Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Esai Kritik: Pelukis dan Penari

2 Juni 2023   07:20 Diperbarui: 2 Juni 2023   07:23 409 1
Sudah tidak asing bagi penikmat karya sastra mengenai kisah cinta seorang penari Legong bernama Ni Nyoman Pollok dengan pelukis asal Belgia yang akrab disapa Tuan Le Mayeur. Apakah ada sesuatu yang timbul pada benak saudara-saudara ketika membaca nama sepasang kekasih tersebut? Apakah teringat dengan kisah cinta mereka yang romantis dan manis? atau sebuah pemikiran yang berujung plot twist? Jika saudara-saudara pernah membaca kisah cinta Ni Nyoman Pollok dengan Le Mayeur, tentu memiliki pemikiran yang sama dengan saya. Ya, benar. Itu. Berkunjung ke Negeri orang untuk suatu keperluan, disambut dengan tarian Legong, tidak sengaja melihat gadis penari Legong yang menarik mata memandang, lalu bertemu, mengajarinya sesuatu, menjadikan ia model, kemudian menikahinya namun tanpa ingin memiliki sang buah hati. Apakah bisa disebut cinta? Mungkin saja. Jika pasanganmu berkata bahwa kehamilan akan mengubah tubuh dan membuatmu tidak menarik lagi. Apakah itu cinta? Lalu sebuah kalimat yang mengatakan "Mari kita mengabdikan hidup kita sepenuhnya untuk seni, Pollok," Cinta? Atau...Coba bayangkan, betapa indahnya dicintai oleh seorang pelukis. Pejamkan, jika 'cinta' itu menjadi obsesi objek karya melukis. Apapun bisa dikatakan cinta, bahkan pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak tetap bisa dikatakan cinta. Lalu, bagaimana dengan kisah ini? Seperti ombak pantai ya...bergelombang. Apa yang membuat Ni Nyoman Pollok begitu hebatnya jatuh cinta dengan seorang pelukis bernama Le Mayeur itu?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun