Semalaman saya membaca buku karangan penulis terkenal EkaBudianta. Judulnya ilmu Ibunda. Mengenang Daoeni Andajani (Malang, 1935-Yogyakarta,2009). Buku ini dibuat oleh Mas EkaBudianta yang pada tanggal 30 Mei 2009, baru saja ditinggalkan ibunda tercintanya. Beliau menceritakan bagaimana ibundanya yang hanya mantan guru sekolah dasartelah menjadi orang biasa yang luar biasa karena begitu banyak ucapan duka cita yang ditujukan kepada beliau, sehubungan dengan meninggalnya ibunda tercinta. Bahkan seorang guru besar dan tokoh lingkungan, Emil Salim memberikan salam duka citanya yang mendalam melalui email dan SMS.
Buku dengan tebal 104 halaman ini telah menggugah hati dan perasaan saya betapa besar jasa seorang ibu kepada anak-anaknya. Betapa ibu mengajari menulis, mencintai lingkungan, dan menggembirakan Tuhan Yang Maha Esa, menyenangkan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menuliskan sebuah Tulisan yang berjudul Kegembiraan Ilahi untuk anaknya EkaBudianta yang berulang tahun ke-50. Ditulisnya dengan penuh kasih sayang dari tanggal 1 s.d. 10 Nopember. Sebuah tulisan yang sangat menyentuh hati bagi siapa saja yang membacanya dengan hati pula. Bercerita tentang anaknya dari tahun ke tahun yang penuh dengan lika-liku sejarah perjuangan bangsa. Tulisan seorang ibu yang selalu sayang dengan anak-anak-anaknya yang kini telah membesar, melupa,dan menua dengan banyaknya uban di kepala.
Dalam cover belakang buku ini dituliskan, “Bahkan bebek adalah ibu yang baik”, kata seorang cucu ibu yang bernama Pandusetia. Ia nomor 2 dari 22 cucunya. Ketika masih di Taman Kanak-Kanak ia suka bernyanyi: Be kind to your wet footed friend. For the duck may be some body’s mother.” Ayo bersikap ramah kepada teman yang berkaki basah. Bahkan bebek bisa jadi seorang ibu.
Induk bebek liar yang bersarang di atap rumah, bisa mengajar anaknya berenang di danau. Bagaimana caranya? Setelah semua telurnya menetas, ia dorong anaknya satu persatu ke dalam pipa talang. Sepintas seperti kejam. Tetapi bayi-bayi bebek itu selamat dan jadi besar. Mereka jatuh ke selokan dengan air yang mengalir ke sungai kecil. Sungai itu bermuara di danau. Di sanalah anak-anak bebek belajar mencari makan, sampai besar dan mampu terbang ke atas gedung tempat mereka menetas.
Membaca buku ini, saya menemukan seorang EkaBudianta yang sangat luar biasa karena mendapatkan ilmu dari ibundanya. EkaBudianta adalah seorang penulis handal yang namanya sudah dikenal oleh banyak kalangan, baik di Indonesia maupun Negara lainnya. Pertama mengenal beliau, saya begitu kagum padanya. Beliau bukan saja mampu menulis, tetapi memiliki kemampuan berbicara yang mempesona. Saya termasuk orang yang terkagum-kagum mendengar cerita beliau tentang pohon sawo yang diceritakannya secara alamiah dan ilmiah. Luar Biasa! Jarang kita temui orang seperti beliau yang memiliki kemampuan menulis dan juga berbicara.
Saya terharu membaca tulisan beliau dalam Prolog buku ini halaman 10. Seorang anak selalu membahayakan kehidupan ibunya, sejak ia masih berada di dalam alam kandungan. Saya telah dibesarkan oleh seorang ibu yang selalu terancam hidupnya. Bukan hanya oleh ancaman kesehatan, akibat gizi buruk di masa kecil, misalnya; tapi juga oleh banyak bahaya lainnya. Ibu menghadapi berbagai masalah rumah tangga, ekonomi, kenakalan anak-anak, perilaku masyarakat luas, maupun tragedi kehidupan dan berbagai bencana.