disini. ya, disini.
malam kian tumpah semakin diaduk jadi semakin larut.
aku sudah daritadi bolak-balik bantal, tapi belum ada sebiji kantuk terselip.
kalau aku paksakan menutup mata, yang kelihatan malah samar-samar senyummu yang malu-malu di stasiun waktu itu.
malu. sekaligus galau. ingin melepasku atau mencuri bagasiku dan kemudian kamu tumbuhkan satu pohon rambutan, agar aku pergi di musim tanam selanjutnya.
kamu melepasku. mulutmu senyum, berbohong memang.
tapi, matamu tidak.
seperti mataku malam ini.
di dalamnya sedang subur hari-harimu yang kian kerontang.
ya, besok aku pulang.
untuk aku tanam pohon rambutan.
bukan di bagasiku.
tapi, di celanaku. soalnya, celanaku cuma satu dan tidak mungkin aku jalan-jalan tanpa celana.
~kota nenek moyang, hari ketujuh, malam kedelapan.