Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Lipstik yang Merah, Tanda Berani Mencium Kemunafikan

9 Juni 2015   12:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:09 298 0

 

“Lipstikmu terlalu menor nak, nanti kau disangka penjajah kelamin. Bedakmu terlalu putih dik, sudah begitu, tebal lagi, nanti kau disangka perempuan penunggu duka, makanya kau lapisi sungai air matamu dengan bedak itu”.

Nampak dari kejauhan, dari tempatku menuntut ilmu di sebuah Universitas Negeri di Ibu Kota. Saya menyaksikan berbagai fenomena alam dan manusianya. Saya tak terlalu tertarik terhadap pergerakan alamiah, biarkan saja mereka bermain. Saya lebih menyukai kepada hal yang bernuasa sosial-masyarakat. Beberapa buku-buku yang berisikan informasi ketangguhan bangsa Indonesia dalam merembut tanah pertiwi ini misalnya, sudah kubaca, menjadi pengetahuan yang layak kubuktikan “sendiri”, dengan mencari makam serta jejak-jejak sejarah yang masih hidup hingga sekarang ini. Yang menjadi perhatian saya pertama yaitu muasal dari bendera itu sendiri.

Bagaimana kongkrit yang sebenarnya, penentuan warna merah dan putih menjadi dua warna identitas bendera Negara Indonesia? Mengapa tidak menggunakan warna pelangi selepas mendung dan hujan saja, biar tetap dikatakan, disaksikan dengan sebutan indah. Apalagi, jarang ada manusia yang tak menyukai pelangi, namun juga jarang manusia mengetahui mengapa bisa pelangi dapat seperti itu, iyakan? Walau sebenarnya, pelangi tak selamanya indah jika dipandang. Bagaimana dengan orang buta?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun