[caption id="attachment_70783" align="alignleft" width="300" caption="Patung Dirgantara Karya Edhi Sunarso (foto diunduh dari google)"][/caption] Judul di atas adalah lead sebuah berita di Tempo edisi 25-31 Jan 2010 untuk menggambarkan sosok seniman pematung bernama Edhi Sunarso. Bukan Edhi Sunarso-nya yang ingin saya catat tetapi seniman secara keseluruhan. Catatan ini adalah sebuah apresiasi bagi karya seni mereka yang berharga. Edhi Sunarso-pun termasuk didalamnya, dia yang membuat patung Selamat Datang pada tahun 1958 atas pesanan Bung Karno. Lalu membuat monumen Tugu Muda di Semarang, Patung Putra Fajar di kampus Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Puluhan karyanya tidak bisa disebutkan satu persatu. Saya mengapresiasi karya beliau dengan penghargaan dan penghormatan yang tinggi. Seniman adalah orang yang memiliki cita rasa seni tinggi, demikian orang tua saya berkata ketika saya menanyakan apa itu seniman. Saya percaya saja dan kenyataan itu benar. Seorang seniman adalah kreator yang bisa membuat hal mustahil menjadi niscaya tepat seperti lead berita Tempo yang saya baca. Ditangan seniman hal rumit seolah tidak ada artinya. Seni intalasi misalnya, dulu saya menganggap sepele, ternyata setelah dicermati, diamati dan dipelajari, bukan perkara mudah menuangkan ide dalam bentuk seni instalasi. Salahsatu galeri seni yang membuat saya takjub akan sebuah seni patung adalah Nyoman Nuarta. Detailnya, goresannya sungguh-sungguh diluar dugaan. Saya melihat sebagai sebuah karya manusia yang unik dan hanya seniman yang mampu membuat ide mewujud seperti itu. Saya mengapresiasi karya mereka dengan mengamini lead berita Tempo tersebut, ''Kemustahilan Teknis Menjadi Keniscayaan'' [caption id="attachment_70784" align="aligncenter" width="360" caption="Salah Satu Karya Nyoman Nuarta (foto diunduh dari google)"][/caption] [caption id="attachment_70785" align="aligncenter" width="300" caption="Karya Nyoman Nuarta di Depan Setra Duta Bandung (foto diunduh dari google)"][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL