Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Rangkat, dari Kata Menjadi Sahabat

15 Desember 2010   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:42 224 9

Setelah digemparkan oleh berita Juragan yang membooking satu gerbong kereta api Jakarta-Bandung, kini Juragan kembali menjadi sorotan media khususnya di Desa Rangkat.

Dengan barang bawaan dan tas berwarna pink itu, ditemani perut yang keroncongan juragan beserta 3 orang lainnya, nyonya agan, petugas arsip, dan putrid narsis, segera mencari pintu keluar. Di luar sana sudah ada seorang pria yang sedang menunggu kedatangan mereka. Setelah keluar dari sebuah pintu dengan papan bertulisan “EXIT”, sampai juga mereka di luar stasiun.

Putri narsis segera mengeluarkan handphonenya dan menelpon pria tersebut.

“Hello, braderrr, where are you?” ucap narsis dengan bahasa kebule-bulean.

“Saya di luar nih, di samping stand Dunkin Donat, kalian di mana?” balas si pria dengan penuh tanda tanya.

“Lho, emangnya dirimu di mana? Kita udah di luar, dekat patung kereta itu lhoo,” jawab narsis dengan paniknya.

“Yah eyalah, itu mah pintu belakang, wong saya tunggunya di depan. Yah sudah saya berjalan ke pintu belakang aja deh,” si pria membalas percakapan tersebut sambil tertawa.

Maklum dari desa menuju kota, banyak hal yang menjadi tanda tanya. Pintu belakangpun kita anggap sebagai pintu depan.

Sambil menunggu kedatangan si pria, mereka asyik memasang pose-pose unik dan berfoto ria. Menit demi menit berlalu, dan si pria pun menghampiri mereka. Sambil membahas apa yang akan mereka lakukan, mereka mencari taxi. Terlebih waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB dan mereka belum mennyantap makan malam.

Akhirnya mereka sepakat untuk mencari tempat penginapan terdekat, yaitu di Hotel Guntur. Sesampainya di sana, mereka segera check in, dan meletakkan barang di kamar masing-masing. Dan mereka pun segera menunggu taxi dan mencari makan (maklum si narsis sudah teriak kelaparan).

Sambil makan putri menceritakan kejadian yang menimpanya sebelum menuju ke stasiun Gambir. Di saat ia hendak turun di sebuah tempat untuk menuju jalur busway, metro mini yang ia tumpungi rem secara mendadak, alhasil narsis terjatuh *gedebuugg*. Berhubung ia harus segera sampai di stasiun Gambir sebelum kereta api meninggalkannya, ia tak peduli akan luka di kakinya. Dan dengan langkah kaki secepat kilat, ia segera membeli tiket dan menunggu bus menuju stasiun Gambir.

Selain putri narsis yang berbagi cerita sebelum keberangkatannya, juragan pun tak mau kalah hebohnya. Ia juga mengeluh bahwa harus antri panjang lebar untuk menunggu bus. Berhubung FORTUNER yang biasa ia gunakan sedang diservice, terpaksa juragan harus merasakan yang namanya sesak dan berpanas-panasan.

Asyik ngobrol-ngobrol, tak terasa butiran nasi di piring mereka sudah lenyap, alias mereka sudah selesai makan. Rintihan hujan mulai berjatuhan, sehingga mereka bergegas untuk mencari taxi dan kembali ke hotel untuk beristirahat. Menunggu lebih dari 1 jam, akhirnya taxi pun lewat. Dalam perjalanan balik ke hotel, juragan mengisi suasana dengan bernyanyi (ternyata suara juragan merdu uiy) dan juga humornya yang membuat semuanya selalu tertawa.

Walau perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, tak membuat semangat mereka turun. Mereka berkumpul lagi, bergurau, bercanda tawa di kamar putri narsis yang terletak di sudut lantai bawah. Tak terasa udah hampir jam 2 subuh, si pria tersebut segera pamit pulang, karena sudah ditelpon oleh nenek tercintanya berkali-kali.

Namun narsis, juragan, dan petugas arsip masih tetap semangat. Terlihat dari petugas arsip yang sibuk mengutak atik netbook juragan, putri narsis yang duduk sendirian di taman yang adem, dan juragan yang berdiri di depan kamarnya. Saking groginya ingin bertemu warga yang lain, membuat mereka tak bisa menutup hari dengan mimpi yang indah.

Sampai jam 8 pagi pun, narsis masih saja bersemangat untuk membuat sesuatu hal di netbook juragan. Di saat sarapan pun, bukan makanan dan minuman yang ada di hadapan narsis, melainkan sebuah netbook dengan aplikasi Microsoft Word 2003 yang dibukanya.

Setelah sarapan handphone mulai berdering, baik handphone milik narsis, juragan, ataupun petugas arsip. Tak henti-hentinya telepon masuk dari Mommy, Mba Dewi, Mba Rena, dan yang lainnya. Mereka menanyakan lokasi tempat hotel tersebut. Sebelumnya memang sudah ditetapkan akan berkumpul di Café NgopDoel, karena ada beberapa hal yang terjadi, akhirnya diputuskan untuk berkumpul di hotel di mana juragan dan yang lainnya nginap.

Satu persatu personil Rangkat mulai memperlihatkan batang hidungnya. Ada Mommy, Mba Rena, Mba Dewa, Mba Dewi, Pak Arifin, Mas Aldy, Kang Dudi, Bunda Tiktiek dan ehemh nya Mba Dewi. Setelah bersalaman dan berbincang-bincang, mereka memilih untuk pindah ke rumah makan agar lebih leluasa untuk melepas rasa kangen selama ini.

Sambil membereskan barang-barang yang dibawa oleh warga dari Jakarta, juragan mengambil kunci semua kamar yang dipesan, dan segera check out. Kebetulan Mommy, Bunda Tiktiek dan Mba Dewi, datang dengan membawa kendaraan (dilengkapi supir), sehingga kita semua mengikut mobil mereka, menuju ke Sari Sunda, sasaran tempat makan siang bersama.

Mobil Mommy berangkat terlebih dahulu, disusul oleh mobil Mba Dewi, dan yang terakhir adalah mobil Bunda Tiktiek. Walaupun mobil Mba Dewi berangkat terlebih dahulu dibandingkan mobil Bunda Tiktiek, namun justru mobilnya lah yang tiba terakhir kali. Berhubung supir mobil tersebut mengambil arah yang salah, dan harus mutar balik. (hehehehe)

Setiba di Sari Sunda, mereka mencari tempat yang paling enak dan nyaman. Mereka memilih sebuah pondok kecil dengan meja panjang dan tikar, sehingga semua duduk berlesehan. Sambil menunggu pesanan yang dipesan oleh Mba Rena dan Bunda Tiktiek, mereka mengisi suasana dengan membahas perjalanan baik yang datang dari Jakarta, Tangerang, Bogor, ataupun Bandung sendiri. Tak lupa juga, juragan mulai memperlihatkan karisma dan talentanya yang membuat suasana pertemuan tersebut menjadi lebih akrab dan bermakna.

Pesanan sudah datang, kita semua menyantap, layaknya orang yang sangat kelaparan. Suasana canda tawa masih terus melekat dalam pertemuan tersebut. Foto bernasis ria juga tak lupa diambil oleh salah seorang repotter Rangkat TV. Selesai makan, mereka menuju taman untuk berfoto ria, memperlihatkan keakraban dan kebersamaan setiap saat. Setiap moment yang indah dan penuh makna di saat itu, membuat banyak warga yang tidak bisa datang, menangis bombay.

Selesai berfoto dan berpose ria, satu per satu mulai pamit pulang, dimulai dari Mba Dewa, Mba Dewi, dan si ehm Mba Dewi. Disusul oleh Bunda Tiktiek dan temannya, kemudian Kang Dudi, Pak Arifin dan juga Mommy.

Tinggal putri narsis, Mba Rena, Mas Aldy, Pak Hikmat, Juragan dan Nyonya agan. Mereka sedang memikirkan apa yang harus dilakukan. Apakah yang dari Jakarta langsung pulang malam itu juga, ataukah menunggu siang besoknya. Akhirnya keputusan dibuat, dan yang dari Jakarta memilih untuk menginap satu malam, karena putri narsis masih ingat bernarsis ria di Bandung. (mumpung liburan katanya)

Menunggu taxi sekian lama, tak terlihat satu taxi pun yang lewat. Akhirnya mereka memutuskan untuk naik angkot dan menuju salah satu hotel yang dekat dengan Paris Van Java (PVJ) yaitu Hotel Caryota. Mereka harus naik 2 kali angkot, untuk tiba di Hotel tersebut.

Setiba di Caryota, mereka segera meletakkan barang-barang di kamar yang sudah dipesan sebelumnya. Lapar mulai dirasakan oleh semuanya. Mereka memutuskan untuk makan di PVJ (karena jaraknya tidak jauh). Setiba di PVJ, mereka bingung mau makan apa, karena banyak sekali makanan yang belum pernah dilihat oleh mereka sebelumnya. (maklum wong ndeso)

Akhirnya mereka masuk ke sebuah restoran TOKYO, dan segera memesan makanan. Makan malam tersebut berupa steamboat. Setiba makanan datang, mereka mulai merebus daging dan sayur mentah yang sudah disediakan.

Sehabis makan di Tokyo, mereka merencanakan acara untuk mempererat yaitu karaoke bersama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun