Beberapa detail dalam PP tersebut menyatakan memperbolehkan ekspor bentuk konsentrat,seperti komoditas tembaga, selama telah diolah hingga kadar Cu 15%, walhasil PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia yang mayoritas produknya berupakonsentrat dalam kadar 30% aman dari larangan ekspor tersebut. Semestinya jikaingin lebih ketat dalam aturan ini harus juga membedakan pengolahan berdasarkankategori dan pemurnian setiap komoditas tambang. Sungguh menjadi sebuah tandatanya besar, syarat yang dijadikan landasan penetapan keputusan yakni besarankadar konsentrat pengolahan baru akan direncanakan penetapannya dalam PermenESDM mendatang setelah diketuk dahulu Peraturan Pemerintah ini. Hal inimemungkinkan berdampak terjadinya kompromitas policy dalam substansi Permen ESDM yang notabene seharusnyamemperjelas pada kemaslahatan rakyat, namun hal ini justru terhadang oleh tingkattata perundangan yang lebih tinggi karena criteria mandul yang telah disepakatisebelumnya.
Pemerintahseharusnya adil dan tidak memberi perlakuan khusus terhadap perusahaanpertambangan skala besar pemegang kontrak karya! Jika mau dipakai prinsipegaliter dan moderat, seharusnya peraturan khusus ini juga mengatur soal IzinUsaha Pertambangan (IUP/IUPR) bagi pengusaha Nasional yang baru-baru ini tumbuhsekitar 3-6 tahun belakangan, untuk melakukan ekspor dengan beberapa syaratyang disepakati dan sebanding (termasuk komitmen hilirisasi dengan membangunSmelter). Hal ini dimaksudkan agar usaha kecil hingga menengah di sektorpertambangan yang modalnya tidak sebesar perusahaan pemegang Kontrak Karya danPKP2B dapat tumbuh dan bersaing dari segi ekonomi.
Selainitu, dengan berbagai tekanan dan kepentingan asing di dalamnya, baikdikarenakan kekhawatiran akan melemahnya perekonomian sektor tambang Indonesia danjuga karena ancaman PHK yang didengungkan oleh perusahaan asing, pemerintahmulai untuk mencarikan jalan dan kemudian memanipulasi tafsir/substansi dari UUMinerba tersebut, beberapa PP dan Permen yang telah ditindak revisi (manipulatif),yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pertambangan Mineral danBatubara serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM)Nomor 20 Tahun 2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan Mineral.
Jika dianalogikan, kita ini buntung! Kitalari pada kompetisi dan jenis pertandingan yang sama, namun kaki tangan kitadiikat sedemikian hingga potensi yang seharunya maksimal, seolah sia-sia.
Semenjak Undang-undang nomor 4 tahun 2009diketuk, telah digadangkan bahwa setiap perusahaan harus merancang Smelter (alatpemurnian) sebagai salah satu kompensasi manfaat ekonomi bagi daerah ataumasyarakat sekitar perusahaan. Namun ternyata niat baik tersebut bersambutpepesan kosong hingga saat ini, bukannya dirancang mulai ditetapkan pertamakali saat ditetapkan UU Minerba, ternyata baru dimulai pasca Penetapan PP dantidak semua perusahaan akan membangun. Kekhawatiran pada PP ini juga tentuberalasan seiring komparasi pada UU Minerba yang merupakan tata perundanganyang lebih tinggi, yang juga telah beberapa kali menelurkan Permen-permen dalammenjelaskan substansinya.
“Sungguh kita ini lihai dalam memanggil hujan danbanjir peraturan, tapi tak berujung pada redanya permasalahan.”