Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Makan untuk Hidup

27 Juli 2012   08:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:33 135 0
"hewan hidup untuk makan, insan makan untuk hidup"

Kata-kata tersebut pertama penulis dengar dari seorang guru yang sayang sekali telah lupa namanya dan kejadiannya sudah lama sekali. Kalimat yang sejatinya dikutip Pak Guru itu dari orang lain atau literatur yang dibacanya memang tak jelas lagi dari mana asal muasalnya namun selalu relevan sampai kapanpun.

Ramadhan adalah bulan suci yang menjadi waktu latihan bagi umat muslim yang beriman untuk mengendalikan hawa nafsu (dalam arti yang seluas-luasnya) yang diawali dengan menahan makan minum sejak dari imsak sampai berbuka. Setiap tahun ramadhan datang dan setiap umat muslim yang beriman melakukan puasa namun fenomena yang sama selalu terjadi setiap ramadhan datang. Menahan makan dan minum seharian menjadikan ramadhan seolah-olah hanyalah bulan yang penuh "beban" dan "siksaan". Betapa tidak? sesudah ashar menjelang maghrib pemandangan dimana-mana selalu sama, segala yang berkaitan dengan urusan perut diserbu umat. Memang berbuka puasa adalah saat-saat yang dinantikan oleh kita yang berpuasa setelah seharian menahan haus dan lapar, adalah lumrah jika kemudian mendapatkan pelepas dahaga dan lapar dengan istimewa seolah-olah mendapatkan piala seusai mencapai final (padahal bukan final yang sesungguhnya).

Sekedar itukah hikmah puasa? tak lebih sekedar urusan perut? Perjuangan seharian melawan godaan hawa nafsu (bukan sekedar menahan lapar dan haus) seringkali "rusak" justru menjelang dan saat berbuka puasa. Berkeliaran mendapatkan menu berbuka yang paling enak dan variatif, pendek kata segalanya harus enak dan serasa akan habis saat berbuka puasa. Begitu berbuka datang, segala menu diserbu hendak dihabiskan. Namun justru ujian belum sirna begitu saat berbuka. Seringkali semua hidangan hendak dihabiskan dan semua menu hendak dilesakkan kedalam perut, seolah-olah puasa yang jadi beban tadi mendapatkan "pembalasan dendam". Lisan pun kurang terkendali saat berbuka hanya karena kurang pasnya bumbu atau ada sesuatu yang kurang mantap dalam hidangan. Kalimat mengerutu atau komentar bernada ketus dan sinis malah hadir saat berbuka. Hal-hal sepele dipersoalkan padahal hidangan itu halal dan pantas dimakan sehingga tidak perlu seseorang menjadi berkecil hati saat berbuka. Seharusnya kesabaran dan bersyukur atas semua rezki yang diperoleh hari itu perlu mendapat tempat saat berbuka, karena kesempurnaan hanya milik Allah Maha Pencipta. Sejatinya seseorang makan dan minum berarti memberi energi pada dirinya supaya bertahan hidup untuk menggunakan kehidupannya (baca: beribadah) di jalan Illahi Arrahman Arrahim.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun