Mohon tunggu...
KOMENTAR
Foodie Pilihan

Pengaruh 'Sempol Ayam' Menyejukkan Gejolak Batin

7 November 2021   20:41 Diperbarui: 7 November 2021   21:26 345 2
Kehidupan adalah sebuah misteri, banyak hal datang silih berganti. Begitu juga setiap orang yang Anda dan saya temui, pasti mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui.

Secara tak sengaja penulis bertemu seorang pemuda bernama Gidiyanto Stefanus. Dari pria kelahiran 14 Mei 1986 itu tersingkap  pengaruh 'Sempol Ayam' terhadap suasana batin.

Berawal dari penulis sedang menikmati camilan gurih olahan Yanto. Terbuat dari daging ayam giling yang dihaluskan, kemudian ditusuk sate, lalu digoreng dengan kocokan telur. Jajanan ini akrab dengan sebutan sempol ayam.

Dalam perbincangan di tengah bayang-bayang hujan gerimis sembari menjajakan sempol ayam, Yanto mengisahkan perjalanan hidupnya.

Putus Sekolah Demi Masa Depan Adik

Yanto menempuh pendidikan di SMP 43 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Saat masa-masa berseragam putih biru, semuanya berjalan normal seperti anak-anak lain seusianya kala itu.

Dalam periode tiga tahun, Yanto berhasil menamatkan studi SMP pada tahun 2001. Ia bermaksud ingin melanjutkan ke bangku STM, guna melapangkan jalan menuju cita-citanya sebagai seorang teknik mesin yang handal kelak nanti.

Tetapi harapan menjadi mekanik kredibel
tiba-tiba tersendat di tengah jalan. Anak dari pasangan Bapak Ayong dan Ibu Atik itu, diperhadapkan dengan tiga pilihan yang membuat dirinya tak berdaya.

Pertama, jika Yanto melanjutkan masuk STM, maka kedua adik perempuanya tidak bisa melanjutkan pendidikan dari SD ke bangku SMP, mengingat kala itu kondisi perekenomian orang tua sedang tidak menentu.

Kedua, Yanto harus putus sekolah demi masa depan adik-adiknya. Padahal dirinya juga berkeinginan melanjutkan studi ke STM guna mengejar cita-cita dan hidup lebih baik ke depan.

Ketiga, bila dipaksakan agar tetap masuk STM maka akan semakin menyusahkan kedua orang tuanya. Penghasilan sang ayah sebagai seorang mekanik bengkel dan sang ibu pedagang asongan tak cukup memenuhi semua kebutuhan pendidikan Yanto dan adik-adiknya.

Lewat pergumulan yang panjang, akhirnya Yanto dengan lapang dada dan ikhlas terhadap takdir yang telah digariskan padanya untuk berhenti melanjutkan ke bangku STM.

Rasa sayang terhadap adik-adiknya mengalahkan cita-cita Yanto menjadi seorang mekanik handal. Tak mengapa putus sekolah demi masa depan adik-adik, timbal Yanto.

Kehidupan Baru di Luar Bangku Sekolah

Sejak putus sekolah niat yang tersimpan dalam relung hati Yanto hanya satu, yakni bekerja keras untuk membantu kedua orang tua untuk menamatkan pendidikan adik-adiknya minimal hingga bangku SMA.

Awalnya Yanto bekerja di mebel yang berhubungan dengan berbagai jenis struktur yang terbuat dari kayu. Bekerja dengan giat, namun apa yang dijerjakan tidak dihargai.

Berjalan-nya waktu tidak semua kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan olehnya berbalas sesuai harapan dan dirinya semakin tertekan. Kesabaran tiba di titik jenuh, sehingga batin kehilangan rasa damai sejahtera.

"Karena saya sudah merasa tidak damai sejahtera akhirnya saya memilih untuk berhenti kerja dan mencari pekerjaan lain," ungkap Yanto mengisahkan perjalanan hidupnya kepada penulis.


Tak Patah Arang Tetap Berusaha

Berhenti bekerja dari tempat sebelumnya, dianggap Yanto sebagai hadiah terbaik karena ada kesempatan untuk bekerja keras pada pekerjaan yang lebih layak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun