artikel ini merupakan tanggapan untuk artikel :
http://m.kompasiana.com/post/read/647508/3/ingkar-jokowi-vs-ingkar-prabowo.html
yang hurufnya di blok tebal adalah tanggapan saya untuk postingan dari link : http://m.kompasiana.com/post/read/647508/3/ingkar-jokowi-vs-ingkar-prabowo.htmlPada artikel saya sebelumnya (Jokowi Presiden, Mungkin Memang Kehendak Yang Maha Kuasa), saya mencoba melihat dari sisi positif mengenai ikut majunya Jokowi dalam bursa capres 2014, meskipun yang bersangkutan seharusnya masih menjalani jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai dengan tahun 2017.
Artikel saya itu jika dikaitkan dengan sebuah artikel yang saya buat 6 bulan sebelumnya, tepatnya pada 15 September 2013 (Akankah Jokowi Tak Sengaja Menjadi Presiden RI) bisa dijadikan semacam dasar pengetahuan mengenai latar belakang, kondisi dan kronologis memahami Jokowi, apa, bagaimana dan kenapa sampai Jokowi bisa menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan kemudian diberi mandat oleh PDIP untuk nyapres di Pilpres 2014 ini.
Sejak dari menjadi Walikota Solo sampai dengan menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian diberi mandat sebagai capres dari PDIP, semuanya bukan bertolak dari inisiatif dan ambisi pribadi Jokowi, Jokowi tidak “menyodorkan dirinya” untuk itu, melainkan dia benar-benar menjadi demikian karena ditugaskan oleh partainya (murni panggilan tugas). Dari rekam jejaknya pun tidak ada satu pun bukti bahwa selama 7 tahun menjadi Walikota Solo dan hampir 2 tahun ini menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah memanfaatkan jabatannya itu untuk kepentingan pribadi (memperkayakan diri), keluarga, maupun partainya. Jokowi dan keluarganya juga tidak mempunyai perusahaan-perusahaan besar yang berpotensi untuk terjadinya konflik kepentingan jika dia kelak menjadi Presiden.
Namun, seperti yang sudah gampang ditebak sebelumnya, momen pendeklarasian Jokowi sebagai capres itu pun langsung direspon dan dimanfaatkan lawan-lawan politiknya, terutama kompetitor sesama capres dan para simpatisan mereka untuk digunakan sebagai senjata menghantam Jokowi. Apalagi kalau bukan tuduhan Jokowi sebagai kutu loncat, pembohong, pengkhianat, haus kuasa, gila kuasa, presiden boneka, dan seterusnya. Sempat ditayangkan pula iklan yang khusus dibuat sedemikian rupa, yang isinya memuat kumpulan janji-janji Jokowi untuk menyelesaikan aneka problem Jakarta dengan program-programnya, komitmen Jokowi untuk menyelesaikan tugas jabatannya, dan pernyataannya tidak tertarik maju dalam Pilpres 2014. Entah siapa yang membuat dan menyebarkan iklan itu, besar kemungkinan itu dari mereka yang merasa elektabilitasnya terancam dengan ikut bersaingnya Jokowi dalam bursa Pilpres 2014 ini.
(ok ok ok berarti jokowi presidennya partai dong?)
Murkanya Prabowo Subianto
Jokowi pun kemudian dibanding-bandingkan bakal capres terkuat kedua setelah Jokowi versi lembaga-lembaga survei, yakni Prabowo Subianto, yang juga adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Sebelum Jokowi masuk dalam bursa survei, Prabowo Subianto adalah capres terbesar elektalibitasnya. Tetapi, begitu nama Jokowi dimasukkan dalam survei, nama Prabowo langsung tergeser ke urutan kedua.
Karena ambisinya menjadi presiden sangat besar, tetapi rasa percaya dirinya yang tidak sebesar ambisinya itu, pengdeklarasian Jokowi sebagai capres dari PDIP itu membuat resah, dan kemudian mengumbar kemarahannya. Prabowo murka, sasarannya Jokowi.
(saya amati prabowo itu orangnya tidak pintar bersandiwara dan selalu bersikap apa adanya serta tegas jadi itu adalah hal yg lumrah”ada aksi sudah pasti ada reaksikan” kalau di katakan murka itu berlebihan,itu bukan murka tapi jengkel dan kecewa di hianati oleh teman koalisi,kalau anda jadi prabowo anda pasti akan kecewa dan marah juga kan?)
Saking geramnya Prabowo, dalam hampir setiap kali kampanyenya di Pileg 2014, dia melakukan serangan berupa sindiran-sindiran yang sangat tajam yang ditujukan kepada Jokowi. Sampai-sampai pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Tjipta Lesmana, menyebutkan Prabowo terlalu sadis dalam melontarkan kegusarannya itu. Beberapa pernyataan “sadis” Prabowo yang dilontarkan dalam bentuk sindiran kepada Jokowi itu antara lain (merdeka.com):
“Maaf, pemimpin di Jakarta lupa dengan rakyat. Sudah duduk lupa janji. Tapi rakyat Indonesia tidak mau dibohongi lagi. Rakyat Indonesia bukan orang-orang bodoh."
"Kita saat di militer dipimpin dengan keras, komandan kita cerewetnya tidak main-main. Mereka singa anak buahnya pun menjadi singa. Tapi kalau singa dipimpin kambing, nanti singanya bersuara kambing,"
Menyindir Jokowi sebagai capres boneka: “"Kalian mau dipimpin boneka-boneka? Mau punya presiden boneka?"
“Budaya mencla-mencle, plin-plan, budaya lain di hati lain di mulut. Tinggi gunung, seribu janji, dan janji tidak ditepati, kita tidak butuh pemimpin seperti itu."
Prabowo juga sempat membaca puisi yang menyindir Jokowi dan Megawati, bunyinya:
“Boleh berbohong asal santun
Boleh mencuri asal santun
Boleh korupsi asal santun
Boleh menipu rakyat asal santun
Boleh menjual negeri pada orang lain asal santun
Boleh merampok asal santun”
(kalau ini namanya PENEGASAN DAN PEMBERITAHUAN kepada para kader partai bahwa ini lah orang yang telah menghianati penjanjian koalisi bersama dan sudah pasti merupakan ancaman bagi partai.buktinya hal ini di lakukan pada saat kampanye akbar partai,bukan di televis,radio dan media elektronik lainnyakan? Apa yang di katakan oleh prabowo semua benar kok kalo dari versi pihak yang di rugikan ibarat pepatah tiongkok
“memelihara ayam,jadi burung,setelah punya sayap terbang dan menghilang”
Itu kan namanya tidak ingat budi,soal komentar sang profesor tjipta lesmana yang menyebut istilah sadis gua rasa itu sangat tidak beralasan dan gua rasa prof tjipta lesmana seharusnya sekolah lagi supaya ingat kembali ilmu-ilmu yang pernah di pelajarinya di kuliah supaya tidak salah lagi memberikan STATEMENT)
Demikianlah antara lain cara Prabowo menyerang Jokowi (dan Megawati). Khusus Megawati, Prabowo marah karena menganggap Megawati mengkhianati Perjanjian Batu Tulis yang pernah mereka tandatangani bersama ketika keduanya maju sebagai pasangan capres-cawapres di Pilpres 2009, yang pada poin ketujuhnya menyatakan Megawati berjanji untuk mendukung Prabowo sebagai capres di Pilpres 2014. Tentang hal ini silakan baca artikel saya yang berjudul Perspektif Hukum Perdata terhadap Perjanjian Batu Tulis.
(soal masalah perjanjian batu tulis “promise is promise” orang bijak berkata yang paling berat memegang AMANAH = JANJI kalau tidak sanggup di tetapi jangan berjanji itu kan namanya curang kemudian yang namanya janji yah janji tidak ada kan yang namanya setengah janji atau semi janji,jadi kesimpulannya yah HARUS di TEPATI)
Cara dan sikap reaktif-emosionalnya Prabowo terhadap pencapresan Jokowi tersebut secara tak langsung memberi indikasi kebenaran sinyalemen yang mengatakan tentang sosok Prabowo yang temperamental, sulit mengendalikan emosinya jika merasa ditantang. Bagaimana bisa menjadi presiden kalau menghadapi problem seperti ini saja tidak bisa mengendalikan emosinya. Bagaimana nanti kalau menghadapi aneka persoalan bangsa yang jauh lebih rumit dan ruwet? Kalau jadi presiden, jangan-jangan nanti ada menterinya yang cidera karena menjadi sasaran kemarahannya.
(yang namanya tentara suaranya yah sudah pasti keras dan berat,sejak awal pelatihan tentara di wajibkan berkata tegas,kalau anda mengatakan tidak bisa mengendalikan emosi itu jelas anda SALAH,orang tentara bicara tegas kok di bilang emosi.presiden yang kita rindukan selama ini memang presiden yang CERMAT,TEGAS DAN sudah pasti harus BERWIBAWA.soal masalah yang anda takutkan yaitu masalah akan ada menteri yang cedera santai saja.
“ORANG BESAR TIDAK MUNGKIN MEMILIKI PIKIRAN KERDIL”
original inspire and motivate by :
(wisely chow)
Hal ini diperburuk dengan adalah pendamping Prabowo di Gerindra, yang kelihatannya mempunyai watak “sebelas-duabelas” dengan Prabowo, yaitu Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon yang sejak Jokowi nyapres suka mengejek-ejek dan merendahkan Jokowi dengan puisi-puisinya. Yang terakhir adalah puisinya yang dia beri judul “Raisoopo-opo” yang disebarkan ke publik, kemarin, Rabu, 16 April 2014.
(kalau hal ini namanya sih “SENTILAN” supaya yang di sentil bisa sadar)
Sikap-sikap seperti ini memperlihatkan kepada kita bagaimana sebenarnya kualitas kepimpinan Prabowo cs, yang kelihatannya saja gagah dan tegas, tetapi ternyata isinya mental “rombengan.” Bagaimana bisa mereka menghargai rakyat, menghargai demokrasi, dan menghadapi kritik-kritik kelak, apabila dengan saingan capres-nya saja sikapnya sudah seperti ini.
(Ini namanya ada aksi yah pasti ada reaksi,kalau tidak ada reaksi itu namanya MATI SURI)
Para pendukung dan simpatisan Prabowo Subianto pun mengamini semua pernyataan sindirian “sadis” Prabowo kepada Jokowi itu. Bersamaan dengan itu mereka memuji-muji Prabowo sebagai sosok capres yang paling tepat, karena sosoknya yang gagah, tegas, punya visi dan misi yang jelas, dan sebagainya.
(itu benar,yang namanya VISI MISI HARUS JELAS,TIDAK BOLEH PLIN PLAN DAN RAGU-RAGU mungkin calon yang agak plin plan dan anda terbiasa dengan yang plin plan,jadi sekali ketemu yang tegas langsung kaget dan terkejut badan)
Mereka seolah-olah lupa, mengabaikan, atau tidak tahu mengenai rekam jejak Prabowo yang kelam di masa lalu. Diduga meningkat secara signifikannya suara Partai Gerindra di Pileg 2014 ini dikarenakan banyak generasi muda, pemilih pemula yang menjatuhkan suaranya kepada Gerindra karena terpengaruh penampilan Prabowo yang gagah itu. Generasi yang tidak mengetahui sejarah rekam jejak Prabowo di masa lalu itu.
(siapa bilang karena penampilan yang gagah yang ang membuat suara GERINDRA naik? Yang sering masuk tv dan di puji media kan jokowi,prabowo malah hampir tidak pernah masuk tv tuh,soal masalah rekam ejak yang masih simpang siur tolong jangan di jadikan fakta dahulu jadi harus kroscek dahulu jangan lihat foto HOAK anda langsung MENJUDGE menghakimi secara sebelah pihak ini negara hukum yang salah pasti akan di hukum,kalau tidak terbukti bagaimana di hakimi? Buktinya prabowo aman aman saja,malah bisa jadi capres dan ketua partai)
Rekam Jejak Masa Lalu Prabowo
Pada tahun 1997-1998 ketika rezim Soeharto semakin terancam jatuh oleh berbagai aksi perlawanan rakyat pro-reformasi dan demokrasi, yang dimotori para mahasiswa dan dibekengi oleh tokoh-tokoh masyarakat, rezim itu menggunakan segala cara untuk mempertahankannya. Cara-cara represif dan teror khas diktator yang selama ini sukses melestarikan kekuasaan rezim itu pun semakin ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, termasuk dan terutama menculik sejumlah aktivis oleh tim-tim siluman di luar undang-undang, dari militer/ Kopassus, dengan maksud dapat membungkam aksi-aksi demonstrasi antiSoeharto itu. Tiga belas orang dari mereka yang diculik sampai hari ini belum kembali, diduga telah tewas dibunuh. Salah satu aktor utama penculikan itu adalah Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus saat itu, Letjen TNI Prabowo Subianto. Prabowo sudah mengakui perbuatannya itu.
(bukan penculikan tapi pengamanan,sebagai aparat negara yang berkewajiban untuk menjaga kestabilitasan negara maka semua pemicu kerusuhan harus di amankan dahulu,dan yang melaksanakan tugas pengamanan itu bukan siluman tapi kesatuan khusus yang di latih secara khusus dan terdiri dari orang-orang khusus pula)
Dia membentuk Tim Mawar dengan 11 anggota Kopassus, anak buahnya. Mereka menculik 9 orang aktivis. Selama penculikan para aktivis itu disiksa dengan cara-cara di luar batas peri kemanusiaan untuk mengetahui misi mereka dan siapa saja teman-temannya, serta agar menjadi ketakutan, dan tidak berani lagi melawan Soeharto Mengecam Soeharto identik dengan tindakan subversif. Salah satunya korban penculikan itu adalah Faisol Riza. Pengalamannya semasa berada dalam sekapan para penculik dari Tim Mawar itu pernah disampaikan lewat kicauan Twitter-nya dan dimuat di Merdeka.com.
(yang bersalah yah harus di hukum,masa harus di rawat dan di lestarikan? Cara kerja mereka juga bisa di katakan termasuk manusiawi karena karena setiap ada penangkapan perdana pasti yang bersangkutan akan di lepas setelah di periksa “second chance” tapi apa bila menimbulkan ancaman lagi yah harus di berikan tindakan tegas)
Prabowo mengatakan dia hanya bertanggung jawab terhadap penculikan yang dilakukan oleh Tim Mawar. Para korban penculikannya itu, katanya, semua kembali dalam keadaan selamat, bahkan beberapa di antaranya menjadi pengurus teras Partai Gerindra. Sedangkan terhadap penculikan aktivis lain, termasuk mereka yang belum kembali itu, Prabowo mengaku tidak mengetahuinya. Prabowo juga mengaku bahwa aksi penculikan tersebut berdasarkan perintah dari atasannya. Siapa saja mereka yang turut melakukan penculikan-penculikan itu, siapakah otak utamanya, apakah Panglima ABRI, atau Presiden Soeharto, dan lain-lain? Sampai hari ini rahasianya masih disimpan Prabowo. Layakkah dengan status seperti ini Prabowo mau menjadi presiden?
(nah prabowo memang memilik jiwa ksatria,kalau tidak mau mengaku juga tidak ada buktikan? Suasana ibukota saat itu sangat kacau jadi memang benar yang dikatakan oleh prabowo, jadi ke 13 aktivis lain yang hilang bisa jadi hiang karena kecelakaan,atau hilang karena berhadapan dengan kesatuan lain di lapangan jadi jangan prabowo saja dong yang di kambing hitamkan)
Pengakuan Prabowo bahwa semua aktivis yang diculik timnya itu kembali dengan selamat, bertentangan dengan keterangan yang disampaikan oleh Pius Lustrilanang, salah satu korban penculikan Tim Mawar, sebagaimana dimuat di Tempo.co. Pius bersaksi, ketika berada di dalam penyekapan para penculiknya, dia sempat berkomunikasi dengan tiga aktivis lainnya, yaitu, Herman Hendrawan, Yani Afri, dan Soni. Tiga orang ini termasuk mereka yang sampai hari ini belum kembali. Ketika dibebaskan, Pius mengecek tiga rekannya ini yang katanya dibebaskan terlebih dulu daripadanya, tetapi ternyata mereka tidak kembali. Pius menulis, "Saya lalu teriingat pada perkataan salah seorang penculik: 'Ada yang keluar (dalam keadaan) hidup dan ada yang keluar (dalam keadaan) mati dari tempat ini'.
(doktrin pelatihan tentara itu = “to kill or to be kill” jadi apabila ada kekerasan saat pemeriksaan itu hal yang lumrah,sekarang 2 individu memberikan 2 keterangan,tapi mengapa HANYA keterangan dari Pius Lustrilanang yang anda ambil,tidak adil dong jadi semua perlu pembuktian dahulu baru boleh menghakimi)
Pada April 1999 anggota Kopassus yang bergabung dalam Tim Mawar itu telah menjalani peradilan militer dan divonis bersalah. Sedangkan, khusus untuk Prabowo, berdasarkan rekomendasi dari Dewan Kehormatan Perwira yang khusus dibentuk untuk kasus tersebut, Panglima ABRI ketika itu, Prabowo dinilai bersalah, tetapi hanya menjatuhkan sanksi politik kepadanya, yaitu pemecatan (pensiun dini) dari kedinasannya di ABRI (sekarang TNI). Prabowo pun pensiun dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal.
Jadi, sampai hari ini Prabowo tidak pernah menjalani peradilan militer, dia hanya dijatuhkan sanksi secara politik. Sejak saat itu juga Amerika Serikat tidak mengizinkan Prabowo masuk ke negara mereka dengan alasan Prabowo telah melakukan pelanggaran HAM berat.
(Logika sajalah masa karena menunaikan tugas negara untuk menjaga stabilitas negara dan sedikit melewati garis dari yang namanya HAM yang merupakan isu paling SAKTI untuk MENJATUHKAN nama serta STIGMA BURUK sebuah negara berkembang dan nama seorang individu di mata internasional.
Jadi Soal masalah pencekalan itu hanya merupakan masalah formalitas saja.
Nanti setalah menjadi PRESIDEN yang mencekalnya juga akan berusaha merangkulnya kembali demi sebuah kepentingan.
“Dalam politik tidak ada teman maupun musuh abadi yang ada hanyalah kepentingan”)
Pada September 2009, Pansus Orang Hilang pernah merekomendasikan pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung untuk membentuk Pengadilan HAM Ad-Hoc untuk mengadili para aktor penculikan aktivis di tahun 1997-1998 itu, tetapi rekomendasi itu tidak pernah dilaksanakan.
(memang sudah tidak perlu di lakukan lagi yang bersalah sudah di hukumkan? Setelah menjalani hukuman berarti sudah boleh bebaskan?)
Selain itu, Prabowo juga banyak dituding bertanggung jawab atas tragedi kerusuhan Mei 1998, yang membakar Jakarta selama beberapa hari, dengan korban jiwa yang mencapai seribu lebih orang itu, termasuk korban-korban pemerkosaan dari etnis Tionghoa.
(sebagai etnis tionghua ini merupakan ganjalan di hati,kl soal penjarahan dan pembakaran itu ada,tapi di lakukan oleh masyarakat,soal pemerkosaan ini sangat aneh juga sih,sepanjang yang gua tahu sih yang namanya rampok setelah menggasak harta benda dr pemilik rumah yang sudah tidak berdaya dan apabila ada wanita otak bejatnya muncul dan terjadilah pemerkosan,dalam hal ini gua juga tidak percaya begitu saja kalau hal ini di lakukan oleh satuan tempur dll.dsb.apa manfaatnya? Pemusnahan etnis? Genosida? Sangat sulit di terima oleh akal sehat,sedangkan gambar yang beredar di internet setelah gua cek dan kroscek itu rata-rata foto yang di ambil dari kerushan di Filipina dan Negara lainnya dan editan serta tidak bisa di buktikan keabsahannya.jadi gua rasa sih seandainya ada terjadi yah di lakukan oleh kriminal yang melakuan penjarahan dan "so far" pak prabowo juga mutlak tidak bersalah dalam hal ini)
(Rekomendasi: Baca buku Kerusuhan Mei 1998, Fakta, Data & Analisa, -- Mengungkap Kerusuhan Mei 1998 Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Penerbit Solidaritas Nusa Bangsa dan Asosiasi Penasehat Hukum dan HAM Indonesia, Edisi Revisi: Mei 2007)
Di dalam bukunya yang berjudul Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998 (Penerbit Buku Kompas, 2014), Jusuf Wanandi, salah seorang pendiri CSIS ada sedikit menyinggung masa-masa menjelang kerusuhan Mei 1998 itu.
Menurut dia, yang melakukan penyerangan terhadap kantor pusat PDI pada 27 Juli 1996 adalah massa preman yang dikerahkan oleh beberapa jenderal TNI. Dua tahun kemudian (1998) hal itu diulangi lagi. Sebelum kerusuhan Mei 1998 meledak, diketahui Letjen Prabowo Subianto mengerahkan kelompok ektremis untuk menghadapi mahasiswa. “Ketika itu sebagai Komandan Kopassus, ia mengadakan acara buka puasa di rumahnya yang dihadiri oleh hampir 3.000 orang yang terdiri dari kelompok garis keras kanan,” tulis Jusuf Wanandi di bukunya itu (halaman 376).
(Dalam hal ini simple saja kok kejadian ini "BISA YAH DAN BISA JUGA TIDAK" serta belum ada pembuktian yang valid,
”SEANDAINYA” terjadipun prabowo kan hanya melaksanakan tugas,yang salah yah yang memerintahkan yaitu rantai komando teratas,dalam militer apa boleh menolak perintah atasan dan melakukan desersi?
tentu tidak kan?)
Pasukan Paramiliter di Timor Timur (1995)
Dalam bukunya yang berjudul Timor-Timur,The Untold Story (Penerbit Buku Kompas, 2012), Letjen (Purn.) Kiky Syahnakri, Komandan Korem Timor Timur pada 1995, mengakui tentang adanya pasukan paramiliter ilegal yang melakukan teror dan pembunuhan di Timor Timur ketika itu.
Pasukan paramiliter di luar struktur ABRI (ilegal) itu dikabarkan dibentuk oleh Prabowo Subianto yang ketika itu adalah Wakil Komandan Kopassus. Pasukan sipil ilegal berpakaian ala ninja itu diterjunkan di Timor Timur yang ketika itu sedang bergejolak untuk melancarkan teror ke warga sipil dalam rangka melawan kelompok gerilyawan Xanana Gusmao. Pembentukan kelompok paramiliter itu dibuat dengan maksud agar aksi-aksi teror ke warga sipil itu tidak dapat diminta pertanggungjawabannya ke ABRI.
Prabowo sendiri mengakui bahwa ia memfasilitasi pembentukan pasukan yang terdiri dari kalangan pendukung pro-integrasi, tetapi ia membantah bahwa pasukan paramiliter itu membunuhi masyarakat sipil.
Jadi, kelihatannya melakukan aksi-aksi teror di luar struktur resmi ABRI sudah merupakan ciri khas Prabowo sejak dulu.
Apakah "hobbi" seperti ini tidak akan kambuh lagi, jika Prabowo merasa terdesak ketika dia mempunyai kekuatan untuk melakukannya lagi?
(kalau masalah tim-tim itu memang harus di lakukan secara militer total,
dan perekrutan sipil untuk menjadi milisi adalah hal yang lumrah di seluruh dunia.
jadi mengapa harus di pikirkan? Gitu aza repot)
Seandainya Dulu Gerakan Pro-Reformasi Berhasil Ditumpas
Prabowo memang telah membantah bahwa dirinya sebagai satu-satunya yang bertanggung jawab atau otak dari kerusuhan itu, tetapi, seharusnya, terlepas dari terbukti bersalah atau tidaknya Prabowo, sebelum mengajukan diri sebagai presiden, dia terlebih dulu membuka semua misteri tersebut sebatas yang diua ketahui untuk kemudian bisa ditindaklanjuti investigasinya oleh yang berwenang. Termasuk siapa sebenarnya yang penanggung jawab utama (pemberi perintah) penculikan-penculikan itu, apakah benar dia hanya bertanggung jawab atas 9 aktivis yang diculik Tim Mawar itu. Selain dia, siapa (Jenderal) yang waktu itu juga melakukan penculikan seperti itu, siapa yang bertanggung atas 13 aktivis yang masih hilang sampai hari ini, penanggung jawab kerusuhan Mei 1998 yang sebenarnya, dan seterusnya. Tidak mungkin Prabowo tidak tahu sama sekali mengenai misteri-misteri di balik salah satu tragedi terburuk bangsa ini tersebut.
(sekali lagi gua jelaskan itu bukan penculikan tapi pengamanan dan prabowo juga telah sesuai prosedur dengan berpegang pada undang-undang SUBVERSIF
yang merupakan undang-undang kestabilitasan Negara,
setelah di cabut Indonesia malah menjadi sangat TIDAK STABIL
lihat saja kerusuhan ambon,poso dan konflik konflik sektarian yang banyak memakan korban jiwa sehingga ketahanan Negara kita semakin bobrok)
Seandainya ketika itu, dengan aksi-aksi penculikannya itu Prabowo cs sukses mempertahankan kekuasaan rezim Presiden Soeharto, yang juga mertuanya ketika itu, terus diwarisi sampai sekarang, apakah Prabowo akan menjadi Prabowo seperti sekarang?
Ketika itu semua pelaku (aktivis) pro-reformasi menentang rezim diktator Soeharto adalah sama dengan musuh Prabowo Subianto, yang harus dia tumpas. Tetapi, sekarang, setelah perjuangan reformasi yang menang sampai terciptanya alam demokrasi seperti sekarang ini, Prabowo jugalah yang ikut menikmatinya, sampai pada taraf pencalonan dirinya sebagai presiden mendatang.
(lumrah dong kalau suharto memilih putra terbaik bangsa untuk memimpin bangsa)
Yang terjadi adalah kekuasaan Soeharto gagal dipertahankan. Rezim yang berkuasa sekitar 32 tahun itu runtuh pada 21 Mei 1998. Setelah Habibie menjadi Presiden mengganti Soeharto, sempat terjadi juga ketegangan antara Habibie dengan Prabowo. Prabowo dicurigai hendak melakukan kudeta dengan mengerahkan “pasukan tak dikenal” masuk Jakarta menuju Istana Negara. Atas informasi dari Panglima ABRI Wiranto, Habibie pun mengambil langkah tegas dengan memerintahkan Panglima ABRI memecat Prabowo sebagai Pangkostrad hari itu juga, “sebelum matahari terbenam.” Prabowo yang tidak terima dirinya dipecat, mendatangi kediaman Presiden Habibie, terjadilah perdebatan hebat di antara mereka. Habibie tetap pada pendiriannya.
Di ujung kejatuhannya, sang mertua (Soeharto) juga kehilangan kepercayaannya terhadap Prabowo. Soeharto lebih percaya Wiranto ketimbang anak mantunya sendiri. Diikuti dengan terjadinya perceraian antara Prabowo dengan Siti Hediati Hariyadi (Mbak Titiek), anak keempat Soeharto.
(Dalam hal ini sih tidak mungkin suharto kehilangan kepercaan terhadap prabowo,yang di lakukan oleh suharto adalah
penyegaran di tubuh TNI ABRI.
masalah perceraian itu merupakan masalah rumah tangga orang dan tidak ada hubungannya dengan isu capres seperti sekarang ini,jadi gua rasa anda salah,sampai mengungkit masalah rumah tangga orang,padahal ini adalah masalah politik)
Mempertanyakan Perintah Atasan
Protes Prabowo kepada Presiden Habibie atas pemecatannya itu saja merupakan suatu hal yang tidak lazim. Biasanya apa pun alasannya seorang perwira TNI (ketika itu masih bernama ABRI) akan menerima perintah atasannya terhadap dirinya, apalagi dari seorang Presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Mempertanyakan perintah atasan terhadap dirinya, bukan baru pertama kali ini dilakukan Prabowo.
(karena alasan yang tidak jelas yah wajarlah kalau prabowo harus mempertanyakan supaya jelas)
Seperti yang ditulis oleh Letjen TNI (Purnawirawan) Sintong Panjaitan, dalam bukunya Perjalanan Seorang Prajurit Parakomando (Penerbit Buku Kompas, 2009), pada Maret 1983, Prabowo yang waktu itu masih berusia 32 tahun dengan pangkat Kapten, menjabat sebagai Wakil Komandan Kopassandha, diam-diam mempersiapkan pasukannya dari Den 81 dengan maksud hendak menculik para Jenderal, yakni, Letnan Jenderal Benny Moerdani dan kawan-kawannya (antara lain Moerdiono, Sudharmono, dan Ginanjar Kartasasmita), dengan tuduhan hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto. Jika itu sampai terjadi, kejadiannya mirip-mirip dengan penculikan para Jenderal di tahun 1965.
(kalau keselamatan jiwa seorang presiden terancam sudah pasti harus melakukan pencegahan dan itu mutlak,
sedangkan prabowo hanya menjadi pelaksana tugas,jadi harus di laksanakan )
Rencana penculikan itu akhirnya gagal dijalankan karena tak ada satupun dukungan yang diperoleh Prabowo dari petinggi ABRI di atasnya. Mayor Luhut Pandjaitan yang menjadi atasan Prabowo menolak mengikuti saran Prabowo untuk menggerakkan pasukan. Jenderal M. Jusuf yang ketika itu adalah Menhankam/Panglima ABRI juga mengabaikan kecurigaan Prabowo. Luhut sendiri menganggap bahwa Prabowo ketika itu sedang stress berat.
Karena tindakannya itu, kemudian atas perintah KSAD Rudini, Prabowo dipindahtugaskan ke Kostrad, dengan jabatan Wakil Komandan Batalyon.
(bukan stress tapi aneh dan kecewa kok bisa-bisanya sesama tentara dalam satu satu kesatuan bisa beda pendapat?
padahal ini merupakan perintah langsung oleh presiden yang merupakan komandan tertinggi angkatan bersenjata republik Indonesia)
Karena pemutasian itu, Prabowo mempersoalkannya kepada pimpinannya ketika itu, yaitu, Brigjen Sintong Panjaitan. Padahal, mempertanyakan keputusan pimpinan adalah hal tabu bagi kalangan militer dan bisa berakibat pemecatan, tetapi Prabowo melakukannya. Protes Prabowo pun kemudian disampaikan Sintong Panjaitan kepada beberapa petinggi ABRI, tetapi saran mereka agar Sintong melupakannya. Maklum anak mantu Soeharto, penguasa yang paling ditakuti ketika itu.
(karena alasan yang tidak jelas yah wajarlah kalau prabowo harus mempertanyakan supaya jelas)
Ingkar Jokowi vs Ingkar Prabowo
Apa yang dilakukan Prabowo itu jelas sudah merupakan suatu pengingkaran terhadap sumpah prajurit (ABRI/TNI).
(melaksanakan tugas dengan cara mengamankan pemicu yang mengancam kestabiltasan Negara anda katakan salah?,
mempertanyakan alasan yang tidak jelas juga salah?,
jadi serba salah dong?,
lain kali kalau nyari-nyari kesalahan orang yah bok yang lebih masuk akal dong kalau gini kan kelihatan banget anda hanya mencari-cari kesalahan prabowo)
Jika dibandingkan dengan pengingkaran Jokowi terhadap komitmennya sebagai Gubernur DKI Jakarta, -- hal mana untuk tugas gubernur otomatis diganti oleh wakilnya yang naik menjadi gubernur (jika Jokowi terpilih sebagai presiden), pengingkaran mana yang jauh lebih berat? Pengingkaran Jokowi atau pengingkaran Prabowo?
(eh eh eh komitmen itu bisa di samakan dengan SUMPAH JABATAN LHO DAN MELANGGAR SUMPAH JABATAN ADALAH HAL YANG SANGAT FATAL !
jadi lain kali sekolah lagi baru melakukan opini yang mencermarkan nama baik seseorang,mengingkari komitmen itu sama dengan melakukan “korupsi” kalau di hitung kadar FATALNYA)
Yang berusaha diciptakan saat ini adalah imej seolah-olah pengingkaran Jokowi terhadap komitmennya itu sebagai Gubernur DKI Jakarta lauh lebih serius daripada pengingkaran Prabowo Subianto terhadap sumpah prajuritnya itu. Karena itu Jokowi harus terus dipermasalahkan, sedangkan rekam jejak kelam Prabowo boleh diabaikan, dilupakan?
Masih sehatkah bangsa ini? ***
-prabowo dengan GENTLE menjalani hukuman yaitu sanksi politi dan pensiun dini.
-sedaangkan jokowi apakah sudah menjalankan pensiun dini?
gua sama sekali tidak pernah ada niat untuk mencari kesalahn jokowi dan gua rasa seandainya ada pun ada hanya 0,01% saja.
Dan ini hanya semata-mata untuk mengungkapkan kebenaran.
“KATAKANLAH KEBENARAN WALAUPUN ITU PAHIT”
Saya akhiri dengan kesimpulan :
“Banyak orang terlalu pintar menilai orang lain tapi sayang dia terlalu bodoh menilai dirinya sendiri”
"JANGAN PERCAYA SIAPAPUN TERMASUK SAYA,SILAKAN ANDA BACA,TELUSURI DAN BUKTIKAN SENDIRI"