Hal itu berawal dari potongan video yang beredar. Dalam video terlihat kakak tingkat sedang mengomel dan membentak mahasiswa baru yang dianggapnya melakukan kesalahan-kesalahan. Pastinya kamu sudah tahu akan hal ini dan sudah melihat rekaman video yang beredar itu bukan.
Pendapat setiap individu memang berbeda yang tidak mungkin bisa dipaksakan untuk sama (sependapat). Akan tetapi, bukankah apa yang dilakukan oleh netizen kepada kakak tingkat yang dianggap melakukan perploncoan itu kepada mahasiswa baru juga merupakan perpeloncoan? Mereka diolok-olok oleh semua netizen dari sabang sampai Merauke. bukankah ini lebih menyakitkan kepada mereka? Kita harus memikirkan juga seberapa terpukulnya mereka atas beredarnya video itu.
Memang, apa yang mereka lakukan itu salah dan berdampak buruk. Namun, disamping dari hal negatif yang dilakukan oleh panitia itu ada juga hal positifnya bukan? Kita harus juga mengakui bahwa ada hal positif dari perpeloncoan itu (bukan saya mendukung perpeloncoan).
Sekarang mari kita bedah kembali, seorang mahasiswa baru yang selama ini katakanlah bersembunyi dalam perlindungannya dalam hal ini orang tuanya. Mereka (mahasiswa baru) harus belajar untuk bertahan tanpa lindungan dari pelindungnya bukan.
Menyiapkan mental mahasiswa baru untuk kuat menjalani kehidupannya sendiri serta siap untuk menerima kenyataan bahwasanya dalam hidup, manusia akan selalu mendapatkan sesuatu hal yang pastinya tidak disukai bahkan mendapat tekanan dari berbagai kalangan. Dalam hal seperti ini saya menyebutkan bahwa mereka yang tidak siap dipelonco adalah mereka yang memiliki mental lemah, yang tidak siap menghadapi dunia nyata yang penuh dengan perpeloncoan itu.
Contohnya saja seorang buruh yang bekerja di pabrik akan mendapat tekanan saat atasannya memberikan target kerja yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Tentunya ini juga merupakan perpeloncoan karena akan berakibat pada psikologi pekerja tadi. Begitu juga seterusnya.