“Ngapoin Rud, Mau mandi dan berenang yo? Tanyaku,
“sekalian lah bang, kami mau nembak ikan dan makan-makan disano” jawabnya,
“Wah bole jugo Rud, kalo gitu abang mikutah, asik jugo nampaknyo tu” jawabku sembari mencari celana pendek dan perlengkapan mandi.
Waktu itu sekitar pukul 13.30 WIB, dimana mentari sedang menikam bumi dan membuat main kesungai menjadi salahsatu pilihan yang baik tentunya, ketimbang dirumah ga ada aktifitas. Sebelum kesungai kami mampir dirumah Gatot untuk membeli makanan ringan seperti kacang dan roti, mengambil perlengkapan menyelam seperti kacamata dan senapan ikan yang bertenaga dari kekuatan karet, setelah itu kami ber-enam menuju sasaran yang jaraknya kurang lebih 2 kilometer dari pusat desa Koto Rami. Setelah diatas motor sekitaran 10 menit kami belok ke kiri menyusuri perkebunan kopi, disana kami parkir motor lalu turun berjalan kaki menurun sampai ke bibir sungai.
“Ha, disini kito nyari ikan bang, abang biso berenang kan?, pernah dak abang nyelam sambil nembak ikan?” tanya Gatot padaku, “Kalo berenang bisola Tot, kalo nembak ikan abang belum nyubo, suru kanti-kanti nila yang nembak, abang nak ngambik fotonyo bae biak ado kenang-kenangan buat kito” jawabku,
“nah, kalo gitu kito bebagi tugas bae, 3 orang nyari ikan 3 lagi masak, yodak?” ujarnya,
“Jadi jugo” jawabku sambil menikmati penampakan sungai yang jernih, berbatu besar dan ber-arus deras ini.
Ke-tiga orang kawan yang mau menyelam nampak sedang menukar celana sambil menyiapkan senapan dan kacamata selamnya, kemudian mulai berjalan menyusuri sungai berbatu ke arah hilir, akupun tak mau ketinggalan dengan mengikuti mereka dari belakang.
Sekitar 50 meter dari tempat kami tadi ada sebuah lubuk yang tidak terlalu besar, mereka bertiga mulai menyelam di lubuk itu, sementara aku hanya bisa melihat dan duduk dari atas bebatuan yang besar di dekat itu, sekaligus mengabadikan dengan video henpon yang aku bawa dari rumah.
“Hoouuuuuuuiiiii” aku langsung melirik dimana asal teriakan itu, oh rupanya kawan kita yang menyusur ke arah hulu sudah mendapatkan ikan, kulihat dia sedang mencabut ikan yang tertembus panah kawat senapannya, lalu dia memberi aba-aba padaku agar menyambut ikan ini ditepian, karena dia mau lempar ikan tersebut dari tempatnya menyelam, akupun bersiap-siap dipinggir sungai untuk menyambutnya, nah, itu ikan pertama yang kami dapat, seukuran pergelangan tangan anak kecil, ini namanya ikan Semah, ikan ini menjadi salah satu ikan khas di sungai Siau desa Koto Rami, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Ikan Semah ada juga di beberapa anak sungai Merangin dan Tembesi yang hulunya berada di daerah ini dan sekitarnya, dan perlu diketahui ikan ini termasuk jenis ikan yang mahal lho, kalo di pusat kabupaten Merangin atau kota Bangko, harga sekilonya bisa mencapai ratusan ribu rupiah, karena memang rasanya sangat enak dan khas.
Memasuki waktu satu jam pertama kami sudah mendapatkan 12 ekor ikan Semah, dalam hati aku bergumam “tidak sia-sia berburu ikan hari ini”, sepertinya rejeki lagi berpihak kepada kami, kulihat kawan-kawan yang menyelam sudah mulai merapat kedaratan, persis dimana Gatot dan Rudi sedang membuat perapian dari ranting-ranting kayu dipinggir sungai, setelah semua ikan berhasil ku-kumpulkan akupun langsung menuju kesana.
Kulihat si Rudi sedang mencuci beras, kemudian perlahan-lahan memasukkannya kedalam bambu sepanjang 50-60 cm, diameter sekitar 6-7 cm, di dalam bambu tersebut sudah dilapisi daun pisang liar yang ada disekitar itu, setelah ¾ terisi dengan beras kemudian dia menambahkan air secukupnya, lalu diatasnya ditutup atau disumbat dengan daun pisang lagi sebagai penutup atasnya.
“sudah perna bang makan ato masak kayak gini?” tanya Rudi padaku yang kelihatan melongok,
“Wai baru inila Rud abang nengoknyo” jawabku, sambil merekam apa yang dilakukannya,
“nah, cubola abang rasokan agek, macamano raso nasi yang dimasak dari bambu ni”
“iyola, abang suda dak sabar nak nyubonyo Rud” sahutku sembari terus merekam.
Lalu Rudi memberikan bambu-bambu yang sudah di isi beras tadi kepada gatot, kemudian si gatot memasukannya pada perapian yang sudah mulai membara, ke empat bambu tersebut disusun dan diletakkan berdiri diatas perapian. Setelah bambu ditaruh semuanya pada perapian Rudi melanjutkan memberiskan ikan-ikan hasil buruan tadi, semuanya ikan semah, satu persatu dibuang isi perutnya dan akhirnya bersih semua. Kemudian Gatot mencari kayu ranting basah dan membelah ditengahnya menjadi dua bagian tapi tidak putus, lalu ikan yang sudah dibersihkan itu disepitnya satu persatu pada tengah ranting basah itu, yang akhirnya kesembilan ikan itu sudah tersusun rapi semuanya, Lalu dia menyiramkan sedikit garam pada ikan-ikan yang telah disepit itu, terakhir dia mengikat pangkal, tengah dan ujung sepitan ranting kayu itu dengan tali dari akar yang ada disana. Semua kelihatan sempurna, lalu ikan yang sudah disepit tersebut diletakkan perlahan-lahan diatas bara yang sudah ada sebelumnya.
“jadi macamitu bang, kalo airnyo suda kering buluh ni harus dibalikkan kepalaknyo jadi kebawah, biak masaknyo enak (rata)” ujar Gatot memberi tau,
“hmm, gitu pulak yo, jujur abang baru tau nian tot” sahutku,
“Nah, sekarang menjelang nasi dan ikan ni masak, payu kito berenang bang” ajak gatot,
“payulah, abang jugo la dak tahan dari kemaren blum mandi”
“Haah, jadi abang dari kmaren blum mandi?”
“hehehe, iyo Tot, biaso kalo abang duo ari dak mandi”
“hahahahahaahaa”, kamipun terbahak-bahak
Lalu kami berenang dan menyelam dirantau kecil yang berada persis di depan perapian itu, kawan-kawan yang mencari ikan sebelumnya duduk istirahat dipinggir perapian, mereka sedang menghangatkan badan karena habis berburu ikan dan menyelam, sekalian menjaga ikan dan nasi yang dibakar tadi.
Setelah puas berenang saya, gatot dan rudi pun kembali pada perapian,
“lah masak bang” sahut Toni,
“yolah, artinyo kito lah biso makan nih?” tanyaku
“bisola bang, payula kito makan” katanya
“payulah apo lagi yang ditunggu” sahut Gatot,
“payuuuu” sahut kami serentak,
Kami membuat lingkaran kecil yang nyaris beradu kepala, Aku melihat-lihat sebentar bagaimana memulai makan nasi yang masi bergulung panjang daun pisang ini, oh rupanya mereka tinggal mematahkan gulungan nasi itu sedemikian rupa dengan panjang yang relative, seperti kita makan pisang ambon gitu, kan bisa dipatah semau kita, kemudian dicelup kecabai sambil mencubit ikan yang sudah dibakar sebagai lauknya, setelah tau caranya akupun ndak mau ketinggalan untuk mencicipinya,
Merekapun melihatku dengan mulut penuh sambil menahan tawa,
Lalu akupun bergerak cepat untuk menghabisi makanan yang terhidang lebar ini, melihat gelagatku itu merekapun terbahak-bahak, dan bertanya menyindir,
“Enak yo Bang?”
“enaaaaaaaakkkkk niaaaaaan” jawabku sambil terus makan tak henti-henti,
“Bruakakakakakakakakakakak” tawa mreka kemudian meledak,
“wakakakakakak”
Kamipun tertawa sepuasnya seakan-akan lupa atas nikmatnya anugerah Tuhan ini.
Salam, Koto Rami, 24 Januari 2011
Kontak : (E) Willy_jambi@yahoo.com (P) 0852 73739383