Wow!...setidaknya wow factor itu terucap ketika menyimak laporan terbaru
statistik perbankan syariah bulan Juni 2009 yang di rilis 29 Juli 2009. Terutama melihat angka-angka pertumbuhan asset, trend pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK),
Financing to Deposits Ratio (FDR) dan
Office Chanelling terutama dalam tiga bulan terakhir yang berbicara banyak sekaligus menjawab rasa pesimisme dalam menghadapi krisis global khususnya tentang prospek perekonomian kita di tahun 2009. Angka-angka tersebut menunjukkan trend optimisme mengejar capaian target skenario moderat dari tiga skenario pertumbuhan yang ditargetkan Bank Indonesia di tahun 2009 dengan proyeksi pertumbuhan 37%, dengan asset 68 triliun.
Laju adopsi konsumen Namun dalam trend optimisme tersebut, agaknya masih ada sedikit kehawatiran tentang laju (rate) penetrasi produk syariah. Hal ini tergambar dari data angka jumlah rekening DPK yang tercatat hingga Juni 2009 baru mencapai 4.6 juta lebih nasabah dari total potensial market yang lebih dari 100 juta orang. Sejatinya produk syariah lebih mudah diadopsi karena adanya nilai tambah bahwa mayoritas konsumen ritel kita mempunyai ikatan emosional religius. Namun bila kita lihat perkembangan produk syariah di negara berpenduduk mayoritas non muslim, sebut saja Singapura, Inggris, Korea Selatan, justeru laju adopsi produk syariah jauh lebih mudah dan cepat.
Crossing The Chasm! Fenomena adopsi konsumen produk syariah diatas mengingatkan penulis tentang buku lama yang pernah dibaca tahun 2001 berjudul;” Crossing the Chasm” karangan Geoffrey Moore yang secara ringkas dijelaskan pada gambar berikut: Yang menarik dari siklus adopsi Moore adalah kejeliannya meng-
”crack” siklus adopsi tradisional yang lazim digunakan para pemasar dalam perencanaan
strategic marketing. Dari kurva yang berbentuk lonceng diatas Moore melihat adanya gap/jurang/palung (
chasm) dari perilaku adopsi konsumen pasar awal (
early market) dan pasar sesungguhnya (
mainstream market).
Chasm ini merupakan suatu fasa yang kritikal yang sering gagal dilalui, dan sering disebut-sebut sebagai “kuburan” bagi produk-produk baru. Namun sebaliknya jika suatu produk berhasil menyeberangi
chasm ini, itu artinya produk tersebut akan dapat memasuki dan merebut pasar sesungguhnya (
mainstream market) yang jumlahnya 84% dari total market. Sederhananya Moore ingin mengatakan bahwa
chasm adalah fasa dimana terjadi perbedaan cara adopsi antara konsumen di pasar awal yang bersifat visioner dan konsumen di pasar sesungguhnya yang bersifat pragmatis. Ciri-ciri karakter konsumen visioner lebih menyukai revolusi inovasi produk, mereka bersifat ingin tahu, berani mencoba untuk menjadi yang pertama. Sedangkan ciri karakter konsumen pragmatis lebih menyukai evolusi inovasi produk, cenderung bersikap menunggu, prudent dan mereka merasa belum mempunyai cukup referensi untuk melakukan pembelian. Pada daearah chasm ini terjadi
No one to sell to! sehinga tidak heran jika perusahaan menfokuskan berbagai upaya agar produk mereka dapat selamat menyeberangi
chasm ini dalam waktu sesingkat mungkin. Tentunya kegagalan melewati chasm ini akan mengakibatkan perusahaan akan kehilangan investasi yang telah tertanam. Fenomena
chasm pada produk syariah khususnya produk perbankan menunjukkan bahwa proses adopsi keunggulan-keunggulan karakateristik produk syariah yang bersifat universal sebagai suatu produk, belum dapat dipahami dan diterima seperti halnya oleh konsumen di negara-negara lain. Bisa jadi persepsi konsumen di negara kita masih melihat produk syariah sebagai produk yang hanya bisa diakses dengan pendekatan emosional religius semata. Untuk itu perlu pemahaman bagaimana menyeberangi
chasm. Berikut beberapa tips menyeberangi
chasm: - Perlunya pemasar memahami perbedaan strategi pemasaran
early market dan
main stream market. Pada
early market, konsumen visioner lebih membutuhkan produk yang
customized berikut
technical support. Sedangkan pada
mainstream market, konsumen pragmatis lebih membutuhkan
whole product (integrasi produk utama berikut pendukungnya) dan
end-to-end solution. - Perlunya lebih memahami kebutuhan konsumen pragmatis pada
main stream market, diantaranya kebutuhkan akan kemudahan (
simplifying) daripada melakukan penambahan fitur-fitur ataupun atribut-atribut serta kebutuhan layanan
end-to-end solution. Belajar dari pengalaman bagaimana Microsoft Internet ekplorer 5 yang sukses melewati
chasm ini, dalam berkomunikasi dengan
mainstream market microsoft tidak berceloteh soal terobosan-terobasan teknologi yang dramatik yang mereka miliki melainkan mengkomunikasi dalam bentuk
non technical folks!. Kaitannya dengan produk syariah hendaknya perlu diperhatikan aspek kompatibel dan kompleksitas sehingga mudah diadopsi oleh konsumen seperti halnya kemudahan konsumen mengakses produk-produk perbankan konvensional - Mengembangkan sendiri atau bermitra dengan pihak ketiga guna mengedukasi konsumen pragmatis pada
mainstream market untuk dapat segera mengenal keunggulan produk dimiliki. Pilihan alat komunikasi (
communication vehicle) yang tepat menjadi sangat krusial dalam menyasar target audiens. Pelaksanaan i-b
blogger competition melalui kompasiana merupakan pilihan media yang tepat dalam proses edukasi konsumen pragmatis. Kompasiana dapat dijadikan sebagai jembatan adopsi produk-produk era velocity termasuk diantaranya produk-produk syariah. Crossing the chasm; tak kenal maka tak sayang ala Geoffrey Moore. Semoga produk syariah membumi di buminya sendiri dan negeri ini dapat menjadi salah satu hub syariah global terkemuka. Amien. Salam Kompasiana
http://wirdja.blogspot.com/
KEMBALI KE ARTIKEL