Pagi yang cerah seperti biasa, sang surya memasuki ruang hampa dari celah jendela, pancarannya seakan membuat butiran debu terbang menghampirinya, merangkak perlahan mendekati sumber cahaya dan kemudian hilang, perlahan namun pasti membuat ruang hampa tadi menjadi ruang cerah.
Terdengar dari dalam kamarku riuh-gemuruh tetangga yang sibuk memulai aktifitasnya seperti biasa, di iringi saut–menyaut nyanyian burung milik tetangga dari dalam penjara bambu yang menahannya kepakan sayapnya, sungguh aku lebih ingin melihatnya terbang bebas dibanding mendengar nyanyian indah dibalik belenggu itu.
Diruang tamu ada Ibuku yang berjibaku merangkai kata untuk mengisi rapot muridnya yang hendak naik kelas, sedangkan adik kecilku masih tertidur lelap dikamarnya, sementara aku masih terbaring dikamar menatap langit-langit kamar dengan celana bola dan baju tidur yang mulai terasa sesak digunakan serta belum memejamkan mata dari semalam, bukan aku tak mau tidur tapi aku sudah lupa bagaimana rasanya tidur nyenyak dan bangun pagi memulai aktifitas.
Waktu tidurku tak beraturan sudah lama sejak aku lulus kuliah dan mendapat gelar sarjana, sungguh saat ini tak ada yang aku ingin selain hanya mendapat kerja, kerja yang aku mau tentunya, sebenarnya bukan aku malas atau tak mau bekerja tapi mungkin aku terlalu pemilih dalam pekerjaan, beberapa kali aku dengan angkuhnya menolak pekerjaan yang ada didepan mata dengan berbagai alasan yang minimal menurutku masuk akal hehehe , memang sangat egois tapi apa aku harus pasrah dan bekerja tanpa harus memilih ?, TIDAAAK, aku yakin sejak dilahirkan setiap manusia sudah diberi kebebasan untuk memilih tanpa terpaksa!!!.
Menganggur seperti ini jelas membuatku resah, gelisah dan pasrah, sempat terlintas untuk bunuh diri atau bahkan bekerja haram yang penting aku mendapat penghasilan agar tidak membebani ibuku yang sudah banting tulang bertahun-tahun menghidupi aku dan adikku sendirian, itu yang membuatku membuang jauh fikiran negatif seperti tadi, hanya ibu dan adikku yang dapat menjadi alasan kuat untuk hidup dan semangat.
Lalu salah siapa aku menganggur? Apa ini salahku yang terlalu banyak memilih kerja sesuai keinginannku? Apa salah para guruku yang mendidikku hingga seperti ini? Atau bahkan salah pemerintah yang tidak mampu membuat lapangan kerja baru untuk rakyatnya sendiri?.
Sudahlah tak usah menyalahkan siapapun, yang salah hanya Iwan Fals, karena dia membuat lagu “Sarjana Muda” hahaha. Ya, lagu tersebut seperti kutukan untuk para sarjana muda Indonesia dan sialnya setiap aku mendengar lagu tersebut bibirku sulit tersenyum, mataku mudah berlinang dan otakku seperti lumpuh sesaat. Seperti yang sudah aku bilang tadi aku selalu mencari berbagai alasan yang minimal menurutku masuk akal bukan berati aku sungguh-sungguh menyalahkan Iwan Fals karena membuat lagu tersebut hehehe.
Engkau Sarjana Muda
Resah mencari kerja
Mengandalkan Ijasahmu
Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
Tuk jaminan masa depan
Lirik lagu “Sarjana Muda” ciptaan Iwan Fals memang seperti cerminan para penganggur intelektual, yang setiap penggalan katanya “dipilih” sebagai pesan bagi Presiden “terpilih” untuk menuntaskan masalah pengangguran ini.
Tapi hanya ada satu masalah yang pasti dan sepertinya dialami oleh semua penganggur di Indonesia bahkan seluruh Dunia yaitu uang. Ya semenjak si uang dinobatkan sebagai alat tukar resmi sejak berabad-abad lalu ia menjelma menjadi momok yang terus menghantui manusia bahkan hingga ajal menjemput pun masih membutuhkan uluran tangan si uang baik secara langsung atau tidak.
Si miskin yang haus akan harta terus mengais reruntuhan dari si kaya yang serakah dan tak pernah puas, karena memang sifat dasar manusia yang tak pernah puas hingga menemukan lahan 2x1 bermahkota papan nama berhiaskan lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal akhir.
Berbicara tentang si uang ini membuat aku rindu disaat aku belum setua sekarang, disaat aku masih muda dan polos, disaat hanya tugas matematika yang membuatku stress, disaat aku belum memikirkan kerja atau apalah yang membuatku seperti disiksa oleh pahitnya dunia. Ada yang bilang “uang bukanlah segalanya tapi sialnya segalanya butuh uang”.