Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Setelah Pak Beye Marah

11 Desember 2008   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:23 2300 0

[caption id="attachment_503" align="alignleft" width="213" caption="pak nirwan keluar kantor presiden sambil terkekeh mengacungkan jempol setelah pak beye marah, 3/12 (wisnunugroho.kompasiana.com)"][/caption] apa yang terjadi setelah pak beye marah saat mengundang chief executive officer pt lapindo brantas nirwan bakrie ke kantor presiden, jakarta, 3 desember 2008? tidak seorang pun tahu kecuali mereka yang terlibat dalam pertemuan sekitar 30 menit itu. yang terlibat dalam pertemuan itu bungkam soal isi pertemuan. masing-masing mengaku punya andil atas terbitnya marah pak beye. selain pak nirwan yang datang terlambat, mereka yang diundang dalam pertemuan adalah menteri pekerjaan umum djoko kirmanto (ketua dewan pengawas badan penanggulangan lumpur sidoarjo), menteri sosial bachtiar chamsyah (wakil ketua bpls), menteri energi dan sumber daya mineral purnomo yusgiantoro, menteri sekretaris negara hatta rajasa, sekretaris kabinet sudi silalahi, kepala kepolisian ri jenderal bambang hendarso danuri, dan kepala bpls sunarno. dalam bisu tetapi sambil tertawa-tawa dan mengacungkan jempol tangan, nirwan berjalan meninggalkan kantor presiden. gedung sekretariat negera mereka tuju untuk menyelesaikan masalah 80 persen sisa ganti rugi ribuan warga korban semburan lumpur panas lapindo. penyelesaian perlu dibuat karena berdasarkan peraturan presiden nomor 14 tahun 2007 tentang bpls, pembayaran sisa ganti rugi 80 persen sudah jatuh tempo sebulan sebelumnya. bersamaan dengan marahnya pak beye, di depan istana merdeka, ratusan warga korban semburan lumpur berunjuk rasa. meskipun telah kehilangan rumah dan potongan sejarah hidup keluarga dan leluhurnya, mereka tidak marah, apalagi marah-marah. unjuk rasa dilakukan dalam tenang karena mungkin sudah lebih dari dua tahun kelelahan tidak terpenuhinya harapan atas perjuangan hak. mereka menuntut pembayaran sisa ganti rugi seperti diatur dalam perpres no 14/2007. mereka adalah tim 16 yang merupakan gabungan 16 rukun warga perumahan tanggul angin sejahtera i. aksi dilakukan damai, tetapi pak beye memilih memutar haluan saat keluar dari istana kepresidenan. jalur di depan istana merdeka yang berhadapan dengan monumen nasional tidak digunakan. pak beye yang akan meresmikan museum jenderal besar abdul haris nasution di kawasan menteng memilih jalur di depan istana negara yang berhadapan dengan jalan juanda. anggota pasukan pengamanan presiden yang sudah berbaris di depan istana merdeka lantas pindah ke depan istana negara karena perubahan ini. kembali dari museum, penyelesaian yang di-deadline belum juga didapat. pertemuan antara pak nirwan, pemerintah, bpls, dan beberapa wakil korban masih berlangsung di gedung sekretariat negara. menjelang malam, kesepakatan baru yang tidak diatur dalam perpres no 14/2007 didapat. pembayaran sisa ganti rugi 80 persen dibayarkan bertahap rp 30 juta setiap bulan hingga lunas. bersamaan dengan jatuh tempo pembayaran itu, juga diberikan rp 2,5 juta untuk perpanjangan sewa rumah. pak djoko dan pak nirwam sama-sama menampik kesepakatan baru itu melanggar perpres no 14/2007. dalam pasal 15 perpes no 14/2007 berbunyi, “pembayaran bertahap yagn dimaksud, seperti yang telah disetujui dan dilaksanakan pada daerah yang termasuk dalam peta area terdampai 4 desember 2006, 20 persen dibayarkan di muka dan sisanya dibayarkaan paling lambat sebulan sebelum masa kontrak rumah dua tahun habis”. setelah kesepakatan baru ini sampai ke telinga ribuan warga korban semburan lumpur panas, penolakan kemudian bermunculan di sidoarjo, jawa timur. ribuan warga korban berpegang pada perpres no 14/2007 yang diteken pak beye yang mengatur 80 persen sisa ganti rugi. penutupan jalan dilakukan untuk menyuarakan penolakan korban atas kesepakatan baru yang tidak diatur dalam perpres no 14/2007. mendapati penolakan ini, pak djoko minta warga korban memahami kesulitan keuangan yang katanya tengah dialami lapindo. pak beye setelah marah di kantor presiden, menurut pak djoko, juga lebih dahulu bisa memahami. “kita sudah tekeeen lapindo, ‘kamu harus bisa membayar’. tetapi memang dia (pak nirwan) sudah buka kartu, ‘inilah semampu kami, bayar rp 30 juta per bulan’. ya sudah harus kita terima,” ujar pak djoko. pembayaran secara bertahap rp 30 juta per bulan menurut pak djoko merupakan hasil maksimal yang bisa diterima korban. alasan krisis dan kesulitan keuangan yang dialami lapindo diterima tanpa kejelasan audit transparan atasnya. padahal, seperti kerap disampaikan pak beye, krisis keuangan saat ini tidak terlalu parah akibatnya untuk Indonesia. pak beye memang marah di depan pak nirwan dan para pembantunya. namun setelah itu, yang harus menanggung akibatnya justru ribuan korban yang telah menggantungkan satu-satunya harapan pada perpres no 14/2007. ribuan rakyat yang telah kehilangan sejarah hidupnya sejak mei 2005 kembali diminta memahami dan sekali lagi: dikalahkan. saya jadi ingat perkara korporatokrasi yang sedang menggejala di mana-mana. itu pendapat saya. pendapat anda pastinya berbeda, dan itu sah-sah saja. apa pendapat anda?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun