Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kaderisasi Generasi Muda Berbasis Nilai Ketuhanan dan Kebangsaan

18 Oktober 2010   03:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:20 1182 0
Ekses kehidupan sosial dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang terdiri beragam etnis dan agama akhir-akhir ini melahirkan gesekan negatif berupa konflik pertikaian, penyerangan dan perebutan wilayah. Adaptasi faham-faham globalisasi yang kurang sesuai membuat kesenjangan makin lebar. Oleh sebab itu solusi harus segera digagas demi mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Proyek penyiapan kader bangsa sebagai penerus peradaban adalah tindakan preventif terjadinya krisis sosial, sekaligus upaya mewujudkan kehidupan bangsa yang harmonis dalam keberagaman.

Pengantar

Terdiri dari 300 etnik dan enam kepercayaan agama, membuat tidak mudah melaksanakan upaya dalam menjaga kerukunan sosial di Indonesia. Keberagaman tersebut berjalan bersama dalam tata kehidupan bangsa. Masing-masing kelompok tersebut menjalankan aktivitasnya dan dari tiap kelompok menginginkan adanya pemenuhan Hak. Namun disayangkan dalam realita bangsa akhir-akhir ini ekses kehidupan sosial melahirkan gesekan negatif berupa pertikaian antar kelompok, perebutan wilayah, penyerangan terhadap kelompok lain dan perusakan fasilitas ibadah. Konflik tersebut mayoritas disebabkan oleh hilangnya nilai toleransi untuk saling menghargai, arogansi kelompok, dan keserakahan dalam pemenuhan Hak. Jika tidak segera digagas solusi dari pecahnya berbagai konflik tersebut maka cepat atau lambat akan terjadi dis-integrasi bangsa. Karena hal itu semua elemen bangsa wajib berperan untuk menggagas serta mengambil tindakan dalam menangani krisis kerukunan sosial tersebut.

Realita Permasalahan

Kasus konflik antar etnis akan menjadi luka bagi bangsa Indonesia jika tidak ada penyelesaian tuntas. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” hanya akan menjadi kalimat klise jika dalam kenyataannya bangsa ini belum mampu memprioritaskan kesatuan di atas arogansi kultural. Beberapa contoh kasuskonflik antar etnis yang terjadi di sekitar kita;

1.konflik yang terjadi antara etnis Madura dengan Banten di pasar Kramat Jati, Jakarta, tahun 2002. disebabkan karena perebutan kapling pekerjaan, saling ejek, dan kekerasan.

2.Konflik suku Madura dan Dayak di Sampit,Kalimantan, Februari 2001. Akar permasalahan kerusuhan Sampit adalah adanya kesenjangan sosial dan perbedaan pandangan.

3.Surakarta, Mei 1998, terjadi penjarahan, pengrusakan, pembakaran rumah dan toko, yang hampir seluruhnya milik warga etnis keturunan Cina. Beberapa faktor penyebabnya juga dikarenakan renggangnya jarak sosial.

Selain kasus konflik antar etnis, konflik antar agama pun tak terelakkan terjadi di dalam kehidupan berbangsa. Beberapa contoh kasuskonflik antar agama yang terjadi di sekitar kita;

1.Penusukan dua pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah Kota Bekasi, September 2010. Diindikasikan tragedi tersebut terkait dengan konflik pembangunan gereja ini. Warga sekitar diduga tak setuju adanya gereja di wilayah mereka.

2.Kasus terrorisme di Indonesia. Motif dari terorisme tersebut juga tidak jauh didasari atas nama Agama, yakni Islam. Target adalah tempat-tempat yang dirasa tidak sesuai dengan kaidah Islam ataupun hotel milik Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai musuh Muslim.

3.Konflik Poso pada akhir tahun 1998. Adanya penyerangan sekelompok warga asli yang beragama Kristen terhadap sekelompok masyarakat Islam yang mayoritas pendatang. Faktor penyebab konflik tersebut dikarenakan transformasi demografik adanya kelompok pendatang dan kesenjangan ekonomi.

Dari berbagai fakta diatas kita bisa menelaah beberapa faktor lahirnya konflik atar etnis dan agama di Indonesia. Pertama karena hilangnya nilai toleransi antar masyarakat. Hal tersebut muncul seiring dengan lunturnya nilai-nilailuhurketimuranbangsa Indonesia sebagai akibat globalisasi. Kedua karena munculnya sikap arogansi kelompok. Arogansi kelompok akhirnya memunculkan pemikiran bahwa kelompoknya yang paling benar. Fanatisme terhadap kelompok akhirnya menutup rasionalitas pemikiran dalam pengikut kelompok sehingga mereka cenderung akan membela kelompok atas dasar solidaritas tanpa memperdulikan yang salah dan benar. Ketiga adalah faktor keserakahan dalam pemenuhan hak. Hal ini dipicu adanya jurang kesenjangan sosial di bangsa ini yang semakin meningkat. Liberalisme turut bertanggung jawab terhadap terjadinya kondisi ini. Kebebasan melakukan kegiatan ekonomi diartikan dengan sebebas-bebasnya melakukan pemenuhan hak diri sendiri dan tanpa sadar telah mengurangi porsi hak milik kelompok masyarakat lain.

Pluralisme Agama, Liberalisme, dan Sekularisme bukan jawaban !

Realitas menunjukkan bahwa umatmanusiaterkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban. Jika cara berpikir, cara pandangterhadap sesuatu, nilai-nilaimoralitas suatu peradaban dimpor oleh atau diekspor kepada peradabanlain, maka akan mengakibatkan pergolakan pada salah satunya. Pada tingkat sosial akan mengakibatkan kekagetan budaya (culture shock) danpergolakan pemikiran, pada tingkat individu akan mengakibatkan kerancuan dan kebingungan konseptual. Dan pada tingkat peradaban akan mengakibatkan benturan peradaban (clash of civilization) atau lebih tepatnya benturan pandangan hidup (clash of worldview). Kenyataan terakhir, bangsa ini telah mengadaptasi pandangan barat dalam menyelesaikan krisis di bangsa sendiri. Yang paling popular diterapkan adalah Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme.

Pluralismeagamaadalahsuatupahamyangmengajarkanbahwasemuaagamaadalahsamadan karenanyakebenaran setiapagamaadalahrelatif. Setiappemelukagamatidakboleh mengklaimbahwahanyaagamanyasajayangbenar sedangkanagamayanglainsalah. Dalam kenyataannya masing-masing pandangan agama yang diakui di Indonesia tidak ada satupun yang sepakat bahwa kebenaran agama adalah relatif. Semua berpandangan bahwa agama yang diyakininya adalah yang paling benar dan membawanya pada keselamatan. Untuk mencegah perpecahan, nilai perbedaan ini tetap bisa diakomodir dengan tetap memakai nilai keyakinan agama. Setiap pandangan agama menyatakan bahwa tiap manusia dianjurkan untuk tetap bergaul dengan pemeluk keyakinan lain dan menghargai pluralitas. Namun dengan tidak mencampurkan masalah aqidah dan ibadah agamanya dengan agama lain. Sehingga jawaban atas konflik sosial bukan pluralisme agama, karena akan semakin mengikis nilai luhur keyakinan agama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun