Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Yang Konyol dan Memalukan dari Kubu Prabowo

23 Agustus 2014   05:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:48 1149 6
KEPUTUSAN majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/8), yang menolak seluruh materi gugatan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, belumlah cukup bagi kubu Koalisi Merah Putih. Mereka terus mengupayakan jalan untuk menghambat laju pemimpin terpilih, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Padahal, kita tahu, putusan MK, bersifat final dan mengikat.

Lihatlah. Koalisi pengacara masyarakat mendatangi gedung DPR RI, Jumat (22/8). Para pengacara, yang dipimpin Alamsyah Hanafiah itu, mengajukan permohonan pembentukan Pansus pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2014. Delapan pengacara yang tergabung dalam Hanafiah and partners itu, mendatangi ruang fraksi Partai Gerindra di lantai 17. Mereka diterima oleh politisi Partai Gerindra, Martin Hutabarat.

"Sebenarnya maksud kedatangan mereka untuk menyampaikan rasa ketidakpuasan. Kita akan tampung dan kita akan salurkan kepada komisi yang berwenang," kata Martin Hutabarat, Jumat (22/8).

Alamsyah memohon agar pelantikan Jokowi-JK ditunda. Menurutnya, status Jokowi-JK masih dalam sengketa (status quo), sebagaimana terdaftar dalam perkara perdata Nomor: 387/PDT/i2014/PN.JKT.PST pada 14 Agustuts 2014 di Pengadilan Jakarta Pusat. "Kehadiran kami ke Gedung DPR bertujuan menyampaikan surat kepada yang mulia Ketua MPR, yang mulia Presiden, yang mulia Ketua DPR RI, dan ketua Komisi II dan III DPR."

Lewat Martin, Fraksi Partai Gerindra akan menindaklanjuti permohonan koalisi pengacara masyarakat, terkait permintaan pembentukan Pansus Pilpres dan penundaan pelantikan Joko Widodo sebagai presiden 2014-2019. Rencananya, Jokowi-JK dilantik 20 Oktober 2014, menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wapres Boediono, yang memerintah lima tahun lalu (2009-2014).

Martin mengatakan, fraksinya dalam posisi hanya memfasilitasi permohonan para pengacara tersebut. Ia mengatakan, akan mendatangi Komisi II DPR untuk menyampaikan harapan dan gugatan itu. Salah satunya tentang pembentukan Pansus.

Drama konyol

Kebodohan apalagi yang ingin ditularkan oleh kubu Prabowo-Hatta ini? Tidak ada alasan bagi MPR, atau para yang mulia (mengutip surat pengacara Alamsyah Hanafiah) itu, untuk menunda pelantikan Jokowi-JK.

Kubu Prabowo-Hatta pasti sedang menyajikan drama konyol nan memalukan untuk masyarakat. Konyol, karena Alamsyah Hanafiah, salah satu pengacara Prabowo-Hatta saat beperkara di Mahkamah Konstitusi. Konyolnya lagi, di DPR yang memfasilitasi gerakan sang pengacara atas koalisi pengacara masyarakat itu, Partai Gerindra, parpol pengusung utama pencapresan Prabowo Subianto. Martin Hutabarat, anggota Komisi III DPR dari Gerindra. Lalu, di partai pemenang ketiga Pemilu 2014 itu, Prabowo menduduki posisi Ketua Dewan Pembina.

Memalukan, karena semua dibungkus untuk dan atas nama kepentingan masyarakat. Lebih memalukan lagi, karena segala macam dalil hukum kembali dipakai untuk melegalkan maksud dan tujuan mengedepankan perkara tersebut. Terutama untuk menghambat pelantikan pemimpin baru, Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019.

Sejumlah alasan konyol dan memalukan dipaparkan Alamsyah Hanafiah sebagai argumen untuk perlunya penundaan pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Antara lain, saat mencalonkan diri sebagai Capres, Jokowi masih berstatus Gubernur DKI Jakarta dan belum mendapat izin DPRD DKI Jakarta. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya menjatuhkan keputusan diskualifikasi atas pencalonan itu.

Alasan konyol dan memalukan berikutnya, penundaan pelantikan bisa dilakukan, karena menurut Alamsyah, KPU, Jokowi, Jusuf Kalla, dan KPU DKI Jakarta masih berstatus tergugat dalam perkara perdata nomor 387/PDT/i2014/PN.JKT.PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Bagi pakar hukum tata negara Refly Harun, pelantikan presiden dan wakil presiden, persoalan besar. Karena, tak hanya menyangkut ketatanegaraan tapi juga hajat hidup orang banyak. Ia menilai tak masuk akal bila ketua KPU dipolisikan menjadi alasan penundaan pelantikan Jokowi sebagai presiden terpilih. "Apa kaitannya KPU dengan pelantikan Jokowi?"

Pelantikan Jokowi sebagai presiden memang bekerjasama dengan KPU, tapi mempermasalahkan ketua KPU yang masih diperkarakan di polisi dan dihubungkan dengan pelantikan, jelas bukan persoalan substantif. Jika ada hubungannya dengan KPU, pekerjaan masih bisa ditangani oleh sekretaris jenderal.

Bagi Refly, kalaupun komisioner KPU dipidanakan, itu juga tidak ada hubungannya dengan pelantikan presiden. Lalu terkait alasan penundaan pelantikan karena pencapresan Jokowi belum mendapatkan izin DPRD, juga tidak substantif. Izin DPRD terkait pencopotan jabatan Jokowi sebagai gubernur sebagai etika kesopanan semata, intinya Jokowi harus pamit.

Tetapi, DPRD tidak berhak menghalangi Jokowi mengundurkan diri dari jabatan gubernur. Karena, setiap orang berhak mengundurkan diri sebagai pejabat publik. Kalau dilarang, kata Refly Harun, bakal terjadi rangkap jabatan. Bayangkan Presiden dan Gubernur DKI Joko Widodo.

Satu hal, terpilihnya Jokowi sebagai presiden sudah berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Seperti kita tahu, keputusan kemenangan Jokowi-JK melalui MK, tidak bisa diubah lagi. Karena, putusan MK bersifat final dan mengikat.

Pesan penting dari Refly Harun, usulan menunda pelantikan presiden dan wakilnya, jelas upaya-upaya delegitimasi yang tidak elok dan tidak mendidik dari mereka yang kecewa. Jadi, sebelum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mempermalukan diri dan martabatnya, perintahkanlah Alamsyah Hanafiah dan Fraksi Gerindra di DPR untuk menghentikan cara-cara konyol dan memalukan itu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun