Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Analisis Komposisi Kabinet Kerja Jokowi-JK

27 Oktober 2014   06:38 Diperbarui: 28 Juli 2016   02:39 2267 1
Setelah sempat ditunda, Presiden Jokowi Widodo akhirnya mengumumkan siapa saja yang terpilih menjadi pembantunya. Ada sejumlah wajah lama yang mengisi pos kementerian. Ada juga wajah baru yang sebelumnya diprediksi kuat menduduki posisi menteri.

Komposisi Kabinet Kerja yang baru diumumkan pada Minggu sore (26/10/2014) menarik untuk dianalisis. Bagaimanapun, komposisi kabinet merupakan jawaban atas sekian banyak harapan yang diamanahkan rakyat pemilih kepada Jokowi-JK. Hak prerogatif yang melekat pada Presiden Joko Widodo menempatkan dirinya sebagai sosok sentral dan strategis dalam menentukan nama-nama yang kelak diajaknya “bekerja” dalam kabinet.

Terhitung ada delapan menteri perempuan yang dipercaya Jokowi dan JK sebagai pembantunya. Para perempuan ini datang dari pelbagai latar belakang. Mulai dari politisi, akademisi, birokrat karir, hingga praktisi atau pelaku bisnis. Sisi menarik dari menteri perempuan dalam Kabinet Kerja ini adalah ditunjuknya Yohana Yambise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Yohana menjadi perempuan pertama dari Papua yang diberi kepercayaan duduk di kursi menteri. Adapun Susi menjadi menteri yang hanya berijazah SMP.

Keputusan Presiden Jokowi menunjuk Susi merupakan terobosan tersendiri. Jejak akademik sepertinya dikecualikan saat Jokowi melakukan fit and proper test. Di sini, selaku presiden, Jokowi lebih melihat rekam jejak Susi sebagai pengusaha bidang perikanan dan penerbangan. Susi memang dikenal sukses dengan bisnis ikannya yang dilabeli Susi Brand. Kepak bisnisnya juga diakui lewat Susi Air. Raihan ijazah akademik rupanya tak membatasi ruang gerak Susi untuk bisa mandiri secara ekonomi.

Unsur keterwakilan

Kabinet Kerja Jokowi dan JK kali ini berasal dari enam unsur, yaitu: politisi, praktisi, akademisi, birokrat karir, teknokrat, serta purnawirawan. Jumlah dan persentase keterwakilan unsur bisa dilihat pada grafik berikut.


Sebanyak 38% pos menteri diisi oleh para politisi. Jumlah ini tergolong moderat. Porsi para menteri yang datang dari luar politisi lebih dominan. Persentasenya mencapai 62%. Dengan komposisi ini Presiden Jokowi ingin menunjukkan kepada publik bahwa dirinya tak sekadar bagi-bagi kursi menteri kepada Parpol yang mendukungnya. Meski tetap harus diakui skema pembagian kursi toh harus ada. Mengingat tak ada makan siang yang gratis di ranah politik.


Parpol pendukung jelas mendapat jatah kursi. Hanura dan Nasdem masing-masing sukses menempatkan dua politisinya. Sementara PDIP dan PKB masing-masing mengisi empat pos kementerian. Bagi PKB, jatah kursi menteri kali ini tergolong banyak.

Di atas kertas PKB hanya mendapat empat kursi menteri. Namun dari hasil penelusuran, ada enam kader NU yang duduk di kabinet. Empat menteri dari PKB jelas merupakan kader NU. Adapun dua kader NU lainnya adalah Lukman Hakim Saifuddin selaku Menag dan M. Nasir yang dipercaya sebagai Menristek dan Pendidikan Tinggi.

Dugaan publik tentang peluang Puan Maharani sebagai menteri rupanya terbukti. Putri Megawati yang meraup suara terbanyak di Dapil V Jateng ini mendapat jatah sebagai Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Jabatan Menko ini merupakan jabatan menteri senior. Di usianya yang tergolong muda, politisi PDIP ini seolah ditantang bekerja dan berlari bersama Jokowi. Penunjukan Puan sebagai menteri merupakan langkah politis untuk menunjukkan kiprahnya yang berdampak pada popularitasnya kelak. Bila selama ini Puan banyak berada di parlemen, kini Puan berkesempatan menjajal diri di ranah eksekutif. Muncul tanya, mengapa harus Puan? Tentu para elit PDIP punya serangkaian alasan penting atas penunjukannya.

Hal mencolok lain dari Kabinet Kerja ini adalah jumlah unsur militer yang tergolong sedikit. Hanya ada dua menteri yang berstatus purnawirawan. Yakni,Ryamizard Ryacudu selaku Menhan serta Tedjo Edy Purdjianto yang dipilih sebagai Menko Polhukam. Jabatan Menhan yang di masa SBY dipegang oleh sosok sipil kini dikembalikan kepada sosok yang berlatar belakang militer. Sementara, posisi Menko Polhukam tetap mengandalkan purnwirawan jenderal.

Wajah lama

Dari ke-34 nama yang dipilih, Presiden Jokowi hanya menyisakan satu menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dialah Lukman Hakim Saifuddin. Sesuai perkiraan, Lukman tetap ditugaskan menggawangi Kementerian Agama atau Kemenag. Pilihan terhadap Lukman sekaligus menepis isu yang sempat beredar pada masa kampanye. Isu itu menyebut, kelak Menag berasal dari golongan Syiah jika PDI Perjuangan yang mengendalikan pemerintahan. Terbukti, isu itu sebatas perkiraan yang tak berujung bukti pada saat susunan Kabinet Kerja diumumkan.

Selain menyodorkan wajah baru, hadir pula wajah lama dalam Kabinet Jokowi-JK. Ada tiga nama lama yang dulu pernah mengisi kabinet di era sebelumnya. Mereka ialah: Khofifah Indar Parawansa, Rini M. Soemarno, dan Sofyan Djalil. Nama pertama pernah dipercaya menjadi menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarno Putri (1999-2001) sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Adapun Rini sempat menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) di era pemerintahan Megawati-Hamzah Haz (2001-2004).

Setelah satu dekade lebih absen dari hiruk pikuk pemerintahan, kedua perempuan ini kembali ke lingkaran kekuasaan dan dipercaya membantu Jokowi-JK. Rini mendapatkan pos baru sebagai Menteri Negara BUMN. Lulusan Amerika Serikat dan eksekutif Astra Indonesia ini memang dikenal piawai mengurusi sektor ekonomi dan perdagangan. Penunjukan Rini sudah diprediksi, mengingat dialah yang ditunjuk menjadi Ketua Tim Transisi. Artinya, Rini sudah berkeringat di masa peralihan pemerintahan dari SBY kepada Jokowi.

Di luar itu, Rini Soemarno juga dikenal sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Dalam beberapa acara resmi, Rini terlihat selalu duduk berdekatan dengan Megawati. Saat melawat ke luar negeri, Rini kerap menemani Megawati yang kala itu menduduki kursi kepresidenan.

Kursi menteri bagi Khofifah tak diperolehnya secara gratis. Di masa kampanye Pilpres 2014 lalu, Khofifah boleh dibilang merupakan jenderal lapangan di wilayah Jawa Timur. Massanya tersebar. Maklum, Khofifah adalah Ketua Umum Muslimat NU. Sebuah organisasi otonom (Ortom) di bawah NU. Selama ini, Khofifah dikenal sebagai aktivis NU yang mau turun ke bawah untuk menyapa basis pendukungnya secara langsung.

Kekuatan itulah yang dimanfaatkan untuk menggalang dukungan bagi Jokowi-JK melalui jejaring pengajian ibu-ibu di kalangan nahdliyin. Keringat yang menetes dari kerja kerasnya di lapangan, kembali mengantarkan Khofifah menjadi Menteri Sosial di era Jokowi-JK.



Masuknyakembali nama Sofyan Djalil ke kabinet tidak lepas dari peran Jusuf Kalla. Sebelum menjabat menteri di era SBY-JK (2004-2009) Sofyan memang dikenal sebagai aktivis Lembang 9. Keberhasilan JK menjadi Wapres pada 2004 lalu ikut mengantarkan Sofyan sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Oktober 2004 hingga Mei 2007). Gelombang reshuffle kabinet malah mengantarkan aktivitas Pelajar Islam Indonesia (PII) kelahiran Aceh ini menjadi Menteri Negara BUMN (2007-2009).

Peran barunya inilah yang memberinya kesempatan bersentuhan langsung dengan kebijakan ekonomi pemerintah. Selaku Meneg BUMN, Sofyan otomatis menjadi anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Dalam Kabinet Kerja, Sofyan dipercaya menjadi Menko Perekonomian. Sebuah jabatan menteri senior yang sebelumnya dijabat oleh Hatta Radjasa.

Di luar keempat nama di atas, ada wajah lama yang sudah surut dari sorotan media. Dialah Ryamizard Ryacudu. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini sempat dikenal sebagai jenderal tempur. Pungkas menjabat KSAD pada 2004 lalu, sang jenderal ditugaskan sebagai staf ahli Panglima TNI. Padahal sebelumnya, nama jenderal kelahiran Palembang Sumsel ini sempat dinominasikan sebagai Panglima TNI. Jabatan panglima batal direngkuh Ryamizard. Dalam Kabinet Kerja, Ryamizard masuk ke dalam deretan wajah lama. Selama lima tahun ke depan Ryamizard dipercaya sebagai Menteri Pertahanan menggantikan Purnomo Yusgiantoro. 

Tentu publik berharap, aksi berlari yang dilakukan para menteri yang ditunjuk Jokowi saat dikenalkan tak berhenti di depan layar kaca semata. Negara ini butuh orang yang mau bekerja. Mau kerja saja tidak cukup. Dibutuhkan pula orang-orang jujur yang bernyali mengubah situasi. Selamat bekerja.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun