Permasalahan ini timbul dari bidang sains nature yang membawa banyak dampak kemajuan dalam segala segi kehidupan yang memanfaatkan alam, genetik, dan kombinasinya. Biodiversitas/keanekaragaman hayati dipertaruhkan, dan kesenjangan sosial pun muncul ke permukaan. Saya sebagai mahasiswa biologi merasa tersentil dan harus ikut andil dalam memperjuangkan masalah ini agar kita tidak dirugikan begitu saja.
Hal ini terjadi secara sederhana, sifat ketamakan manusia menjadi dasar dari penjajahan biodiversitas. Kenapa tidak? Negara yang memiliki biodiversitas yang kaya dan beragam rata-rata merupakan negara berkembang dan mereka (rakyat negara berkembang) belum mampu memanfaatkan keanekaragaman genetik yang ada pada negara mereka, dan tidak lain tidak bukan para ahli ilmuwan dari negara maju lah yang memanfaatkan itu semua, mengambil sampel gen-gen dan kode DNA terbaik dari beraneka ragamnya makhluk hidup untuk dikombinasikan menghasilkan spesies terbaik yang unggul dan resisten dari virus/bakteri. Permasalahannya bukan disitu, hal menyakitkan yang terjadi dilapangan adalah ketika spesies unggul hibrid tersebut diakui menjadi produk negara mereka dan negara berkembang yang lebih terbelakang dari mereka tempat mengambil sampel dan kode DNA tadi tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dan menjual kembali spesies hibrid tersebut ke negera berkambang tadi dengan keuntungan yang luar biasa.
Saya pernah mendapat cerita yang menarik dari dosen Ilmu Lingkungan saya, dimana masyarakat Australia memiliki kebiasaan minum jus mangga dan sangat menyukai jus tersebut, tapi yang menjadi permasalahan adalah ketika pasokan buah mangga tidak mencukupi kebutuhan dari masyarakat disana karena kita tahu buah mangga tersebut memiliki musim per tahun untuk berbuah. Cerita ini akan memiliki ending yang menarik ketika masyaarakat Australia dapat menikmati jus mangga berapa pun banyaknya tanpa takut kehabisan stok buah mangga, kenapa? Yaitu ketika mereka berhasil mengembangkan spesies hibrid mangga yang dapat terus berbuah dalam setahun yang dikembangkan dari spesies alam mangga di Nusa tenggara, dan saat ini kita negara Indonesia tidak menikmati apa-apa bukan? Serta sekarang malah kita yang membeli bibit mangga hibrid tersebut dari negara Australia.
Menyakitkan memang, apalagi jika itu dialami oleh negara kita sendiri, Indonesia. Sudah berapa banyak keanekaragaman genetik kita yang “dicuri” oleh para ilmuwan dari negara maju seperti Jepang, Australia, Amerika serikat, dll. Peristiwa seperti ini merupakan de javu bagi kita yang beberapa abad silam telah dijajah secara langsung oleh Belanda dan Jepang, tidak ada bedanya kan? Hanya saja penjajahan biodiversitas kali ini lebih terhormat! Ya, lebih terhormat menipu kita.
Mereka (para ilmuwan negara maju) datang ke Indonesia seperti turis, menikmati keindahan alam, berwisata, bersantai, tapi kebanyakan dari mereka memiliki misi rahasia untuk mengambil sampel genetik biodiversitas Indonesia untuk dimanfaatkan oleh mereka dan negaranya. Kita seperti seorang konglomerat bodoh yang memiliki istana dengan singgasana luar biasa besar dan terdapat berbagai macam biodiversitas dikunjungi oleh tamu-tamu dari berbagai kalangan menjalin silaturahmi tapi dibalik itu mereka mencuri sampel-sampel untuk dikembangkan juga di istana mereka masing-masing yang jauh lebih baik!!! Dengan tampang polos tidak berdosa mereka mematenkan hal tersebut menjadi milik mereka.
Sebenarnya hal ini bukan tidak menjadi perhatian dunia, sudah ada beberapa forum-forum internasional yang membahas tentang perlindungan keanekaragaman hayati, yang pertama yaitu Protokol Cartagena (biosafety) mengenai keamanan keanekaragaman hayati berlaku mulai tahun 2003. Namun yang menjadi perdebatannya yaitu kembali ke permasalahan awal dimana rata-rata negara dengan keanekaragaman tertinggi termasuk kategori negara berkembang sehingga belum terjamah dunia industrialisasi dan dikembangkan untuk kesejahteraan ekonomi ataupun segi lainnya sementara negara maju yang kebanyakan berasal dari Benua Biru beranggapan bahwa kekayaan sumber daya hayati adalah warisan peradaban manusia (the common heritage of mankind). Semacam konsep res communis di hukum Romawi yang merujuk ke wilayah bukan siapa-siapa (belong to no one) yang bisa dimanfaatkan umum.
Kemudian lahir sebuah Protokol Nagoya mengenai pemanfaatan pengembangan genetik sebebas-bebasnya namun dapat memberikan keuntungan yang merata antara negara yang memanfaatkan dengan negara asal dari sumber hayati tersebut. Sehingga pembajakan sumber daya hayati dapat diminimalkan dengan transparansi aliran pemanfaatan sumber daya genetik yang jelas.
Usaha-usaha yang dilancarkan oleh para ahli dan mahasiswa biologi akhirnya berhasil, dengan disahkannya undang-undang yang meratifikasi protokol nagoya oleh sidang paripurna DPR tanggal 14 April 2013 sehingga kita sama-sama mengaharapkan tidak ada lagi penjajahan yang kita alami, cukup sudah dulu kita dijajah, sekarang kita sudah merdeka dan kita mesti menjaga apa yang kita miliki. Tidak hanya kedaulatan tapi semua yang ada di bumi pertiwi ini. Sebagai mahasiswa, setidaknya kita tetap mengawal pelaksanaan protokol nagoya ini dan menjaga serta jika bisa kita sendiri yang memanfaatkan kekayaan genetik tersebut.