Penelitian yang dilakukan oleh Phillipa Smales pada tahun 2011 menunjukan bahwa media sosial memiliki peran yang cukup penting dalam pemberdayaaan Buruh migran Indonesia yang tersebar diberbagai negara. Buruh migran Indonesia telah memanfaatkan media sosial untuk melawan ketidakadilan, diskriminasi dan kekerasan yang menimpa mereka. Dalam berbagai kasus, media sosial merupakan sarana bagi komunitas migran untuk melawan perilaku koruptif dari oknum aparat yang menyalahgunakan wewenang, bahkan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro BMI pun di organisir melalui media sosial. Berbagai tindakan oknum aparat pemerintah Indonesia yang dianggap merugikan buruh migran Indonesia juga banyak disebar-luaskan melalui media sosial. Selain itu, kasus kasus kekerasan yang menimpa buruh migran Indonesia, seperti kasus Kartika dan Erwiana di Hong Kong, telah mengundang berbagai komunitas buruh migran Indonesia untuk membahas, menggalang dukungan, menyebarluaskan dan memonitor proses peradilan melalui media sosial. Media sosial menyediakan ruang yang setara bagi buruh migran Indonesia untuk bertukar informasi, saling mendukung dan menguatkan dalam perjuangan serta menyampaikan aspirasi. Peran ini sangatlah strategis bagi proses proses pemberdayaan dan perlindungan buruh migran Indonesia, mengingat mereka merupakan komunitas yang rentan terhadap berbagai eksploitasi ,dan belum mendapatkan perlindungan yang memadai dari pihak berwenang.