Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Polisi, Antara "Problem Solver" dan "Problem Maker"

19 Januari 2012   02:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:42 1015 2
Pada perayaan Tahun Baru Imlek 1912 terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan Kepolisian Kota Surabaya mendapat kecaman keras dari berbagai pihak (Marieke Bloembergen, 2011 : 177 – 184). Kala itu tindakan keras Kepolisian Kolonial Belanda  terhadap para warga yang menyulut petasan dan kembang api di Jl. Kembang Jepun, Surabaya menimbulkan kemarahan yang berujung pada kerusuhan. Toko-toko dibakar dan dijarah. Mobil-mobil dirusak. Bahkan kepala polisi setempat yakni Komisari Besar Polisi CJ Boon beserta delapan orang anggotanya sempat disandera warga. Peristiwa ini membuat karir Boon yang mantan perwira KNIL tercoreng hingga dia dilengserkan dari jabatannya.

Peristiwa di atas memang terjadi pada masa Kolonial Belanda yang tentu terjadi dalam konteks sosio-legal yang berbeda dari jaman sekarang. Meskipun demikian ada satu pelajaran yang bisa dipetik, yakni tindakan polisional yang tidak tepat dalam penanganan massa dapat menyulut kerusuhan. Terjadinya kerusuhan di Bima dan Mesuji beberapa waktu lalu merupakan bukti betapa pendekatan polisional yang tidak tepat malah justru menciptakan hasil yang kontra produktif. Polisi yang diharapkan bisa menjadi problem solver atau pemecah masalah, malah menjadi problem maker atau pembuat masalah.  Akibatnya sudah dapat diduga. Jatuhnya korban jiwa dan timbulnya korban luka-luka akibat tindakan kekerasan polisi yang berlebihan malah justru menciptakan masalah baru dalam masyarakat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun