Soeharto, Lee Kwan Yew dan Mahathir Muhammad adalah beberapa tokoh ASEAN yang namanya tak lekang oleh waktu. Ketiga tokoh ini memiliki kebijakan dalam negeri yang nyaris sama, yakni menjadikan pertahanan dan keamanan sebagai penopang percepatan ekonomi. Kebijakan ini sejalan dengan norma yang digunakan dalam tiga dekade pertumbuhan ASEAN yaitu ASEAN Way. Beberapa poin penting dalam norma itu adalah prinsip non-interference, menghindari kekerasan dalam penyelesaian masalah, penghormatan atas kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara tetangga, pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat dan seterusnya. Dalam beberapa hal memang norma tersebut berhasil ampuh menjadikan ASEAN sebagai salah satu organisasi kawasan paling stabil di dunia. Namun di sisi lain, tidak sejalan dengan demokratisasi dan penegakan hak asasi manusia, khususnya prinsip non-interference.
ASEAN memasuki babak baru dengan diluncurkannya Piagam ASEAN pada 15 Desember 2008. Kehadiran Piagam ASEAN menjadi penguat organisasi yang awalnya cenderung informal ini. Dengan kata lain, Piagam ASEAN menjadi katalisator penguatan organisasi kawasan. Dalam perkembangannya, wacana integrasi kawasan yang sudah lama mencuat mulai menunjukkan titik terang dengan adanya ASEAN Community 2015 yang memiliki tiga pilar yaitu ASEAN Political Security Community, ASEAN Economic Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community. Dengan adanya integrasi kawasan, ASEAN berusaha untuk berubah dari "state-centric" menjadi "people-oriented" dengan one vision, one identity, dan one community.
Identitas ASEAN sesungguhnya dalam proses pencarian. Hal ini dikarenakan beragamnya bangsa yang mendiami kawasan yang terletak di sebelah selatan daratan China dan sebelah timur India. Oleh karena itu, kebudayaan China dan India sedikit banyak mempengaruhi kehidupan sosial dan budaya di setiap negara Asia Tenggara. ASEAN memiliki keragaman yang amat tinggi. Dilihat dari konteks agama; Filipina adalah satu-satunya negara yang mayoritas agamanya Katolik. Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam didominasi Muslim. Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja didominasi Budha (Mahayana dan Theravada), Konfusianisme di Singapura dan minoritas Hindu di Indonesia. Dari segi etnisitas, terdapat ratusan etnis yang mendiami kawasan ini. Oleh karena itu, bahasa resmi yang akan digunakan untuk perwujudan Komunitas ASEAN tahun 2015 adalah Bahasa Inggris.
Untuk mempercepat perwujudan komunitas didirikan ASEAN Foundation yang merupakan salah satu lembaga di bawah Sekretariat Jenderal ASEAN di Jakarta. ASEAN Foundation tidak lain berupaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan identitas ASEAN (we feeling), interaksi dan komunikasi antar masyarakat sipil di Asia Tenggara, termasuk pemuda. Beberapa program yang telah dilaksanakan adalah survei terhadap pelajar di sepuluh negara ASEAN akan pemahamannya tentang ASEAN dan sosialiasi program-program ASEAN ke sekolah-sekolah. Beberapa kemajuan yabg telah lahir dalam mewujudkan pencarian "identitas" yang terus direkonstruksi ini adalah adanya lagu himne, bendera, logo, piagam, dan cetak biru Komunitas ASEAN 2015. Akhirnya, diperlukan kesadaran "we feeling" antar masyarakat sipil di kawasan Asia Tenggara untuk mencari dan mewujudkan identitas ASEAN. Oleh karena itu dari ketiga pilar dalam Komunitas ASEAN 2015, pilar sosial-budaya adalah yang paling berpeluang untuk diwujudkan, disusul dengan pilar ekonomi dan politik-keamanan.