Kesimpulannya adalah seseorang bisa menjadi suci jika  dapat mengambil yang terkandung dari ajaran kitab suci tersebut, bukan kitabnya yang suci. Kitab suci sama dengan kitab2 (buku pelajaran) lain yang terbuat dari kertas dan tinta dan dibuat di percetakan pada umumnya.
Lalu kenapa orang begitu merasa tersinggung kalau kitab sucinya keinjek, disobek atau dibakar ? Apakah di dalam Kitab suci tertulis : " Wahai manusia barang siapa memperlakukan kitab ini dengan tidak semestinya, Â maka berarti sama dengan memperlakukan Aku Tuhanmu, maka kamu wajib membunuhnya atau membakar rumahnya. Saya jadi merasa perlakuan terhadap sebundel kertas yang tersusun itu melebihi dari Tuhan itu sendiri atau melebihi makna yang tertulis dalam kertas itu.
Kalau buku bahasa Indonesiaku disobek atau di bakar orang, kemarahanku hanya  karena aku harus membeli lagi, berarti aku harus keluar uang lagi, tidak apa-apa dan harga buku itu apakah sepadan dengan nyawa atau harta lain ? Apa bedanya jika Kitab Suci ku dibakar orang, aku masih bisa beli lagi yang lain. Kemarahanku tidak sepadan kalau harus membakar rumah, ataupun membunuh.
Lalu kenapa harus berpikir Kitab Suci adalah Suci yang harus dibela dengan taruhan nyawa. Percayalah itu hanya seonggok kertas yang ada tulisannya namun jika aku membaca dan mengambil makna dari isinya maka diharapkan aku akan menjadi suci. Dan jika kitab itu sudah usang atau robek aku bisa membeli lagi di toko buku terdekat.
Maaf saya tidak memaksakan orang lain sepaham dengan saya, tetapi inilah faham saya terhadap Kitab Suci.
Salam