Setelah sholat id, saya segera menghubungi bapak Joko Waluyo S.Pt. Tetapi beliau sedang sibuk dan meminta saya untuk menemui beliau di kantornya Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Saya yang saat itu sudah terlanjur memberitahu salah satu ibu penduduk dusun Tembi yang juga sholat id di masjid Al-Huda, terpaksa menyetujui ibu tersebut untuk menemui takmir masjid.
Saya segera mengutarakan maksud kedatangan saya tersebut secara lebih lengkap. Setelah itu saya segera meninggalkan masjid dan segera menuju kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Sebenarnya saya tidak enak kalau hanya mendata jumlah hewan yang akan dikurbankan besok dan tidak memeriksa ante-mortem hewan kurban di tempat itu, apalagi setelah diberi snack oleh takmir masjid. Tetapi apalah daya saya harus mematuhi peraturan dari drh. Witanto, petugas pemeriksa hewan kurban yang mengkoordinir saya dan teman-teman dari FKH UGM.
Sesampainya di kantor Dinas, saya dan kakak angkatan segera ke ruang depan untuk mendapatkan pengarahan lagi dari drh. Witanto. Setelah mendapat pengarahan, keesokan paginya saya bersama teman-teman segera meluncur ke pasar seni Gabusan. Di sana sebenarnya tempat untuk sholat id bersama bagi para mahasiswa yang akan ikut dalam tim pemeriksa hewan kurban. Tapi karena saya sudah sholat id duluan dan ada beberapa teman yang memang tidak boleh sholat, maka saya dan teman-teman saya itu hanya menunggu sholat id selesai.
Setelah sholat dan ceramah selesai, kami para mahasiswa segera sarapan dahulu dengan nasi yang telah disiapkan oleh Dinas Pertanian. Kemudian setelah foto bersama dan diberi pengarahan lagi oleh bapak drh. Witanto, kami segera meluncur ke tempat tugas masing-masing.
Segera saya menemui bapak Joko Waluyo, S.Pt. Tepatnya di masjid sekitar rumah beliau saya ikut membantu dalam mendata jumlah hewan yang akan disembelih. Tetapi saya tidak sempat memeriksa ante-mortem secara lebih mendetail dan memeriksa post-mortem di tempat itu karena saya harus ke masjid di dusun sebelah yang lebih dulu dilakukan penyembelihan.
Setelah saya berada di tempat penyembelihan, saya segera memeriksa post-mortem karkas terutama jeroan hati. Sementara bapak Joko Waluyo, S.Pt menuju tempat penyembelihan di dekat rumahnya. Saat saya memeriksa hati, ternyata banyak ditemukan distomum yakni dari spesies Fasciola hepatica pada semua hati atau hepar sapi yang baru saja disembelih. Saya segera menyuruh warga untuk membuang sebagian hati yang memang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Saya juga sedikit menjelaskan pengetahuan saya mengenai bahaya cacing ini.
Saat memeriksa, ada pengalaman menarik saya banyak dikerubungi adik-adik kecil yang ingin tau dan mereka berebutan bertanya pada saya. Saya dengan sabar menjelaskan sesuai kemampuan ilmu yang telah saya peroleh di kampus. Tetapi di tengah menjelaskan tersebut, tidak sengaja jari saya teriris pisau tajam yang tengah saya gunakan untuk memeriksa. Darah segera mengucur deras dan membasahi sarung tangan (gloves) yang baru saya kenakan. Di tengah kondisi tersebut, saya segera membersihkan tangan dengan air kran. Kemudian tidak lama setelah itu saya segera dipanggil bapak Joko Waluyo, S.Pt untuk menuju ke rumah beliau.
Sesampainya di sana, saya segera mengisi data-data mengenai jumlah dan keadaan hewan kurban. Memang yang benar-benar saya dan pak Joko Waluyo, S.Pt periksa hanya dua tempat sementara dusun-dusun yang lain hanya data jumlah hewan yang dikorbankan. Tetapi walau demikian, sampai sekarang tidak ditemukan keluhan warga desa Timbulharjo mengenai hewan kurban.
Demikianlah sedikit cerita mengenai pengalaman pertama saya dalam memeriksa hewan kurban. Semoga dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin.