Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Tunadaksa Curi Perhatian karena Lolos Seleksi Calon Polwan

11 Oktober 2024   18:42 Diperbarui: 19 November 2024   11:10 50 0
Fatia Nur Azzara (22) menceritakan bahwa dirinya sudah difabel sejak lahir. Sewaktu menduduki bangku Sekolah Dasar (SD) ia kerap mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari teman nya, Fatia sering sekali mengalami perundungan atau .

"Waktu SD saya mengalami bullying dikarenakan saya tidak bisa bermain olahraga bola voli - pembullyan verbal. Saya cuma bisa menangis dan kasih tahu orang tua kalau saya itu kenapa di bully sama teman?", Ujar Fatia kelada wartawan Sepolwan RI, Ciputat, Jakarta Selatan, Kamis (19/9/2024).

"Ayah dan ibu bilang kalau saya itu istimewa, tidak boleh minder dan malu, dan harus bisa membuktiman kalau bisa," sambungnya.

Wanita asli Bangka Belitung ini menjelaskan bahwa didikan orang tua dapat membentuk dirinya menjadi perempuan yang mandiri dan kuat. Contoh, meskipun Fatia memiliki kekurangan namun dia bersekolah di umum.

"Saya difabel dari lahir. Saya disekolahkan di sekolah reguler. Saya di SD Islam terpadu, dan SMP-SMA di negeri. Saya kuliah merantau ke Jogja di UII Fakultas Psikologi," ujar Fatia.

Fatia menyampaikan kepada sang ayah agar mengajaknya ke luar rumah hanya sekedar bermain, hingga mengajarkan nya tentang kemandirian. Ayah Fatia juga memberikan dukungan dan mendorong Fatia untuk berani merantau.

Ayah selalu memberikan gambaran terkait perantauan. Ayah bilang, "Merantau akan membuat kamu lebih berkembang."
Fatia mengungkapkan sang ayah pernah mengajaknya dari Bangka merantau ke Jambi. Fatia menyebut ajaran ayah membuat dirinya menemukan banyak hal untuk mandiri dan hidup setara meski kondisi fisiknya disabilitas.

"Sejak SMA saya pernah ikut ayah kuliah S2 di Jambi, Unja. Ayah memberikan gambaran soal kehidupan di perantauan. Alhamdulillahnya sampai saat ini saya merasa banyak hal yang membuat saya mandiri selama merantau," terang Fatia.

Fatia lulus dengan nilai sangat memuaskan yakni cumlaude. "(IPK-nya) 3,56, kuliah 3 tahun 8 bulan," lanjut Fatia.

Fatia mengaku sangat senang saat tahu Polri membuka penerimaan anggota lewat jalur disabilitas. Sulung dari dua bersaudara ini lalu menyampaikan ke orang tuanya soal keinginan menjadi polwan.

"Dari kecil saya ingin jadi polisi, tapi saya sadar diri karena kondisi saya tidak mungkin diterima. Saya cari tahu sendiri (soal penerimaan jalur disabilitas) di Instagram. Awalnya orang- orang yang kenal saya tidak sangka saya mau jadi polisi, karena yang orang-orang tahu saya mau ambil S2," cerita Fatia.

Untuk diketahui, Polri melalui Biro Pengendalian Personel SSDM Polri, merekrut 16 penyandang disabilitas pada penerimaan Bintara Tahun Anggaran 2024 ini. Mereka terdiri dari 3 siswa Bintara perempuan dan 13 laki-laki.

Rekrutmen kelompok disabilitas menjadi anggota organik merupakan kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Dedi menuturkan Jenderal Sigit yakin penyandang disabilitas mampu melakukan pekerjaan kepolisian.

"Polri pada tahun 2023 sebenarnya sudah melakukan rekrutmen terhadap kelompok disabilitas tapi untuk golongan ASN atau pegawai negeri pada Polri (PNPP). Dari kelompok itu kita pekerjakan di dua polda yaitu Polda Jogja kemudian di Polda Sumatera Selatan. Dari situ berproses, Pak Kapolri tambah yakin, "Saya minta (difabel menjadi-red) anggota Polri," tutur Dedi.

Fatia dinyatakan lolos dalam sidang akhir penerimaan Polri gelombang ll 2024 pada Jumat(05/07/2024).
Selanjutnya ia harus menjalani pendidikan khusus Polwan di Jakarta.

Perjuangan Fatia belum bisa dikatakan selesai karena ia harus lulus pendidikan Polwan hingga dilantik sebagai anggota Polri.

"Sekarang ini sedang menyiapkan diri jelang keberangkatan pendidikan mulai dari kesiapan fisik, mental, maupun lainnya. Karena tantangan-tantangan baru mungkin akan dihadapi selama pendidikan." ujarnya.

Fatia menuturkan motivasi dan prestasi nya untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap kaum wanita dan disabilitas. Fatia hendak membuktikan penyandang disabilitas juga bisa dan memiliki kemampuan setara dengan orang pada umumnya.

"Saya ingin membuktikan bahwa kekurangan itu tidak menghalangi, bahwa yang berkebutuhan khusus itu juga bisa," tegas wanita 22 tahun ini.

Fatia menambahkan, dia juga ingin merubah pola pikir penyandang disabilitas lainnya, agar tak menjadikan kondisi berkebutuhan khusus sebagai alasan untuk menyerah. Semua orang, imbuh Fatia, memiliki peluang yang sama dalam mengembangkan kemampuan diri hingga mandiri.

"Saya mau mengubah mindset teman-teman disabilitas. Saya ingin menjadi inspirasi semua orang, khususnya penyandang disabilitas bahwa tidak ada yang membedakan kita. Yang ada hanya 'mau atau tidak' untuk hidup maju," ungkap Fatia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun