Catatan ini adalah kisah dibalik perjalanan ke Kampung Dukuh, sebuah kesempatan yang sangat berharga dan saya syukuri karena bisa merasakan lebih dekat dengan penduduk yang jauh dari teknologi, penduduk yang sangat ekologis, penduduk yang ramah, penduduk yang selalu berbagi kebaikan, penduduk yang lebih maju berpikir tentang alam dan lingkungan hidup, penduduk yang membuat saya bersyukur bisa belajar banyak dari mereka. [caption id="attachment_95754" align="alignleft" width="180" caption="Rumah di Kampung Dukuh (dok.pribadi)"][/caption] Saya suka menulis, saya juga suka berpetualang, walaupun rasanya capek tapi saya sangat menyukai. Bagi saya menulis adalah perlawanan, setidaknya melawan malas, berpetualang adalah hobi supaya badan tetap segar karena menghirup udara yang bersih. Nah saya yakinlah anda yang kuliah di kota pasti sudah menghirup gas karbon monoksida dari asap knalpot bis kota yang hitam pekat atau dari sepeda motor yang makin merapat menghabiskan ruas jalan hingga melewati trotoar. Kalau saya bepergian ke alam terbuka maka zat-zat beracun dalam tubuh saya itu sedikitnya akan terkuras oleh udara yang bersih di pegunungan. Kalau tidak, mungkin saja racun tumbuh subur di tubuh saya. Beberapa bulan yang saya ke kampong dukuh, kampung adat yang dilindungi cagar budaya, sebuah daerah yang berada di kabupaten Garut sebelah selatan, berada di wilayah Cikelet mungkin lebih tepatnya dekat wilayah Cimari. Dari jalan raya Cikelet ke lokasi sejauh 9 km, kalau tidak membawa mobil sekelas jeep jangan berharap bisa menuju lokasi, sebuah jalan pedesaan yang belum teraspal rapi, hanya berupa jalan perkebunan yang biasa dipakai untuk menganggkut hasil kebun atau kayu. "
Taringgul" Dalam bahasa sunda berarti kondisi yang memperlihatkan jalan tidak rata. [caption id="attachment_95756" align="alignleft" width="180" caption="Di Depan Gerbang Kampung Dukuh (dok.pribadi)"][/caption] Sepanjang perjalanan, ide saya berputar-putar merangkai tulisan. Dalam bayangan saya bercerita , tentang topik, jalan cerita,
main idea, dan kesimpulan. Rangkaian ini yang akhirnya saya tuliskan di komputer setelah matang saya kirimkan ke media. Sangatlah disayangkan jika ide liar yang berkejaran dalam pikiran saya tentang petualangan ini saya biarkan menguap, hilang ditelan angin. Buku catatan kecil kadang saya gunakan untuk mencatat fakta, biasanya juga pakai recorder agar bisa di ulang barangkali ada yang saya lupa. Tentunya juga saya tidak lupa membawa kamera, wah sangat disayangkan jika melewatkan momen menarik tanpa merekamnya dalam foto. Lengkaplah sudah menulis, fotografi dan petualangan. Selanjutnya belajar dari sana, saya belajar dari tulisan saya, dari pemikiran orang-orang yang temui, dari lingkungan saya lewati dan dari pengalaman yang alami. [caption id="attachment_95758" align="alignleft" width="180" caption="Kampung Dukuh (dok.pribadi)"][/caption] Jadi, mari kita menulis dan berpetualang, agar kita belajar banyak! Yes We Can !! * Catatan ini adalah ide lain dari kisah “Kampung Dukuh”
KEMBALI KE ARTIKEL