bahkan dia menyindir pesaingnya yang menurutnya tidak berani mengucapkan siap kalah.
  6. Peranan lembaga survei tak pelak lagi telah mendapat tempat yang lebih kuat. Argumen-argumen yang meremehkan metodologi mereka dalam melakukan hitung cepat telah terpatahkan. Terbukti selisih antara hasil hitung cepat mereka hanya terpaut sedikit dengan angka final yang dihitung KPU. Namun terbukti ada juga lembaga survei abal-abal yang bisa dimanfaatkan kandidat (saling memanfaatkan sih tepatnya), untuk mempengaruhi psikologis nasyarakat. Kedepan kita harus lebih tegas mengatur hal ini. Bila perlu masukkan dalam UU Pilpres dengan sanksi yang tegas. Bila terbukti salah bisa dipidana. Pengalaman kemarin mereka telah membuat ketegangan dan memunculkan ketidakpastian di kalangan masyarakat yang berpotensi memicu perpecahan dan konflik horisontal.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun