Dibanding Jakarta, kampung Udin tak banyak berubah. Ia tentu saja hafal setiap jengkal jalan-jalan yang pernah dilaluinya.
Suatu kali Udin berpapasan dengan jalan yang ada papan bertuliskan jalan ditutup atau dilarang masuk. Karena merasa sudah hafal, Udin tak memedulikan papan peringatan itu.
Ia terus melintas. Saat orang-orang memperhatikannya dengan aneh, di belakang setir yang tertutup kacanya karena menyalakan AC, Udin malah bangga. Ia merasa orang-orang kagum dengan mobilnya.
Tak lama kemudian Udin melihat sebuah jembatan rusak di depannya. Jembatan yang sudah tua itu sama sekali tak bisa dilewati mobil. Tak ada jalan lain, Udin harus memundurkan mobilnya.
Kali ini orang-orang memandangnya rasa bersyukur, tepatnya nyukurin. Udin cuek saja. Ia merasa sudah terbiasa dengan sikap itu sejak tinggal di Jakarta.
Ketika Udin sampai ke papan tanda peringatan di pintu jalan tadi, ia membaca tulisan dibalik papan. "Selamat datang kembali, Tolol!"