Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Perselingkuhan Zia....

16 Oktober 2012   04:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:47 684 5
Kolaborasi Alia & Bung Opik

Zia baru saja terjaga dari tidurnya. Perasaan enggan yang menggelayut membuatnya urung beranjak dari tempat tidur. Tatapannya kini terpaku pada sosok pria yang sedang terlelap di sampingnya.

“ Sean…”

Kata itu menggantung begitu saja dalam benak Zia. Ada kegelisahan yang terpancar dari sorot matanya.

Tak lama berselang, laki-laki bernama Sean itu pun terbangun.

“Morning dear…” senyuman merekah di bibir pria itu.

“Morning…”

Sapaan pagi dan saling berbalas senyum yang diakhiri dengan sebuah kecupan.

“Kamu jangan kemana-mana. Aku mau buatin kamu sarapan…” Zia hanya membalas dengan anggukan. Dalam sekejap, Sean pun menghilang di balik pintu kamar.

Zia mulai beringsut dari ranjang. Tangannya meraih jubah berbahan handuk yang tergeletak di atas kursi. Kini tubuh polosnya terbalut jubah tebal yang cukup menghangatkan badan. Langkah kakinya menuntun gadis itu menuju balkon dengan panorama pesisir pantai yang indah. Pemandangan yang sanggup membuat Zia tenggelam dalam pikirannya.

Kehadiran Sean yang begitu mendadak membuyarkan lamunan Zia. Pria itu meletakkan hidangan yang ia bawa di atas meja. Ia lalu menghampiri dan merangkul tubuh Zia.

“Kamu lagi mikirin apa?”

Terdengar helaan nafas yang berat dari mulut Zia.

“Aku akan merindukanmu Sean….” Zia memandang mata Sean seakan mencari sebuah jawaban.. namun ia tak menemukan apa-apa kecuali senyuman hangat yang menggoda tersungging di bibir pria itu. Zia membalikkan badan kembali menghadap hamparan lautan biru.

“Aku akan kehilangan keharumanmu, Zia..” pelan-pelan tangan Sean mengusap pundaknya sehingga tersingkap. Sebuah kecupan lembut di pundak Zia tak membuat gadis itu bergeming. Ia tetap memandang laut.

Sean semakin liar mencium Zia. Ahh… lama-kelamaan Zia tersenyum karena ciuman Sean semakin menggoda hasratnya. Bibir keduanya kemudian melebur menjadi satu. Deburan ombak seakan-akan melantunkan irama yang mengiringi hasrat dua insan dimabuk asmara.

Sean sangat memahami bahwa wanita dalam dekapannya sangat merindukan belaian kasih dan sayang. Ia sendiri sebagai sahabat tak mampu menepis pesona Zia, wanita yang telah dua tahun ini menjalin persahabatan mesra dengannya.

Begitu pula dengan Zia. Meskipun dalam hatinya ia tidak menginginkan semua ini berakhir, namun ia sadar bahwa mereka tak mungkin mempertahankan hubungan ini. Zia hanya ingin melupakan beban pikiran sebelum semua keindahan ini berlalu dan berganti dengan kepedihan.

****

Keluarga Zia memang terlalu merasa seperti merajai dunia. Kekayaan yang mereka timbun membuat orang tuanya memperlakukan Zia seperti boneka. Dimulai dari sekolah, teman-teman, pergaulan, bahkan menentukan jodoh pun harus sesuai dengan standar yang telah mereka tentukan.

Tidak mudah mengenalkan calon pendamping yang bisa memenuhi standar mereka. Berulang kali Zia terpaksa memutuskan harapan cintanya karena tidak ada persetujuan orang tuanya.

Zia memang jiwa yang lemah. Ia tumbuh dalam balutan kesempurnaan semu yang terlihat  tiada cela dan indah dari luar tetapi begitu ringkih dan rapuh di dalamnya. Namun sejak betemu dengan Sean di sebuah jejaring sosial dan berlanjut dengan perjumpaan, ia merasa hidupnya memiliki energi yang membuat hari-harinya begitu ceria. Meski akhirnya ia tahu, Sean sudah mempunyai istri dan tentu saja tidak mungkin menghadapkan laki-laki yang berprofesi sebagai instruktur fitness itu kepada orang tuanya.

Handphone milik Zia bergetar, menandakan ada panggilan yang masuk. Ia bangkit lalu duduk di tepi ranjang dan melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Rahmat Taufik Wijaya.

“Ngga kamu angkat dear?” tanya Sean sambil memain-mainkan rambut gadis itu dengan jemarinya.

Zia menggeleng pelan sembari meletakkan kembali handphonenya di atas meja. Pandangannya lalu tertuju pada hamparan laut biru yang terlihat melalui jendela kamar.

“Hmmmm…. mungkin ini terakhir kalinya kita bisa bertemu seperti sekarang.” tiba-tiba saja Sean berbicara dengan nada yang serius.

Zia hanya membisu. Kesedihan yang tergurat jelas di wajahnya sudah cukup untuk mengisyaratkan bahwa dirinya juga sepakat dengan keputusan itu.

***

Bandara Ngurah Rai sore ini terasa lengang. Zia masih menunggu pesawat yang akan menerbangkannya ke Jakarta. Jemarinya sibuk mengutak-atik handphone dalam genggamannya.

Zia membuka daftar kontak yang ada di handphonenya. Penelusurannya berhenti pada sebuah nama di daftar tersebut. Rahmat Taufik Wijaya. Tunangan yang menjadi pilihan kedua orangtuanya dan dalam waktu dekat Zia akan menikahinya.

Sejenak Zia terlihat bimbang. Namun tak lama kemudian ia menekan tombol dial di handphonenya.

“Halo?” suara seorang laki-laki menjawab.

“Malam ini aku sampai di Jakarta…”

“Hmmm… kelihatannya kamu sudah mengakhiri hubunganmu dengan lelaki bernama Sean itu.” tanya laki-laki itu dengan nada menyelidik. Zia merasa sedikit terkejut.

“Siapa maksudmu?”

“Tak perlu berpura-pura. Aku tahu kalian berdua diam-diam menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.”

“T..tapi…”

“Tenang saja. Pernikahan kita akan tetap berjalan sesuai rencana…” tutur laki-laki itu dengan nada penuh kemenangan.

—–

Pernikahan yang sungguh agung dan meriah menandakan betapa terhormatnya keberadaan orang tua Zia di mata masyarakat. Hari-hari baru yang sama sekali belum terbayangkan oleh Zia terbentang di depan mata. Rasa asing dan meragu selalu hadir dalam benaknya.

Rahmat Taufik Wijaya adalah seorang pria yang dewasa. Tidak hanya matang dari segi kariernya sebagai pengusaha muda namun pembawaannya yang tenang membuat Zia merasa serba salah.

Setelah kejadian di Bali beberapa waktu yang lalu ia merasa senyum pria yang telah menjadi suaminya itu menyembunyikan sesuatu. Dari luar memang  Opik, begitu ia memanggilnya, terlihat senyum itu tulus dan menenangkan. Namun entah karena perasaan bersalah yang tak pernah hilang dalam hatinya membuat Zia merasa Opik akan melakukan sesuatu terhadap dirinya… ah.. entahlah….

“ Mengapa Zia… kamu kelihatannya tidak sepenuh hati melayaniku… bukankah kita sudah sah menjadi suami istri?…. atau kamu masih memikirkan…….” Opik, masih dengan senyumnya,  memandang mata Zia yang masih belum mampu  terpejam malam itu…

“   Oh… tidak… mungkin karena belum terbiasa…” Zia berusaha tersenyum ketika Opik meraih tubuhnya dalam pelukan yang hangat.

“ Syukurlah…. Kamu harus percaya padaku, Zia… kamu pasti akan bahagia….” Opik membelai rambut Zia setelah wanita itu  mengangguk.

Setelah menikah Zia memang berusaha mencintai Opik, apalagi kelihatannya Opik juga sangat menyayanginya. Namun karena pekerjaannya sebagai pengusaha muda yang cukup sukses Zia harus merelakan waktunya bersama Opik. Hari-hari sepi tanpa kehadiran seorang anak yang Zia dambakan apalagi suaminya terlalu sering keluar kota.

Namun dibalik kesuksesan Opik  perlahan-lahan hubungan mereka semakin dingin. Opik yang sering keluar kota mulai menampakkan prilaku aneh. Zia merasa telah terjadi sesuatu dengan perkawinan mereka. Beberapa kali ia menemukan Opik pulang larut malam dalam keadaan berantakan dan tercium bau alcohol.

“ Ada apa sebenarnya?… mengapa kamu berubah?… “ pernah suatu ketika Zia menanyakan hal tersebut kepada Opik, namun jawabannya hanya gelengan kepala.. atau jika Zia mendesak ia akan memandang tajam kearah istrinya dan mengucapkan kalimat yang sangat menyakitkan. Ada apa sebenarnya?….

Zia berusaha mencari tahu dengan menghubungi perusahaan milik suaminya. Dan apa yang ia temukan sungguh sesuatu yang sangat tidak ia duga. Perusahaan itu hampir bangkrut.. para karyawan yang untuk sementara dirumahkan menuntut gaji mereka yang beberapa bulan belum dibayarkan dan uang pesangon… dari informasi bagian keuangan ada beberapa tagihan bank yang telah jatuh tempo dan dalam waktu singkat akan mengeksekusi bangunan kantor yang dipakai sebagai jaminan kredit perusahaan. Ya tuhan….. mengapa bisa sampai separah ini?… padahal ia sudah meberikan seluruh modal  dari keluarganya untuk dikelola  dan dikembangkan di perusahaan ini.

Zia tidak langsung menghubungi suaminya. Ia masih penasaran kemana larinya modal yang begitu besar?… tanpa sepengetahuan suaminya Zia mengedit laporan keuangan perusahaan dan rekening bank  baik rekening pribadi maupun rekening perusahaan milik  suaminya… hmm… ada sejumlah pengeluaran dana cukup besar beberapa kali namun setelah di cek dana tersebut tidak cocok dengan laporan keuangan dari perusahaan. Untuk apa sejumlah dana tersebut?…..

“ Sering, bu….” Seorang mantan sekertaris pribadi suaminya, Erika, mengiyakan.

“ Kemana?..”

“ Saya tidak tahu pasti.. yang jelas hampir setiap weekend bapak selalu meminta saya memesan kamar di hotel.. lokasi dan kotanya juga berpindah-pindah… katanya sih untuk proses negosiasi proyek baru… tetapi….” Erika seperti ragu-ragu meneruskan kalimatnya…

“  Tapi apa?….”

“ Setelah saya pindah bekerja di perusahaan lain, saya pernah melihat… maaf bu… Pak Taufik bergandengan mesra di sebuah hotel di kawasan kota wisata.. dan  saya tahu siapa wanita itu…”

“ Siapa?….”

“ Namanya Sania.. seorang model tetapi sekarang sudah jarang tampil.. kebetulan dia adik tingkat waktu kuliah .. dan seluruh kampus sudah tahu bagaimana reputasi Sania yang suka menghalalkan segala cara untuk meraih keinginannya..”

“ Punya alamat atau nomor teleponnya?…”

“ Maaf bu.. kalau saya tidak punya, tetapi teman saya ada yang tahu.. nanti ibu saya hubungi kembali ya….”

Begini rasanya dikhianati… dulu aku begitu takut dengan perasaan bersalahku ketika Opik mengetahui hubunganku dengan Sean.. apakah pengkhianatanku di masa lalu harus dibayar dengan penkhianatan yang sama?..

“ Sudah… cukup..!!! dengar….. aku memang membelikan vila wanita itu… aku memang membelikan mobil mewah untuknya.. aku memang berkencan dengnnya seperti dulu kamu melakukannya padaku Zia… puas!!….”

“ Tapi lihatlah dirimu, …. Wanita itu mengkhianatimu setelah mendapatkan apa yang ia inginkan… dia pergi meninggalkanmu, bukan….”

“ Jangan sok tau…. Dia hanya sedang ada kerjaan di luar negeri… “

“ Saya tahu… dia tidak bekerja di luar negeri… dia berkencan dengan seorang pengusaha asal Negara tetangga…” Zia menyerahkan foto-foto mesra Sania dengan seorang laki-laki… Opik meraih foto-foto itu dan memandang Zia tajam.

“ Lalu kamu mau apa, Zia…. Mengejeku.. menyalahkanku… mentertawakan kebodohanku?…”

“ Jangan berfikiran negatif, … lihat perusahaanmu.. lihat karyawanmu.. keluargamu… mereka menunggu tanggung jawabmu..”

*****

Sore yang teduh…. Laki-laki itu duduk di bangku panjang di teras sebuah rumah sederhana. Tampak sedikit guratan-guratan halus di dahinya walau usianya belum begitu tua. Taufik Rahmat Wijaya hari itu memandang hamparan kebun tanaman hias di depan rumahnya. Sejak mereka menjual seluruh aset untuk menutup hutang dan membayarkan semua tunggakan serta pesangon para karyawan, mereka tinggal di rumah ini.  Zia menolak bantuan orang tuanya tinggal bersama di rumah mewah mereka.

Sebuah rumah sederhana di pinggiran kota mereka beli dari sisa uang yang mereka miliki. Di dekat perkebunan teh yang dingin dan sejuk ini Opik dan Zia memulai kehidupan baru mereka dengan membuka sebuah toko bunga dan tanaman hias.

Opik memandang seorang wanita cantik yang berada di kebun, Zia..  istrinya sangat telaten merawat dan menyirami berbagai tanaman hias…Ia telah salah menilai Zia .. Zia bukan wanita yang selama ini ia gambarkan.. rapuh dan mudah terpengaruh… karena di balik sikap diam dan lemah-lembutnya ternyata ia adalah seorang wanita yang sangat bersahaja dan bermental baja.. kalau tidak karena dukungannya mungkin ia sudah gila mengingat begitu banyak kerugian materi yang ia hambur-hamburkan hanya untuk seorang wanita gila harta seperti Sania. Kalau Zia tidak memaafkan pengkhianatannya mungkin hidupnya akan hancur dan entah nasib buruk apa lagi yang akan menimpanya. Rengkuhan kasih sayang Zia membuatnya mampu bertahan menghadapi semua ini.

“ Ah… mengagetkan saja…. “ Zia tersentak ketika tangan Opik meraih selang yang di genggamnya, namun ia tersenyum….

“  Jam berapa aku harus ke pasar bunga mengambil pesanan bunga mawarnya?..”

“ Jam 07:00 aja ya…. nanti aku ikut mengambil pesanan bunga mawarnya…. Biar bisa memilih sendiri warnanya…”  Zia berkata sambil membersihkan daun-daun kering di sekitar pot tanaman hias mereka.

“ Mengapa?… biasanya kamu tidak suka ke pasar bunga… kotor.. bau…”

“ Entahlah… mungkin keinginannya…” Zia berbisik sambil membelai perutnya….. Detak jantung Opik seperti berhenti… ia menoleh kearah Zia… Hamil??

“ aaaaaaaaaahhh….. matikan airnyaaaa….”  tanpa sadar Opik mengarahkan selang yang menyemburkan air deras ke wajah Zia…. Hahahaha…

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun