Dalam waktu dekat, jika keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tak memuaskannya, kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sudah merancang upaya hukum lain. Rencananya, majelis yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva itu, akan menyidangkan putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), yang dilayangkan pasangan Prabowo-Hatta. Kubu Koalisi Merah Putih ini menggugat keputusan KPU yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014.
Kita tahu, persidangan yang dimulai Rabu (6/8), berlangsung bak pelari maraton, terus menerus berlari, nyaris setiap hari bersidang. Persidangan bahkan tidak jarang berlangsung sampai menjelang tengah malam, untuk mengejar tenggat putusan sesuai undang-undang.
Nah, jika putusan sidang MK, Kamis (21/8), tidak memuaskannya, Prabowo Subianto menyatakan masih ada jalan lain untuk mendapatkan keadilan sengketa Pemilihan Presiden 2014. Yaitu, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung, selain apa yang dijalaninya berhari-hari, di Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat menghadiri acara silaturahim dan halalbihalal dengan tim Koalisi Merah Putih wilayah Jawa Barat di Gedung Sasana Budaya Ganesha, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/8), Prabowo mengatakan, masih ada jalan menempuh ke PTUN, selain ke MA .
Kalau benar kubu Prabowo-Hatta kembali menyoalkan hasil Pilpres 2014, yang menurut putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dimenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, benar-benar tak ada 'matinya' Prabowo. Jika benar Koalisi Merah Putih itu, membawa sengketa hukum Pilpres 2014 ke PTUN dan MA, setidaknya sudah delapan upaya yang dilakukan untuk menggagalkan kemenangan Jokowi-JK tersebut.
8 langkah
Catatan yang ada menunjukkan, Prabowo-Hatta sudah melaporkan dugaan pelanggaran etik KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka menuduh KPU melanggar ketentuan karena memerintahkan KPU daerah di lima wilayah membuka kotak suara untuk keperluan sidang di MK. Sidang perdana berlangsung 8 Agustus 2014. Rencananya, putusan dibacakan 21 Agustus, setelah MK membacakan putusan.
Lainnya, laporan dugaan pelanggaran etik KPU ke Bawaslu. Prabowo-Hatta menuding KPU melanggar pembukaan kotak suara. Laporan dimasukkan 31 Juli 2014. Bawaslu sudah memberi jawaban, tindakan itu dinilai tidak menyalahi aturan.
Tidak cukup sampai di situ, laporan dugaan pelanggaran pidana KPU juga dibawa ke kepolisian. Kubu Prabowo-Hatta melaporkan Ketua KPU Husni Kamil Manik atas tindak pidana karena memerintahkan membuka kotak suara tanpa persetujuan hakim. Laporan yang dimasukkan 4 Agustus 2014 itu, masih dalam proses penyelidikan.
Lainnya, rencana laporan ke Ombudsman.
Berikutnya, gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Tuduhannya, pelanggaran administrasi pembukaan kotak suara. Laporan dimasukkan setelah putusan MK, yang tidak memuaskan Prabowo-Hatta.
Yang tidak seriusnya, manuver politik di DPR RI. Kubu Merah Putih merancang Panitia Khusus Pilpres di DPR untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan presiden. Sudah dilakukan pemanggilan terhadap KPU. Tetapi, KPU meminta pengunduran waktu karena masih berfokus pada sidang di MK.
Yang terakhir, class action delapan pemilih di PN Jakarta Pusat. Tuduhannya serius; KPU menciptakan kerugian materiil dan imateriil kepada delapan orang ini karena melakukan pemilu 9 Juli 2014. Wah !
MK final
Dengan dukungan tim hukum yang antara lain dimotori Firman Wijaya, Maqdir Ismail, Elsya Syarif dan sebagainya, kubu Prabowo-Hatta, berkeyakinan masih ada jalan menyoalkan sengketa Pilpres 2014 secara hukum. Padahal, kita tahu, putusan MK itu bersifat final dan mengikat.
Mengutip mantan Ketua MK Prof Jimly Asshiddiqie, MK merupakan badan peradilan ketatanegaraan sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 1945. Intinya, MK tidak hanya lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), juga lembaga penafsir akhir konstitusi (the last interpreter of the constitution) dan lembaga pelindung hak konstitusioal warga negara (the protector of constitutional rights of citizens).
Karena keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, itu artinya, langkah hukum lanjutan Prabowo-Hatta, tidak ada gunanya, alias sia-sia.
Lihat saja. Menurut mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan, pengajuan gugatan hasil Pilpres ke Pengadilan Tata Usaha Negara tak memenuhi syarat formil. Karena, soal hasil pemilu bukan objek sengketa TUN.
Tetapi, Prabowo menjelaskan, pengaduan pilpres ke MK bukan karena tidak menerima hasil pilpres, tetapi ingin membuktikan telah terjadi kecurangan dalam pesta demokrasi 2014 tersebut. Ayah satu anak itu, menyatakan tidak ingin lahirnya suatu pemerintahan dari kebohongan atau kecurangan, karena akan memerintahnya tidak benar dan dikhawatirkan ditinggalkan rakyatnya. "Manakala kecurangan sudah diketahui rakyat, pemerintah tidak akan dipercaya oleh rakyat."
Apapun itu, sudahlah, kita berharap lebih baik energi yang ada disalurkan untuk hal lebih besar untuk kemaslahatan masyarakat. Alangkah baiknya jika kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menggelar rekonsiliasi dengan kubu Jokowi-JK. Setelah itu, dua kekuatan besar tersebut bersatu untuk memakmurkan bangsa dan negara. Betapa dahsyatnya NKRI kalau itu terjadi.